Pengertian Hadits Musalsal


Definisi Hadits Musalsal

Musalsal : secara bahasa artinya berasal dari kata سلسل يسلسل سلسلة yang berarti berantai dan bertali menali. Hadis ini dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya. [ibnuumar-amz.blog]

Secara istilah, hadits musalsal adalah “Sebuah hadits yang dalam sanandnya antara satu perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun keduanya”[ibnuumar-amz.blog]

Macam-macam Hadis Musalsal

Dari definisi di atas musalsal dapat dibagi kepada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1. Musalsal bi ahwâl ar-ruwât (musalsal keadaan perawi)
Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawlî), perbuatan (fi’lî), atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawlî dan fi’lî.

Contoh Musalsal qawlî (perkataan):

حديث معاذ بن جبل ان النبي صلي الله عليه وسلام قال له: يا معاذ اني احبك,فقل في دبر كل صلاة: اللهم اعني علي ذكرك وشكرك وحسن عبادتك 
Hadis Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi SAW bersabda kepadanya: Hai Mu’adz sesungghnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada setelah shalat: Ya Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu. (HR. Abu Dawud)

Hadis di atas musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatannya dengan ungkapan: Sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulallah terhadap Mu’adz.

Contoh musalsal fi’lî (perbuatan):

حديث ابي هريرة قال: شبك بيدي ابو القاسم صلي الله عليه وسلام وقال: خلق الله الارض يوم السبت
Hadis Abu Hurairah dia berkata: Abu Al-Qasim (Nabi SAW) memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku (jari jemari) bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu.” (HR. Al-Hakim)

Setiap perawi yang menyampaikan periwayatan selalu jari jemari terhadap orang yang menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulallah SAW.

Contoh musalsal qawlî dan fi’lî ( perkataan dan perbuatan):

حديث انس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلام: لايجد العبد حلاوة الايمان حتي يؤمن بالقدر خيره وشره, حلوه ومره, وقبض رسول الله صلي الله عليه وسلام علي لحيته وقال أمنت بالقدر خيره وشره, حلوه ومره
Hadis Anas bin Malik RA Berkata: Rasulallah SAW bersabda: Seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentusn Allah (Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulallah sambil memegang jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)

Hadis di atas musalsal qawlî dan fi’lî ( musalsal perkataan dan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan: “Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot. Semua perawi ketika menyampaikan periwayatan juga melakukan hal itu sebagaimana Rasulallah SAW.

2.Musalsal bi shifât ar-ruwâh ( Musalsal sifat Periwayat)
Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawlî) dan perbuatan (fi’lî).
Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan:

أن الصحابة سالوا الرسول الله صلي الله عليه وسلام عن أحب الاعمال الي الله عزوجل ليعملوه فقرأ عليهم سورة الصف
Bahwasannya sahabat bertanya kepada Rasulallah SAW tentang amal yang disukai Allah SWT agar diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah Shaff.

Hadis ini musalsal pada membaca Surah Shaff. Setiap periwayat membacakan Surah Shaff ketika menyampaikan periwayatan kepada muridnya atau yang menerima hadisnya.

Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’lî).

حديث ابن عمر مرفوعا: البيعان بالخيار
Hadis Ibnu Umar secara marfû’: Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyâr (memilih jadi atau tidak).

Hadis di atas musalsal diriwayatkan oleh fuqahâ kepada para fuqahâ secara terus menerus. Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama-nama para perawi, seperti musalsal dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam menyebut bangsa/nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.

3. Musalsal bi shifât ar-riwâyah (Musalsal dalam sifat periwayatan)
Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam,yaitu musalsal dalam bentuk ungkapan penyampaian periwayatan (adâ’), musalsal pada waktu periwayatan, dan musalsal pada tempat periwayatan.

Contoh musalsal dalam bentuk ungkapan periwayatan seperti hadis musalsal pada perkataan setiap perawi dengan menggunakan = سمعت فلانا Aku mendengar si Fulan atau حدثنا فلان, اخبرنا فلان = Memberitakan kepada kami si Fulan dan seterusnya.

Contoh musalsal pada waktu periwayatan:

حديث ابن عباس قال: شهدت رسول الله صلي الله عليه وسلام في يوم عيدالفطراوأضحي, فلما فرغ من الصلاة اقبل علينا بوجهه, فقال: أيهاالناس قدأصبحتم خيرا
Hadis Ibnu Abbas berkata: “Aku menyasikan Rasulallah SAW pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya kemudian bersabda: “Wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan…,” 

Hadis di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan periwayatan kepada muridnya.

Contoh musalsal pada tempat periwayatannya, seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di Multazam:

سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلام يقول: الملتزم موضع يستجاب فيه الدعاء, ومادعاالله فيه عبددعوة الا استجاب له
Aku mendengar Rasulallah SAW bersabda: “Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan doa padanya. Tidak seorang hamba yang berdoa padanya melainkan dikabulkannya.”

قال ابن عباس: فوالله مادعوت الله عزوجل فيه قط منذ سمعت هذاالحديث الا استجاب لي
Ibnu Abbas berkata: Demi Allah, aku tidak berdoa pada Allah padanya sama sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenan doaku.

Hadis musalsal pada tempat periwayatannya, masing-masing periwayat mengungkapkan sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampikan periwayatn hadis kepada orang lain.

Hukum Hadis Musalsal

Terkadang hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagai musalsal terputus di permulaan atau di akhir. Oleh karenanya Al-Hafidz Al-Iraqi berkata:
sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari kedhaifan, dimaksudkan di sini sifst musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan shahih.
Ibnu Sholah berkata di dalam ‘ulumul hadist’ [hal. 249] :
“Sedikit sekali musalsal yang selamat dari kelemahan, yakni lemah pada bentuk tasalsul-nya, bukan pada matan-nya.
Ibnu Hajar berkata:
Musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff.
Disebut dalam Syarah An-Nukhbah musalsal para Huffâzh memberi faedah ilmu yang pasti (qathî). Dengan demikian tidah semua hadis musalsal shahih. Hukum musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan Dha’if tergantung keadaan para perawinya.

Sebagaimana tinjauan pembagian hadis di atas, bahwa musalsal adalah sifat sebagian sanad, maka tidak menunjukkan kesahihan suatu hadis. Kesahihan hadis ditentukan 5 persyaratan yakni persambungan sanad, periwayatan yang adil dan dhâbith, tidak adanya syâdzdz dan ‘illah.

Di antara kelebihan musalsal, adalah menunjukkan ke-mutthasil-an dalam mendengar, tidak adanya tadlîs dan inqithâ, dan nilai tambah ke-dhâbith-an para parawi. Hal ini dibuktikan dengan perhatian masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut keadaan atau sifat para perawi atau periwayatan.

Contoh:

1. Hadits yang driwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, bahwa sesungguhnya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai Mu’adz, aku mencintaimu, maka berdoalah disetiap selesai sholat: “Yaa Allah, berrikanlah kepadaku pertolongan sehingga aku selalu mengingat-Mu, bersyukur atas nikmat-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya” (Allahumma inni ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik). Dalam hadits ini setiap perawinya tatkala meriwayatkan hadits ini selalu berkata, “Wa ana uhibbuka” (dan aku mencintaimu)

2. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah memasukkan jari-jarinya ke dalam jari-jariku dan bersabda, “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu.” Setiap perawi hadits ini tatkala meriwayatkan hadist ini selalu memasukkan jari-jarinya ke dalam jari-jari orang yang meriwayatkan hadits ini darinya.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, ia berkata: “Rasulullah bersabda, “Seorang hamba tidak akan mendapatkan manisnya iman sampai ia beriman kepada takdir Alla, baik maupun buruknya, manis maupun pahitnya”. Kemudian Rasulullah memegang jenggot beliau dan bersabda, “Aku beriman kepada takdir Allah, baik dan buruknya serta manis dan pahitnya”. Setiap perawi hadits ini tatkala meriwayatkannya selalu memegang jenggotnya dan berkata, “Aku beriman kepada takdir Allah, baik dan buruknya serta manis dan pahitnya”

4. Tasalsul di dalam meriwayatkan dan menerima hadits. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh setiap perawinya dengan mengatakan, “Saya mendengar Fulan”, “fulan meriwayatkan kepadaku” atau “Fulan menceritakan kepadaku”. Tasalsul seperti ini banyak terjadi pada kebanyakan sanad.

Manfaat dari mengetahui bentuk hadits ini adalah dapat menambah tingkat kekuatan hafalan bagi para perawinya.

Kitab Tentang Hadits Musalsal

Sedangkan buku-buku yang terkenal membahas ini di antaranya:
  1. “Al-Musalsalat Al Kubra” karya Imam As Suyuthi, buku ini memuat 85 hadits.
  2. “Manahil As-Silsiliah fi Al AHadits Al Musalsalah” karya Imam Muhammad Abdul Baqi Al Ayyubi. Buku ini memuat 212 hadits.[Pengantar Studi Ilmu Hadits, karya Syaikh Manna’ Al Qaththan. penerbit Pustaka Al Kautsar]
  3. "Al-Musalsalât:, karya Al-Hafizh Isma”il bin Ahmad bin Al-Fadhil Al-Taymi (w.353 H). [ibnuumar-amz.blog]

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Belum ada Komentar untuk "Pengertian Hadits Musalsal"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel