Kaidah Pemberian Tanda Baca Titik/Baris Pertama Kali Pada Al-Quran (Nuqtatul I'rabi)

Model penulisan dulu dan sekarang

Setelah sebelumnya kita mengenal bagaimana proses sejarah munculnya Ilmu Dhabtil Quran maka kita akan memasuki tahap pengenalan proses awal bagaimana pemberian tanda baca dalam Al-Quran.


Pada masa ini Al-Quran belum memiliki titik pada setiap hurufnya. Seperti yang sudah dijelaskan, gambaran Al-Quran pada masa ini bagi kita yang non-arab sulit membedakan mana ba, ta, tsa, kha, ja, da, dza, za, sya, fa, qaf  dan sebagainya dikarenakan belum ada titik. Bahkan juga belum memiliki baris.

Abu Aswad Ad-Duali bersama rekan kerjanya ‘Abd ibn Al-Qais mulai memikirkan dan menyusun kaidah-kaidah sebagai tanda untuk membedakan irab Al-Quran.

Tanda yang dipilih untuk membedakan irabnya adalah tanda titik. Iya, masih sebatas titik yang dibedakan warnanya bukan tanda fathah, kasrah, dhammah dan sukun yang kita kenal sekarang. Dan tanda ini hanya ada pada akhir kata saja untuk mebedakan irabnya, tidak pada semua huruf. Sehingga pemberian tanda titik untuk membedakan irab ini disebut dengan Nuqtatul I'rabi.

Menurut al-Farmawi dalam kitab Rasm al-Mushaf wa-Naqtuh berdasarkan informasi ad-Dhani (w. 444 H), sistem warna yang diterapkan di masa awal (baik menyangkut pada substansi rasm maupun dhabtil) memiliki varian pewarnaan yang berbeda-beda berdasarkan wilayah daerah tertentu. Mushaf Madinah menggunakan tiga sistem pewarnaan; hitam untuk huruf dan naqt al-i’jām, merah untuk harakat, sukun, dan tasydīd, dan kuning hanya untuk hamzah.

Mushaf Andalus (Spanyol) menggunakan empat sistem pewarnaan; hitam untuk huruf, merah untuk syakl, kuning untuk hamzah dan hijau untuk alif wa¡al. Mushaf Irak menggunakan dua sistem pewarnaan; merah untuk hamzah dan hitam untuk huruf. Beberapa mushaf tertentu, mempergunakan tiga sistem pewarnaan; merah untuk dhammah, kasrah dan fathah, hijau untuk hamzah, dan kuning
untuk hamzah bertasydid.

Abu Aswad kemudian membacakan ayat Al-Quran dan 'Abd ibn Qais memerhatikan mulut beliau dan membubuhkan titik sebagai tanda baca, dengan kaidah sebaga berikut.
  1. Jika saat membaca Al-Quran bibirnya mengarah keatas maka diberikan tanda titik diatas akhir huruf (sekarang dikenal fathah).
  2. Jika saat membaca Al-Quran bibirnya mengarah kebawah maka diberikan tanda titik dibawah akhir huruf (sekarang dikenal kasrah).
  3. Jika saat membaca Al-Quran bibirnya mengarah kedepan mengumpul (monyong) maka diberikan tanda titik didepan akhir huruf (sekarang dikenal dhammah).
  4. Jika saat membaca Al-Quran bibirnya menunci maka diberikan jangan beri tanda titik dimanapun (sekarang dikenal sukun).
  5. Jika beliau membaca al-Quran dengan bunyi ghunnah, maka tambahkan satu titik di atas titik huruf yang sudah ada. Jadilah huruf itu bertitik dua. Titik yang di bawah adalah titik huruf dan titik yang di atas adalah titik tambahan yang melambangkan bunyi nun mati yang tidak tertulis atau disebut tanwin.
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa Abu Aswad al-Duali dan temannya, ‘Abd ibn al-Qas telah membuat titik baris huruf pada al-Quran, yang dikenal dengan sebutan nuqthah al-i‘rab. Titik baris yang mereka susun ada empat yaitu, fathah, karsah, dhammah, dan tanwin. Pemberian titik baris ini hanya khusus pada huruf di akhir kosa kata dalam mushaf.
Intisari dari kuliah bersama Dr. H. Hisyami bin Yazid, Lc. M. Ag - 2 Oktber 2017
Sumber dari buku Risalah Fii Ilm Dhabtil Quran Lihaal Musykilati Hadits Ma Fii Rasm Mushaf Ustmani karya Dr. H. Hisyami bin Yazid, Lc. M. Ag.

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Belum ada Komentar untuk "Kaidah Pemberian Tanda Baca Titik/Baris Pertama Kali Pada Al-Quran (Nuqtatul I'rabi)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel