Ternyata Mushaf Quran Standar Internasional Ditulis Dengan Tangan & Bukan Diketik


Jika ada kerabat kamu atau orang terdekat kamu pulang dari Haji, biasanya oleh-oleh yang tidak ketinggalan adalah Mushaf Quran. Ciri khasnya secara umum berwarna hitam atau biru atau hijau kehitaman dengan ornamen dan nama Al-Quran yang serupa. Mushaf ini merupakan mushaf standar internasional atau disebut dengan Mushaf Madinah.

Bahkan sekarang ini jika kamu mendownload mushaf Quran berupa software dan apps dari smartphone umunya memakai jenis tulisan yang sama. Yaitu memakai standar mushaf internasional atau mushaf madinah. Artinya dalam penempatan halaman sama semua dengan versi aslinya.

Tahukah kamu, mushaf madinah yang ditulis begitu rapi dan indah itu ternyata bukan dari hasil tulisan ketik komputer, melainkan murni tulisan tangan.

Ya mungkin kamu terkejut, bagaimana mungkin tulisan yang rapi dan indah itu dengan halaman ratusan itu ditulis dengan tangan. Saya sendiri sebagai mahasiwa dari Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir merasa kagum dan merinding setelah mengetahui fakta ini. Amazing, luar biasa dan tidak kebayang sebelumnya. Keindahan tulisan itu tidak menyangka bahwa itu tulisan tangan dan bukan ketikan komputer.

Syaikh Sedang Tahapan Penulisan
Penulisnya bernama Syaikh Utsman Husain Thaha, seorang kelahiran Aleppo, Suriah 1934 M. Beliau pertama kali menulis mushaf pada tahun 1970. Lalu pada tahun 1988, saat berkunjung ke Saudi, beliau ditunjuk sebagai penulis mushaf yang akan dijadikan mushaf standar. Beliau kemudian menulisnya di Madinah.

Untuk menulis satu mushaf, beliau membutuhkan waktu kurang lebih 3 tahun. Dan dalam kurun waktu 30 tahun beliau telah menyelesaikan 10 jenis mushaf dalam riwayat yang berbeda.

Ayah beliau bernama Syaikh Abduh Husain Thaha, seorang imam dan khatib, juga ahli khath (kaligrafi) yang ternama di Aleppo. Utsman Thaha mempelajari dasar-dasar ilmu khath dari ayahnya yang menekuni khath riq’ah.

Beliau mempelajari ilmu khath langsung kepada para masyayikh di Kampus Syari’ah Al Khasrawiyyah di Aleppo setelah menamatkan pendidikan dasarnya, gurunya antara lain: Muhammad Ali Al Maulawi, Muhammad Al Khathib, Husain Husni At Turki, serta Al Khatthath Syaikh Abdul Jawwad. Terakhir beliau juga belajar kepada Prof. Ibrahim Ar Rifa’i seorang ahli khath di Aleppo.

Utsman Thaha melanjutkan studi beliau ke Universitas Damaskus. Di sana beliau mendapatkan gelar license (Lc.) dari Fakultas Syari’ah pada tahun 1964 (1383 H) dan gelar diploma dari Fakultas Tarbiyah pada tahun 1965 (1384 H).

Beliau berkenalan dengan Prof. Muhammad Badawi Ad Dirani, seorang ahli khath di Syam ketika di Damaskus dan mendalami khath farisi serta khath tsuluts dari tahun 1960-1967. Kemudian, masih di Damaskus, Utsman Thaha juga mendalami khath tsuluts dan khath nasakh pada Prof. Hasyim Muhammad Al Baghdadi, seorang ahli khath dari Irak.

Pada tahun 1973 (1392 H), Utsman Thaha mendapatkan sertifikat bidang khath dari guru besar ilmu khath tingkat dunia, yakni Syaikh Hamid Al Amidi. Dari sinilah beliau mulai dikenal luas secara internasional, dan para pakar mengakui keahlian beliau dalam bidang ilmu khath. Maka, sejak tahun 1988 (1408 H), beliau ditunjuk sebagai anggota tim juri Lomba Kaligrafi Internasional di Istanbul-Turki yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali.

Dalam melengkapi keilmuannya di bidang khath, Utsman Thaha mempelajari serta memperdalam ilmu desain kaligrafi dan dekorasi dari Prof. Sami Burhan serta Prof. Na’im Isma’il yang terkenal pakar di bidang ini. Ini semakin mengasah kemampuan beliau, dan memantapkan beliau sebagai ulama pakar khath tingkat dunia yang telah diakui keahliannya oleh ulama secara internasional.

Rupanya hal ini pulalah yang telah menarik perhatian Kerajaan Saudi Arabia. Karena di tahun yang sama (1988), beliau ditunjuk sebagai penulis resmi di Komplek Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah. Sebenarnya Utsman Thaha telah menulis Mushaf pertama kali pada tahun 1980 untuk Kementerian Wakaf Syria. Kemudian menulis satu mushaf lain dengan riwayat Hafs untuk penerbit Darus Syamiyah.

Komplek Percetakan Al Qur’an Raja Fahd (Mujjama’ al Malik Fahd Lithiba’atil Mushaf As Syarif atau King Fahd Glorious Quran Printing Complex (KFGQPC)) didirikan oleh Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1982 (1403 H) di Madinah, dan merupakan percetakan Al Qur’an terbesar di dunia. Komplek percetakan tersebut mengerjakan proyek yang sangat besar, yakni melakukan standarisasi Al Qur’an untuk Umat Islam di seluruh dunia.

Komplek Percetakan dibangun di atas tanah yang luasnya ratusan hektar dan mempekerjakan ribuan karyawan profesional yang ahli di bidangnya. Percetakan tersebut telah mencetak jutaan Al Qur’an yang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Semuanya dibagikan secara gratis. Komplek Percetakan Al Qur’an Raja Fahd telah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk proyek standarisasi tersebut. Di sanalah Utsman Thaha terlibat sebagai penulis utama Mushaf Madinah.

Mushaf rasm Utsmani adalah standar penulisan mushaf Al-Quran yang diseragamkan pada masa Kekhalifahan Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu. Penulisan ini berkaitan dengan masalah itsbat-hadzf, maqthu-maushul, ta’aat, dan lainnya.

Adapun khat atau font yang digunakan secara resmi sebagai standar penulisan mushaf modern adalah Khat Utsman Thaha, jenis khat yang diambil dari nama penulisnya dikarenakan tulisannya berbeda dengan khat yang lain. Pada mushaf kuno rasm Utsmani sendiri memakai khat Kufi dalam penulisannya. Dimana Tanpa titik dan motif apa pun yang menjadi ciri khas penulisan Alquran pada masa Utsmani. Tak heran bila ukurannya tebal dan lebar. Terdiri dari 1.087 lembar halaman dengan ukuran 57x68 cm dan 12 baris untuk tiap halamannya. Beratnya sekitar 80 kg, mushaf ini dapat dilihat di Museum el-Huseini, Kairo, Mesir, diklaim sebagai satu dari tujuh salinan mushaf yang dikeluarkan oleh Utsman bin Affan, menyusul peristiwa kodifikasi Alquran pada abad ke-7 M.

Beliau juga bertutur bahwa ia tidak menulis Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci. Selama menulis beliau tidak banyak bergaul dengan orang-orang agar pikiran terjaga dan selalu jernih sehingga tidak terjatuh pada kesalahan. Menurut beliau kesalahan dalam Al-Qur’an tidak dapat diterima oleh alasan apapun.

Dalam sebuah wawancara, beliau ditanya bagaimana perasaan beliau ketika menulis mushaf, “… Adapun perasaan saya ketika menulis, saya melihat diri saya berada dalam dunia ayat-ayat yang mulia yang mana saya mengutip dari ayat-ayat itu sebuah ilmu dan meningkatkan spiritual saya. Sebuah dunia yang bukan dunia manusia yang disibukkan oleh kehidupan sehari-hari. Ayat-ayat yang memberi kabar gembira dan ayat-ayat yang memberi peringatan. Kisah-kisah yang menarik dan indah seperti kisah-kisah para nabi yang mulia dan kisah kaum-kaum masa lalu.” ungkapnya.

Beliau melanjutkan, “Saya tidak terasa oleh perjalanan waktu dan saya tidak memperhatikan apa yang terjadi di sekeliling saya. Ayat-ayat Al-Qur’an menguasai saya. Saya tenggelam dalam alam cahaya dan nurani; tak tertipu oleh dunia dan saya berbekal untuk akhirat saya. Saya berbuat amal-amal shalih agar dapat mencapai Surga yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa (dengan rahmat Allah dan ampunan-Nya). Dan saya menjauhi setiap apa yang membawa saya pada neraka (naudzu billahi). Di dalamnya ada perasaan takut dan harapan. Saya senantiasa berdoa kepada Allah agar menjadikan pekerjaan saya ikhlas karena Allah semata.

Mushaf Madinah yang dikerjakan oleh Utsman Thaha memiliki karakteristik tersendiri, yang membedakannya dari mushaf yang lain. Di antara perbedaan tersebut adalah:

  1. Penulisan Mushaf secara lengkap telah dilakukan lebih dari sepuluh kali, semuanya dalam rasm Utsmani, untuk menghasilkan karya yang terbaik. Sebagian besar versi Mushaf Madinah ini  telah dicetak dan tersebar di seluruh dunia Islam.
  2. Mengkomparasikan khath versi standar akademis dengan gaya klasik dalam berbagai versinya, sehingga melahirkan gaya baru yang berbeda dari penulisan Al Qur’an pada umumnya, seperti misalnya:
    • Menghindari cara penulisan huruf yang terlalu bertumpuk, sehingga terjaga dari kerumitan dalam pembacaan serta terhindar dari penyimpangan kaidah penulisan yang benar.
    • Meniadakan penggunaan variasi dari pola-pola huruf tertentu untuk menghindari kerancuan antara satu huruf dengan huruf lain yang mirip cara penulisannya, seperti: bentuk “ha besar yang terbuka”, bentuk “mim kecil yang tertutup” dengan berbagai ragamnya, bentuk “ra’ yang panjang melengkung”, dan lain-lain.
    • Menggunakan pola penulisan huruf yang melebar dari satu huruf ke huruf selanjutnya, agar penulisan harakat pada setiap huruf tampak jelas dan tidak bertumpuk. Pola ini digunakan dalam khath Kufi yang menjadi standar penulisan Al Qur’an di jaman para sahabat dahulu.
    • Memiliki standar baris pada tiap halaman yang tidak dimiliki oleh mushaf yang lain, sehingga terdapat keseragaman dalam setiap juznya. Aturannya adalah: Satu juz selalu terdiri dari 20 halaman (kacuali juz 30 yang terdiri dari 23 halaman) dan satu halaman selalu terdiri dari 15 baris. Akhir halaman juga selalu akhir ayat atau akhir surat.
    • Dikaji ulang secara teliti oleh para ‘ulama tingkat dunia yang pakar dalam bidang Al Qur’an dan dibentuk menjadi tim khusus, sehingga penulisannya sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

Mushaf Madinah ini selain telah dibagikan secara percuma, kini juga hadir dalam bentuk software digital yang langsung dibuat oleh King Fahd Glorious Quran Printing Complex (KFGQPC) dengan nama Mushaf Madinah An-Nabawiyah maupun software yang dibuat oleh King Saud University dengan nama Ayat.

Beliau juga menulis mushaf dengan riwayat Qalun dimana telah dievaluasi dan siap untuk dicetak. Sebelumnya Utsman telah menulis sebuah mushaf dengan riwayat Ad-Dury dan telah dicetak serta didistribusikan atas pertolongan Allah. Kemudian beliau ikuti dengan penulisan mushaf-mushaf hingga jumlahnya lebih dari sepuluh mushaf hingga sekarang. Satu mushaf yang beliau tulis menghabiskan waktu sekitar dua setengah tahun dengan evaluasi (tashih) terus menerus yang menyertai penulisan.

Maha Suci Allaah yang mengumpulkan dua Utsman pada satu mushaf. Ya, mushaf kita ditulis berdasarkan rasm Utsmani dan Khat Utsman Thaha.

Ketika beliau ditanya tidak mungkinkah komputer menggantikan penulisan dengan tangan? Beliau menjawab, “Komputer adalah sebuah alat yang menakjubkan dan sebuah penemuan raksasa yang diperlukan oleh setiap insan terpelajar. Komputer pada hakekatnya adalah mukjizat abad keduapuluh. Sebuah alat bening bagai cermin yang dapat memantulkan apa yang diletakkan di dalamnya. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa komputer dapat menggantikan penulis khat. Karena penulis khat adalah orang yang berkreasi. Sebagaimana komputer mengandalkan pada penyusunan huruf-huruf, sedangkan penyusunan huruf-huruf itu mengandalkan kaligrafi horizontal. Dan kesemua ini mengurangi keindahan khat. Cara terbaik bagi penulisan Al-Qur’an adalah dengan tulisan tangan. Karena ia kuat, teratur, memiliki daya tarik, bagus, keindahan yang selalu dibutuhkan.

Perhatikanlah bentuk tulisan pada mushaf Madinah, maka kamu akan melihat dengan jelas adanya sedikit perbedaan antara huruf yang satu dengan yang lainnya, antara harakat atau tanda baca yang satu dengan yang lainnya. Ini menunjukkan bahwasanya mushaf tersebut ditulis dengan tulisan tangan, bukan hasil tik komputer. Luar biasa ya, amal jariyyah yang kekal hingga akhir zaman.


Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Belum ada Komentar untuk "Ternyata Mushaf Quran Standar Internasional Ditulis Dengan Tangan & Bukan Diketik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel