Sebuah Pertanyaan?????

Frase ‘Bila kata bisa membunuh’ mungkin mengandung arti lebih nyata dari yang saya sadari. Saya percaya kata-kata merupakan hal yang sangat bermakna. Dunia tercipta pada mulanya adalah karena kata-kata dari Tuhan. Kemampuan untuk tata jalma (= berbicara/menggunakan bahasa) pun adalah bukti yang besar akan kasih sayang Tuhan pada manusia.

Saya, dalam taraf tertentu, percaya kalau kata-kata memang bisa membunuh dalam arti harfiah. Atau setidaknya membuat orang gelisah dan menjauhkan tidur dari malam-malam yang dia miliki.

Beberapa waktu lalu seorang teman memberi saya pertanyaan yang masuk dalam kategori menguatkan arti frase itu. Pertanyaan itu adalah seperti ini:

“Sampai sejauh mana aku boleh mencintaimu karena kau milik orang lain?”

Saya tidak bisa menghilangkan pertanyaan itu dari kepala saya untuk waktu yang lama. Terutama karena pertanyaan itu diajukan dengan maksud untuk mendapat jawaban yang serius dan bertanggungjawab sementara saya merasa saya tidak mampu memberikan jawaban yang demikian.

Ada tiga unsur dalam pertanyaan itu yaitu ‘sejauh mana’, ‘boleh mencintai’, dan ‘milik orang lain’ yang saya merasa tidak bisa melihat titik kesetaraan dari ketiganya yang memungkinkan mereka untuk digunakan dalam sebaris kalimat yang padu.

‘Sejauh mana’ menuntut jawaban dalam satuan jarak atau paling tidak sebuah batas. Bagaimana sesuatu yang nirinderawi dapat diberi jarak dan batas? Apakah apabila saya menjawab “Seperti cinta yang kau gunakan untuk mencintai dirimu sendiri” akan dikatakan lebih besar nilainya daripada jawaban “Yah, kira-kira cukup untuk membuat hatimu tidak merasa sepi”? Tentu saja tidak. Sebuah jarak atau batas dapat menjadi sangat absurd dan ambigu dalam sudut pengertiannya.

‘Boleh mencintai’ membuat saya berpikir apakah teman saya itu berpikir kalau saya telah melakukan kesalahan dengan mengatakan kalau saya mencintai dia. Saya selalu mengaitkan antara kata-kata ‘boleh dan tidak boleh’ dengan ‘terhormat dan tidak terhormat’. Kalau saya melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan saya merasa saya sedang melakukan sesuatu yang tidak terhormat. Entah bagaimana bisa demikian saya sendiri tidak tahu, mungkin terpengaruh dengan bagaimana saya dibesarkan.

Suatu ketika Umar ra mendengar seseorang bercerita kepadanya bahwa seseorang sedang dilanda cinta. Umar ra berkata “Itu bukan hal yang bisa dihindari. Itu merupakan ketetapan dari Ar Rahman.”

Saya membawakan hadits ini bukan sebagai pembelaan bahwa cinta itu selalu benar dan diperbolehkan. Ada banyak cinta yang dipandang dan ditunjukkan dengan cara yang salah dan merusak. Tapi saya tidak sedang membicarakan masalah yang demikian. Cinta itu berbeda dengan rasa yang lain. Cinta bukanlah sebuah pilihan. Seseorang dapat saja memilih untuk tidak marah-marah tapi dia tidak bisa memilih untuk tidak mencintai ketika sedang ada cinta di hatinya. Cinta itu semacam tanaman yang hanya bisa ditanam dan dicabut oleh yang memberikannya yaitu Tuhan. Seseorang tidak bisa dilarang atau disuruh untuk mencintai. Saya pribadi berpendapat cinta itu bukan sesuatu yang terlarang atau tidak baik. Tidak selama kita tidak membenturkannya dengan nilai-nilai, atau angan-angan, atau rasa memiliki, atau mengambil tindakan untuk menunjukkan secara nyata ketiga hal itu.

‘Milik orang lain’ adalah frase yang paling tidak saya pahami dari kalimat itu. Memiliki orang lain adalah sesuatu yang rasanya menyinggung sisi kemanusiaan saya. Betapapun besar cinta seseorang kepada orang lain, hal itu tetap saja bukan alasan baginya untuk merasa memiliki orang itu. Memiliki yang saya maksud disini adalah memiliki dalam pengertian mendasar bagi sebuah klaim kepemilikan, bukan pengertian secara umum. Karena kalau misalnya ada orang yang bertanya pada saya “Are you single?” maka sudah jelas saya akan menjawab “No, I belong to him.” Klaim kepemilikan mutlak hanya boleh dinyatakan oleh Tuhan saja.

Pertanyaan yang menggelisahkan itu tidak hanya membuat saya berpikir keras tetapi juga membuat saya memandang pada diri saya sendiri. Barangkali itulah gunanya teman. Memicu timbulnya kesadaran kita untuk memperbaiki diri. Saya berterimakasih untuk pertanyaan itu, untuk kegelisahan saya dan juga untuk beberapa pemahaman yang datang pada saya berkaitan dengan hal itu. Saya merasa saya diberkati walaupun rasanya masih perlu waktu yang lama sebelum saya bisa memberikan jawaban yang serius dan bertanggungjawab terhadap pertanyaan itu.
by: capung

Belum ada Komentar untuk "Sebuah Pertanyaan?????"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel