Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019

Berikut ini adalah berkas Juknis Strategi Pembelajaran di RA (Raudhatul Athfal) 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765. Download file format PDF.

 Berikut ini adalah berkas Juknis Strategi Pembelajaran di RA  Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019
Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019

Download Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019


Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019



Download File:
Download Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019.pdf

Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019 

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2765 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS STRATEGI PEMBELAJARAN
DI RAUDHATUL ATHFAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

Menimbang:
a. bahwa untuk mewujudkan pengalaman belajar anak yang bermutu pada Raudlatul Athfal diperlukan pedoman Strategi Pembelajaran di Raudhatul Athfal;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran di Raudhatul Athfal;

Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606);
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 ten tang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
  5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-lntegratif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
  6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
  7. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 66 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Ten tang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
  8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
  9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini;
  10. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
  11. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 2018 tentang Pedoman lmplementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PETUNJUK TEKNIS STRATEGI PEMBELAJARAN DI RAUDHATUL ATHFAL.

KESATU
Menetapkan Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran di Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KEDUA
Petunjuk Teknis Teknis Strategi Pembelajaran di Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.

KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 2019

LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2765 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS STRATEGI PEMBELAJARAN DI RAUDHATUL ATHFAL

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini adalah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, emosi, dan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku), pendidikan agama, bahasa serta komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Raudhatul Athfal (RA) sebagai satuan Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Islam di bawah pembinaan Kementerian Agama memiliki perbedaan dengan pendidikan anak usia dini secara umum. RA menitikberatkan pada aspek perkembangan anak, transformasi dan internalisasi nilai-nilai spiritual keislaman. Standar mutu RA terletak pada nilai-nilai keagamaan yang melekat pada seluruh komponen RA, antara lain pada pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, maupun lingkungan yang kondusif.

Keunikan dan tahap perkembangan anak agar dapat tumbuh secara optimal dibutuhkan strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif dari pendidik. Peran pendidik dalam pengembangan pembelajaran RA sangat menentukan keberhasilan anak dalam memperoleh pengalaman belajar. Oleh karena itu strategi pembelajaran sangat dibutuhkan agar proses pembelajaran di RA dapat berkembang dengan optimal dan efektif. Pendidik yang profesional diharapkan mampu menyusun strategi pembelajaran yang memenuhi kriteria dan prinsip pendidikan anak usia dini,

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI menerbitkan Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran RA.

B. Tujuan

Tujuan Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran ini sebagai pedoman pendidik untuk menentukan dan menerapkan strategi pembelajaran RA.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dibahas dalam Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran yaitu:
  1. Konsep pembelajaran di RA
  2. Prinsip Pembelajaran RA
  3. Pendekatan pembelajaran RA
  4. Strategi pembelajaran RA
  5. Metode pembelajaran RA
  6. Model pembelajaran RA

D. Sasaran

Sasaran dari Petunjuk Teknis Strategi Pembelajaran RA adalah pengelola, pelaksana, penyelenggara, dan pemangku kepentingan penyelenggaraan RA.


BAB II KONSEP PEMBELAJARAN RA

A. Konsep Pembelajaran RA

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan konsep tersebut, maka sedikitnya ada empat hal yang perlu dicermati lebih lanjut, yaitu:
  1. Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, berarti proses pendidikan di RA bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal, tetapi proses yang bertujuan sehingga segala aktivitas belajar yang dilakukan pendidik dan anak diarahkan pada pencapaian tujuan.
  2. Proses pendekatan yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang bermakna bagi anak.
  3. Suasana pembelajaran diarahkan agar anak dapat mengembangkan potensi dirinya, hal ini berarti proses pendidikan harus berorientasi pada pembelajaran berpusat pada anak.
  4. Akhir dari proses pembelajaran adalah kemampuan anak untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, keterampilan sosialisasi dengan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, dan pengembangan keterampilan.

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran menghasilkan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, pembelajaran di RA dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Aspek perkembangan anak.
Pembelajaran pada RA wajib memperhatikan aspek perkembangan anak. Kehidupan bermain dan fase-fase perkembangan fisik dan psikis pada anak harus menjadi orientasi aktifitas pembelajaran.

2. Ciri khas karakter Islami.
Pembelajaran di RA harus diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Karakter Islami dibentuk melalui proses pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran. Nilai-nilai agama islam harus mendasari cara berfikir, bersikap dan bertindak para pendidik. Hubungan pendidik dengan anak dibangun atas dasar mahabbah fillah (rasa kasih-sayang karena Allah Swt.), bukan hubungan transaksional-materealistik. Dengan demikian, aktifitas pembelajaran merupakan ibadah yang tidak terpisah dengan ikhtiyar duniawi.

3. Kecakapan abad 21 dalam Pembelajaran.
Pembelajaran abad 21 pada RA meletakkan dasar-dasar kompetensi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global. Kompetensi tersebut yaitu berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Dasar kompetensi berpikir kritis pada anak RA dilatih melalui belajar mandiri, menyelesaikan masalah, menghadapi kesulitan, menumbuhkan budaya bertanya, keberanian mengungkapkan ide, dan membangkitkan rasa mgm tahu dalam pembelajaran yang dikondisikan oleh pendidik.

Dasar kompetensi kreatif anak RA dibangun berdasarkan penghargaan yang diberikan oleh pendidik sehingga anak mampu menampilkan kemampuan yang lebih baik. Selain itu, sikap terbuka dan responsif dari pendidik terhadap pendapat yang berbeda-beda melatih anak mencari alternatif dan gagasan baru.

Dasar keterampilan berkolaborasi anak RA dilatih dalam berternan, kerjasama kelompok, kepemimpinan, beradaptasi dalam aktifitas di berbagai lingkungan belajar, budaya tertib dan antri, dan lain-lain. Dasar keterampilan komunikasi anak RA dilatih dalam aspek pengembangan bahasa melalui bercerita, tanya jawab, berdialog dan aktifitas literasi lainnya.

B. Prinsip Pembelajaran RA

Proses pembelajaran pada RA hendaknya menganut prmsrp pembelajaran yang mampu mengembangkan karakter Islarni sesuai dengan perkembangan anak usia dini melalui bermain. Terdapat tujuh (7) prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan terutama saat merencanakan, melaksanakan maupun mengevaluasi pembelajaran di RA, sebagai berikut:

1. Prinsip Motivasi
Motivasi berkaitan erat dengan kebutuhan. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut. Keyakinan bahwa manusia dapat mengubah dirinya akan memotivasi dan mengubah tingkah laku manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Ar-Ra'du ayat 11:
Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya sendiri".

Pendidik RA diharapkan mampu menumbuhkan ekspektasi tinggi dan keyakinan bahwa anak dapat mencapai harapannya. Dengan demikian maka dalam diri anak akan termotivasi belajar, dan beraktifitas dengan sungguh-sungguh.

Di samping itu pendidik RA diharapkan mampu menciptakan suasana yang mendorong semangat belajar, minat, kreatifitas, dan kemandirian anak sesuai dengan karakteristik, potensi, tingkat perkembangan dan kebutuhannya.

2. Prinsip Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan berkaitan dengan psikologi daya mengamati, menanggap, mengingat, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.

Dalam Al-Quran terdapat sebuah ayat yang menjelaskan pentingnya metode "pengulangan", yaitu dalam Al-Quran Surat Al- Isra' ayat 41:
Artinya: "Al-Quran ini kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan) agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka Zari (dari kebenaran)".

Dan pada Surat Ar-Rahman ayat 13:
Artinya: "Maka nikmat Tuhan. kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Pada ayat ini terjadi pengulangan banyak sekali, hal tersebut memberikan petunjuk bahwa pembelajaran perlu ada proses pengulangan.

Metode Qurani berupa pengulangan ini sangat bermanfaat jika diterapkan dalam pembelajaran, yaitu pengembangan nilai-nilai karakter (akhlak) pada anak. Akhlak terbentuk melalui pengajaran (ta'lim), keteladanan (uswah), pembiasaan serta pemberian motivasi (targhib) dan penegakan aturan secara tepat (tarhib).

3. Prinsip Perhatian
Al-Quran mengisyaratkan pentingnya perhatian dalam memahami dan belajar sebagaimana dalam firman Allah SWT pada Al-Quran Surat Al-A'raf ayat 204:
Artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik- baik; dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat."

Prinsip mengambil perhatian iru diimplementasikan dalam pembelajaran, melalui metode cerita, kisah, nasihat, pelajaran, dan seruan kepada tauhid yang terkandung di dalam Al-Quran menjacti faktor penting dalam membangkitkan perhatian anak.

4. Prinsip Partisipasi Aktif
Pendidik harus menciptakan suasana yang mendorong anak aktif mencan, menemukan, menentukan pilihan, berani mengemukakan pendapat, dan melakukan sendiri.

Implementasi pembelajaran partisipasi aktif dapat dilakukan antara lain:
a. Pelibatan secara aktif kepada anak dalam setiap kegiatan dan permainan.
b. Latihan praktik dengan menugaskan anak untuk melaksanakan bermacam-macam ibadah, misalnya praktik/latihan wudhu, melaksanakan shalat, dan lain-lain;
c. Pembiasaan dalam kebersihan, keteraturan, kesabaran, dan ketekunan, seperti latihan puasa yang mengajarkan orang-orang muslim taat dan sabar dalam menghadapi kesulitan.

5. Prinsip Pentahapan
Kegiatan pembelajaran RA dilakukan dengan mengikuti proses tahap demi tahap, dari ha! yang mudah ke yang sulit, dari hal yang kongkrit ke abstrak, dan dari ha! yang dekat dengan anak ke yang jauh, dan dari ha! yang sederhana ke yang kompleks. Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Isra, ayat 106:
Artinya: "Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur- angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian".

6. Prinsip Perubahan Perilaku
Pembelajaran RA mengarusutamakan pada mempertahankan fitrah kebaikan pada anak dan mengubah akhlak buruk menjadi lebih baik. Upaya ini dilakukan melalui pembersihan akhlak yang buruk (takhliyah) dan menghiasi dengan akhlak yang mulia (tahliya). Hal ini dapat dilakukan oleh pendidik dengan mendampingi anak, memberikan penguatan untuk setiap perilaku baik dan konsekuensi untuk setiap perilaku buruk.

Al-Quran menganjurkan adanya perubahan, seperti pada surat Al-Anfal ayat 53:
Artinya: "(Siksaan) yanq demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa uang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar laqi Maha Mengetahui."

7. Belajar Melalui Bermain
Bermain berfungsi sebagai pelepasan energi, rekreasi, dan emosi sehingga anak merasa nyaman dan gembira. Dengan demikian kegiatan belajar melalui bermain sangat memungkinkan terserap secara optimal target belajar yang diharapkan.

Pendidik RA membimbing anak dalam permainan aktif dan pasif, serta permainan indoor maupun outdoor. Pendidik RA harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan metode Bermain, Cerita dan Menyanyi (BCM) maupun penggunaan strategi lainnya dengan mengusung nilai-nilai pendidikan dan akhlak Islami.


BAB III PENDEKATAN, STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN RA

A. Pendekatan Pembelajaran RA
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui oleh setiap pendidik, khususnya para pendidik RA tentang pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran sebagai berikut:
  1. Pendekatan Pembelajaran, dapat diartikan sebagai sudut pandang tentang proses pembelajaran yang masih bersifat umum. Di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
  2. Strategi Pembelajaran, merupakan serangkaian rencana pengelolaan pembelajaran yang berisi kegiatan yang dilakukan pendidik dan anak, termasuk di dalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan sumber/media belajar untuk mencapai tujuan belajar.
  3. Metode Pembelajaran, yaitu cara yang ditempuh untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis guna mencapai tujuan pembelajaran.
  4. Teknik Pembelajaran, merupakan suatu cara yang dilakukan pendidik dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Ketika pendidik menerapkan teknik pembelajaran, maka di dalamnya tercakup juga pola dan gaya mengajar. Seperti teknik bertanya, teknik memberi penguatan, teknik merespon jawaban anak, dan seterusnya.
  5. Model Pembelajaran, yaitu suatu desain atau rancangan yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi dalam pembelajaran sehingga terjadi perubahan pada diri anak.

Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan Kurikulum RA adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Pembelajaran yang Islami, meliputi:
a. Pendekatan Akal (ma'rifi)
Akal dijadikan alat untuk membuktikan suatu kebenaran. Dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 58 Allah SWT berfirman:
Artinya: "Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan, yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal".

Secara umum, perkembangan nilai keagamaan pada anak identik dengan pemahamannya akan keberadaan Allah Swt. Pendidik RA diharapkan dapat memahami dan menyesuaikan metode pengajaran untuk mengenalkan anak dengan Allah Swt melalui pemanfaatan potensi akal serta menggunakan alam sekitar sebagai media pembelajarannya.

b. Pendekatan Perasaan (wijdaniy)
Pendekatan perasaan ini seringkali digunakan agar mampu meyakini, memahami, dan menghayati ajaran agama Islam yang dianutnya. Hal ini dapat dilihat di dalam Al-Quran Surat Al- Anfal ayat 2,
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada tuhan mereka bertawakal".

Pendekatan ini sejalan dengan potensi fitrah pada diri anak yang cenderung pada kebaikan, ketulusan, kasih sayang, maupun keimanan kepada Allah Swt SangPencipta alam semesta. Pendidik RA diharapkan dapat mengutamakan pendekatan rasa kasih sayang dalam menyikapi perilaku anak. Dengan demikian, anak terbiasa merespon seperti yang pendidik lakukan sehingga pada akhirnya sikap kasih sayang dan kepekaan pada anak menjadi terasah.

c. Pendekatan induksi (istiqra'z)
Pendekatan Induksi merupakan pendekatan yang dilakukan dari hal-hal atau peristiwa yang khusus untuk menentukan prinsip, aturan, dan fakta yang bersifat umum.

Langkah-langkah pendekatan induktif yaitu:
1) Memilih dan menentukan bagian dari pengetahuan pokok bahasan yang akan diajarkan;
2) Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prmsip atau aturan umum itu sehingga memungkinkan peserta didik menyusun hipotesis;
3) Menyajikan bukti-bukti dalam bentuk contoh; dan
4) Menyusun pernyataan tentang kesimpulan.

Sebagai salah satu cara melatih anak berpikir logis, pembelajaran di RA perlu menggunakan pendekatan induksi. Pendekatan induksi dapat dilakukan dengan cara pendidik mengkondisikan anak untuk melakukan identifikasi benda- benda di sekitarnya untuk kemudian mengklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu.

d. Pendekatan deduksi (istidlali)
Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi materi/tema, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran RA adalah:
1) Pendidik memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif;
2) Pendidik menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh;
3) Pendidik menyajikan contoh-contoh khusus agar peserta didik dapat menyusun hubungan antara khusus dengan aturan prinsip umum;
4) Pendidik menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus.

e. Pendekatan Individu (Ifrady)
Pendekatan Individu adalah pendekatan yang dilakukan untuk memberikan perhatian kepada peserta didik dengan memperhatikan masing-masing karakter yang ada pada peserta didik. Pendekatan individual ini dapat dilihat di dalam Al-Quran Surat Al-Lail ayat 3-4, dan Surat Al-Isra' ayat 21 sebagai berikut:
Artinya: "Dan penciptaan Zaki-Zaki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda".

Artinya: "Perhatikan bagaimana kami melebihkan sebagaian mereka atas sebagaian yang lain"

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa perilaku dan karakter setiap anak berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan atas yang lain. Bagi seorang pendidik RA hendaknya memahami dan menyadari perbedaan tersebut sehingga mampu berbuat yang terbaik untuk mereka.

f. Pendekatan kelompok (ijtima'z)
Pendekatan ini melihat anak sebagai makhluk sosial yang memerlukan bimbingan dalam bersosialiasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Pendidik RA dapat mengelompokkan anak ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kondisi kelas yang bergairah dalam belajar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al- Maidah ayat 2:

Artinya: "Bertolong-tolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya".

2. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
a. Pengertian Pendekatan Saintifik RA
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik membangun kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilannya melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan.

Pendekatan saintifik merupakan salah satu pendekatan dalam membangun cara berpikir agar anak memiliki kemampuan menalar yang diperoleh melalui proses mengamati sampai pada rnengomunikasikan hasil pikirnya. Hal mi didasarkan pada pemikiran Piaget yang mengatakan bahwa "Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman yang diperolehnya". Vygotsky berpendapat bahwa Lingkungan, termasuk anak lain atau orang dewasa dan media sangat membantu anak dalam belajar untuk memperkaya pengalaman anak.

Pendekatan saintifik tidak diartikan sebagai belajar sain, tetapi menggunakan proses ilmiah dalam kegiatan belajar. Pendekatan saintifik dapat diimplementasikan dalam tiap lingkup perkembangan anak. Dalam pembelajaran saintifik diharapkan tercipta kondisi pembelajaran yang memunculkan rasa ingin tahu, membangkitkan kemauan untuk menjawab rasa ingin tahu mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, mencoba, dan upaya lainnya. Pendekatan saintifik digunakan pada saat anak terlibat dalam kegiatan utama baik saat pijakan maupun kegiatan inti. Proses mengumpulkan, mengolah informasi dan merupakan langkah mengomunikasikan yang diketahuinya pengembangan berpikir kritis.

b. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
1) Mendorong anak agar memiliki kemampuan berpikir kritis, analitis, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah.
2) Memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna kepada anak dengan mendorong anak melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
3) Mendorong anak mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan bukan hanya diberi tahu.
4) Agar anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode ilmiah, sehingga anak menjadi terampil dan terbantu dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.
5) Agar anak memiliki sikap ilmiah mendasar, seperti tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.
6) Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya. Pembelajaran sains untuk anak usia dini difokuskan pada pembelajaran mengenal diri sendiri, alam sekitar, gejala alam dan fenomena sosial.
7) Memfasilitasi dan mengembangkan sikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggungjawab, bekerjasama, dan mandiri dalam kehidupannya.
8) Membantu anak agar mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran RA adalah sebagai berikut:
1) Pendidik membimbing anak belajar dari kenyataan;
2) Mendorong anak untuk terlibat langsung dalam pengamatan;
3) Belajar dengan cara berbuat/melakukan aktifitas;
4) Belajar dilandasi perasaan senang;
5) Belajar bersifat menantang untuk mengasah kemampuan berpikir anak;
6) Kegiatan pembelajarannya tidak memisahkan dari kebutuhan bermain;
7) Pendidik senantiasa mengarahkan pada kebesaran Allah SWT dibalik fenomena alam dan sosial.

d. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik
Pembelajaran saintifik dilakukan melalui tahapan sesuai bagan dan penjelasan sebagai berikut:

1) Mengamati (Observing)
Tahap mengamati dilakukan dengan cara pendidik menyajikan fenomena sosial, alam, dan fenomena lainnya melalui gambar, video, benda nyata dan sebagainya untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak selanjutnya pendidik membangkitkan keberanian anak untuk bertanya atau mengungkapkan pendapat.

Mengamati berarti kegiatan menggunakan semua indera (penglihatan, pendengaran, penghiduan, peraba, dan pengecap) untuk mengenali suatu benda yang diamatinya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam proses mengamati maka semakin banyak informasi yang diterima dan diproses dalam otak anak.

2) Menanya (Questioning)
Tahap menanya dilakukan pendidik dengan menstimulus dan mendorong anak agar berani mengajukan pertanyaan sesuai dengan rasa ingin tahunya.

Menanya merupakan proses berfikir yang didorong oleh minat keingintahuan anak tentang suatu benda atau kejadian. Pada dasarnya anak adalah seorang peneliti yang handal. Ia selalu ingin tahu tentang segala sesuatu yang ditangkap inderanya. Ia sering bertanya, yang terkadang pertanyaannya sangat di luar dugaan orang dewasa. Anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang telab diamati maupun hal-hal lain yang ingin diketahui.

Kegiatan menanya memberi kesempatan anak untuk menanya tentang apa yang dilihat, disimak, dan dibaca dari objek yang konkret samapai abstrak berkenaan dengan fakta, konsep dan prosedur. Menanya sebagai salah satu proses mencan tahu atau mengkonfirmasi atau mencocokkan pengetahuan yang sudah dimiliki anak dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh pendidik untuk mendukung kemampuan menanya adalah sebagai berikut:
a) Pada dasarnya anak senang bertanya. Saat anak tidak punya gagasan untuk bertanya, pendidik boleh memancmgnya, misalnya: "waktu. kita petik tadi bunganya masih seqar, kenapa sekarang menjadi layu ya?"
b) Apabila anak bertanya dengan pertanyaan demikian, sebaiknya pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir mencari jawaban, seperti: "owh iya ya... , Mengapa demikian ya ... , menurut kamu kenapa?"
c) Bila ada buku yang sesuai, ajaklah anak untuk mencari jawabannya di buku. Selain mengenalkan buku sebagai sumber ilmu sejak dini, misalnya: "mari kiia lihat di buku ini ... , gambar ini ... "dan lain sebagainya.

3) Mengumpulkan Informasi (Collecting)
Tahap mengumpulkan informasi dapat dilakukan dengan cara pendidik mendorong anak untuk aktif mengumpulkan informasi dan bereksplorasi. Mengumpulkan informasi dilakukan melalui beragam cara, misalnya dengan melakukan aktifitas langsung, mencoba, mendiskusikan, membaca buku, mewawancara.

Mengumpulkan data adalah suatu proses yang sangat diminati anak. Dalam proses ini anak melakukan trial and error (mencoba-gagal-mencoba). Anak senang mengulang- ulang kegiatan yang sama tetapi dengan cara bermain yang berbeda. Bentuk dukungan pendidik untuk membangun kemampuan anak di tahap ini adalah:
a) Saat anak bermain ia membutuhkan waktu untuk menerapkan gagasannya, karenanya berikan waktu untuk menerapkan gagasannya melalui bahan dan alat yang digunakannya.
b) Apabila anak tidak memiliki gagasan ketika bermain, maka pendidik dapat memberi contoh awal, sehingga selanjutnya anak dapat melakukan sendiri.
c) Apabila anak sudah selesai, pendidik dapat memperluas gagasan dengan cara memberi pertanyaan terbuka, seperti: "Sudah banyak daun bunga besar yang ditempel, maka di manakah tempat menempel daun yang kecil-kecil?"

4) Mengasosiasi/Menalar (Associating)
Tahap mengasosiasi ini dilakukan dengan cara pendidik mengkondisikan agar anak dapat menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperolehnya atau yang ada di sekitarnya untuk menghasilkan kesimpulan. Contoh, anak belajar tentang bentuk segitiga melalui potongan kertas yang telah disiapkan. Pendidik mengajak anak untuk menemukan benda-benda yang ada di sekitarnya yang pendidik sudah mengasosiasikan/menghubungkan pengetahuan baru tentang segitiga dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.

Proses asosiasi dapat terlihat saat anak mampu:
a) Menyebutkan perasaan: "... berarti itu sama dengan ... "
b) Menyebutkan perbedaan: "kalau ini .... tapi itu ... "
c) Mengelompokkan: "jadi, mawar dan melati itu sama- sama bunga ... "
d) Membandingkan: "daun ku lebih besar dari daun kamu" Kemampuan di atas tergantung pada kemampuan dan usia anak.

5) Mengkomunikasikan (Communicating)
Tahap menkomunikasi ini dilakukan dengan cara pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk mengkomunikasikan proses sebelumnya berupa pengetahuan yang baru, hasil karya dan hasil kesimpulan lainnya.

Mengkomunikasikan merupakan menyampaikan hal-hal yang telah  kegiatan dipelajari untuk dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, atau dengan menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari plastisin, lipatan, anyaman dan lain sebagainya.

Proses mengkomunikasikan adalah proses penguatan pengetahuan terhadap pengetahuan baru yang didapat anak. Kegiatan mengkomunikasikan yang senng dilontarkan anak, misalnya: "Bu, aku tahu, kalau " Tetapi mengkomunikasikan tidak hanya disampaikan melalui ucapan, tetapi dapat juga disampaikan melalui hasil karya. Biasanya anak menyampaikannya dengan cara menunjukkan karyanya. "Bu guru, lihat... ! Aku sudah selesai membuat ... "

Dukungan pendidik yang tepat akan menguatkan pemahaman anak terhadap konsep pengetahuannya, proses berpikir kritis dan kreatifnya terus tumbuh. Sebaliknya jika pendidik mengabaikan pendapat anak atau bahkan menyalahkannya, maka keinginan untuk mencari tahu dan mencoba hal yang baru menjadi hilang.

Dukungan pendidik saat anak mengkomunikasikan karyanya adalah perhatian yang tulus. Contoh dukungan pendidik saat anak mengkomunikasikan karyanya, yaitu: "Bu guru, lihat ... ! aku sudah. membuat ini.... " Tanggapan pendidik: "Masya Allah, bagus! Oya.. , bisakah kamu ceritakan kepada ibu guru bagaimana kamu bisa membuatnya?"

Untuk penguatan, pendidik dapat menyatakan:
"Alhamdulillah, kamu. hebat! Kamu berhasil menyelesaikan tugasmu dengan baik. Apakah kamu mau membuatnya lagi atau mencoba kegiatan main yang lain?"

3. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Leaming) merupakan konsep belajar yang membantu guru rnengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hubungan ini kemudian dikembangkan dalam pembelajaran menggunakan tema-tema tertentu agar anak mampu memahami konsep materi dan hubungannya dengan lingkungan di sekitar. Inilah yang mendasari penggunaan pendekatan tematik terpadu di RA.

Pendekatan tematik terpadu (tematik integratif), merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai konsep dasar yang berkaitan maupun integrasi antarkompetensi, baik sikap, pengetahuan dan keterampilan ke dalam berbagai tema. Terna berfungsi merajut makna berbagai konsep dasar sehingga anak memahaminya secara utuh. Terna diambil dari pengalaman yang dekat dengan kehidupan nyata anak sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna.

B. Strategi Pembelajaran RA

Untuk mengaplikasikan hasil beiajar, pendidik RA sebagai pendorong utama dan pelaksana kegiatan belajar, harus memiliki kemampuan mengembangkan strategi pembelajaran. Suasana dan pembelajaran itu diarahkan agar anak dapat mengembangkan potensi dirinya melalui aktifitas bermain yang lebih aplikatif. Pembelajaran bagi anak usia dini, lebih banyak aktifitas uji coba, bermain sosial seperti halnya bermain peran, dan kegiatan stimulatif lainnya.

Strategi pembelajaran sangat dibutuhkan agar proses belajar mengajar dapat tercapai dengan optimal sesuai dengan yang direncanakan Pendidik sebagai orang terdekat dengan kehidupan anak di luar lingkungan keluarga yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Oleh karena itu, mengenali dan memahami sifat anak merupakan bekal yang sangat berharga bagi pendidik agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi dan metode yang tepat dalam setiap kegiatan belajar (bermain) yang diselenggarakan, sesuai dengan usia, tahap perkembangan, kebutuhan, minat belajar anak.

Pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi harus mengembangkan aspek lain, yaitu afektif dan psikomotor. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus mengembangkan aspek-aspek tersebut secara integrasi.

Ada beberapa jenis strategi pembelajaran untuk RA, antara lain:
  1. Strategi pembelajaran langsung, yaitu materi pembelajaran disajikan langsung pada anak dan langsung mengolahnya, misalnya bermain balok, puzzle, melukis dan lain-lain. Diharapkan anak bekerja secara menyeluruh dan peran pendidik hanya sebagai fasilitator.
  2. Strategi belajar individual, dilakukan oleh anak secara mandiri. Kecepatan dan keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh masing-masing individu anak yang bersangkutan.
  3. Strategi belajar kelompok. Bentuk belajar kelompok bisa dalam pembelajaran kelompok besar dan kelompok kecil. Strategi kelompok menganggap setiap individu sama.

Beberapa kriteria yang penting untuk menjadi pertimbangan pendidik dalam memilih strategi pembelajaran RA, adalah sebagai berikut:
  1. Karakteristik tujuan pembelajaran, yaitu mengembangkan domain fisik-motorik, kognitif, sosial emosi, bahasa, dan estetika. Selain dari aspek domain tersebut, dapat juga untuk mengembangkan pemahaman anak mengenai nilai-nilai, etika dan sebagainya.
  2. Karakteristik anak sebagai peserta didik baik usianya maupun kemampuannya. Setiap anak memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda. Pendidik harus terlebih dahulu peka dalam membaca dua ha! tersebut, sehingga dapat membuat strategi yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak didiknya agar tidak terjadi suatu pemaksaan terhadap kemampuan anak.
  3. Karakteristik tempat yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran apakah di luar atau di dalam ruangan. Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, penting bagi pendidik dalam merancang strategi pembelajaran, untuk memikirkan juga tempat yang akan dipakai agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, sentra bermain alam agar dilakukan di luar ruangan, dikarenakan kegiatan dalam sentra tersebut lebih banyak menggunakan bahan-bahan sifat cair, sehingga akan terhindar dari terjatuhnya anak karena lantai yang licin, dan sebagainya.
  4. Karakteristik tema atau bahan ajar yang akan disajikan kepada anak. Pendidik dapat melibatkan orang tua dan lingkungan sekitar sekolah dalam menetapkan tema dan bahan ajar untuk anak. Misalnya, pendidik dapat memaksimalkan kekayaan alam yang ada di sekitar lingkungan sekolah untuk dijadikan bahan ajar. Dengan memaksimalkan potensi alam di sekitar lingkungan anak, maka anak akan menjadi lebih peka terhadap lingkungannya. Selain memaksimalkan potensi alam, dapat juga memaksimalkan potensi dari para orangtua. Misalnya, dengan mengundang orangtua dengan profesi tertentu sebagai pendidik tamu pada saat membahas tema yang sesuai. Dengan begitu anak didik akan merasa bangga dengan orangtua mereka, dan bersemangat dalam kegiatan tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memotivasi anak agar menaruh minat yang besar pada setiap kegiatan yang akan disajikan.
  5. Karakteristik pola kegiatan. Pendidik perlu memikirkan cara penyampaian bahan ajar atau materi agar dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh anak didik. Pengarahan materi yang baik, akan terlihat dari cara anak dalam bekerja. Anak akan bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan oleh pendidik sebelumnya. Apabila arahan tidak diberikan dengan baik, maka anak akan lebih banyak bertanya atau terlihat bingung untuk memulai kegiatan.

Beberapa prinsip terkait dengan penentuan strategi pembelajaran RA adalah sebagai berikut:

1. Berorientasi pada tujuan
Pembelajaran adalah proses kegiatan yang bertujuan. Keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat diukur melalui keberhasilan anak didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian pengembangan strategi pembelajaran di RA, pendidik senantiasa wajib memperhatikan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Aktivitas
Pembelajaran bukan saja menghafal fakta atau sekedar informasi, tetapi pembelajaran adalah berbuat untuk memperoleh pengalaman baru. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong anak didik untuk banyak melakukan uji coba dan permainan-permainan baru, meliputi aktifitas yang bersifat psikis seperti aktifitas mental.

3. Keunikan Anak
Masa usia dini kita kenal dengan masa "golden age" atau "usia kritis" yang sangat cepat dan dapat menentukan kehidupan selanjutnya. Pada masa ini anak memiliki potensi, bakat dan minat yang berbeda-beda (keunikan), mereka memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda, bahkan ada anak yang tergolong anak berkebutuhan khusus. Dengan demikian dalam pengembangan strategi pembelajaran di RA, pendidik wajib memperhatikan setiap keunikan anak.

4. Integrasi
Pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi mengembangkan aspek lainnya seperti aspek afektif dan psikomotor secara terintegrasi. Misalkan dengan metode diskusi, maka tidak hanya mendorong intelektual anak didik, tetapi mereka didorong secara keseluruhan untuk bersikap jujur, tenggang rasa, empati dan lainnya.

5. Interaktif
Interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari pendidik ke anak, melainkan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang anak untuk belajar. Dengan demikian melalui proses interaksi memungkinkan anak berkembang baik mental maupun intelektual.

6. Inspiratif
Inspiratif mengandung makna agar setiap anak didik selalu mencoba dan melakukan hal-hal yang baru dengan mendapatkan informasi dan dapat memecahkan masalahnya sendiri. Dengan demikian pendidik harus memberikan kesempatan kepada setiap anak agar dapat berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya.

7. Menyenangkan
Menyenangkan mengandung makna bahwa pembelajaran untuk anak didik harus terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu pendidik harus mengupayakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, dimulai dengan penataan lingkungan main yang apik dan menarik, serta memenuhi unsur kesehatan, mulai dari kebersihan lingkungan main, pengaturan cahaya apabila belajar di dalam ruangan, ventilasi yang baik, dan memenuhi unsur keindahan, cat dinding yang segar dan bersih, lukisan dan karya-karya anak yang tertata rapi, media dan sumber belajar yang relevan, dan bahasa tubuh pendidik yang mampu membangkitkan motivasi belajar anak didik.

8. Menantang
Menantang mengandung makna bahwa pembelajaran adalah proses yang menantang anak didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir untuk merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan menantang dapat terstimulasi melalui kegiatan bermain yang memanfaatkan bahan permainan, misalnya daun-daunan, tanah liat, lumpur, dan lain-lain, sehingga secara tidak langsung anak sudah berpikir secara intuitif atau terdorong untuk bereksplorasi.

9. Motivasi
Motivasi mengandung makna dorongan dari dalam jiwa anak didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri anak didik manakala anak didik merasa membutuhkan. Oleh karena itu pendidik harus dapat menunjukkan pentingnya setiap anak mempunyai pengalaman dan materi belajar untuk kebutuhan dirinya, dengan demikian anak didik belajar tidak sekedar memperoleh nilai atau pujian melainkan didorong oleh rasa ingin tahu sesuai kebutuhannya.

10. Inovatif dan kreatif
Inovatif dan kreatif adalah proses pembelajaran yang mengembangkan atau menciptakan ide dan cara baru yang berbeda dari sebelumnya, sesuai dengan karakteristik pembelajaran abad 21.

Strategi pembelajaran berkaitan dengan pengorganisasian belajar, yaitu pengaturan ruang belajar yang disesuaikan dengan bentuk layanan, jumlah anak, dan kelompok usia anak yang dilayani. Pengorganisasian ruang belajar memperhatikan:

1. Jumlah Anak
Idealnya setiap anak membutuhkan ruang bergerak di dalam ruangan 3m2 per-anak. Namun demikian ruang belajar dalam (indoor) bukan satu-satunya tempat belajar anak. Ruang belajar yang bersifat bergerak (moving class) menjadi solusi bagi jumlah ruangan terbatas dengan jumlah anak banyak.

2. Kelompok Usia Anak
Kelompok usia anak mempengaruhi penataan ruangan dan jumlah anak yang dapat diterima di satuan RA. Semakin muda anak yang dilayani, maka semakin luas keperluannya untuk bergerak. Dalam Standar RA ditetapkan Rombongan belajar untuk kelompok usia 4 - 6 tahun adalah 15 Anak per-kelompok.

3. Lingkungan Kondusif
Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh, dan anak lain. Lingkungan yang kondusif mampu mendorong munculnya proses pemikiran ilmiah. Lingkungan yang kondusif mencakup suasana yang baik, waktu yang cukup, dan penataan yang tepat. Waktu yang cukup dimaksudkan adalah cukup untuk bermain, beristirahat, maupun untuk bersosialisasi.

Suasana lingkungan yang mendukung anak belajar adalah sebagai berikut:
  1. Memberikan perlindungan dan kenyamanan saat anak bermain dengan bahan dan alat sesuai ide anak.
  2. Memberi kebebasan untuk anak melakukan eksplorasi dan eksperimentasinya.
  3. Memberi kesempatan anak untuk memberikan penjelasan ten tang cara kerja dan hasil yang dibuatnya.
  4. Menyediakan berbagai alat dan bahan yang dapat mendukung cara anak bermain.
  5. Memberi dukungan dalam bentuk pertanyaan yang mendorong anak mengembangkan ide, bukan memberi arahan untuk dilakukan anak.

Strategi pengelolaan kegiatan main anak meliputi kegiatan di dalam ruangan (indoor) ataupun kegiatan di luar ruangan (outdoor).

Penataan lingkungan yang mendukung belajar adalah lingkungan yang:
  1. Terjaga kebersihannya.
  2. Semua alat, perabot, dan kondisi ruangan dipastikan terjaga keamanannya.
  3. Ditata dengan rapi untuk membiasakan anak berperilaku rapi dan teratur.
  4. Ditata sesuai dengan tinggi badan anak untuk membangun perilaku mandiri.
  5. Menghargai perbedaan dan keistimewaan anak.
  6. Menghargai gagasan dan hasil karya anak tanpa membandingkan dengan anak lainnya.
  7. Memberi kesempaan pada anak melakukan dan menolong dirinya sesuai dengan kemampuannya untuk mendapatkan pengalaman bermain yang berharga.
  8. Memfasilitasi anak dengan beragam obyek baik alam maupun buatan yang menarik sehingga memunculkan rasa ingin tahu anak dan anak akan melakukan pengamatan, misalnya bunga- bunga, kolam ikan atau aquarium, sangkar burung atau kandang kelinci, dan lain-lain.

Untuk mewujudkan RA yang nyaman, bisa dimulai dari kelas yang ramah anak, yaitu kelas yang mendukung proses pembelajaran agar anak aktif mengembangkan potensi dirinya dengan cara yang menyenangkan.

Konsep kelas ramah anak memastikan setiap anak berada dalam lingkungan yang aman secara fisik, melindungi secara emosional, dan mendukung secara psikologis. Pendidik menjadi faktor utama dalam menciptakan kelas yang inklusif dan efektif. Kelas ramah anak mengakui, mendukung, memfokuskan dan memfasilitasi kemampuan anak untuk berkembang secara bertahap.

Kelas ramah anak bertujuan untuk membangun lingkungan belajar di mana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Perlu ada suatu komunitas pada lembaga RA yang ramah dan terbuka terhadap kebutuhan kesehatan dan keamanan anak, dalam hal ini bekerjasama dengan steakholder.

Pengelolaan kelas ramah anak adalah di mana media pembelajaran dan alat-alat pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak yang ada pada kelas tersebut dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan setiap anak. Contoh apabila di kelas ada anak yang mempunyai hambatan gerak (memakai kursi roda), maka agar anak dapat menempelkan media pada papan tulis, hendaknya papan tulis diletakkan pada posisi yang dapat terjangkau oleh anak.

Terdapat langkah-langkah dalam menentukan strategim pembelajaran di RA, sebagai berikut:

  1. Hendaknya pendidik mengidentifikasi tujuan pembelajaran, meliputi pemahaman terhadap STPPA maupun Kompetensi Dasar.
  2. Mempertimbangkan karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran RA, kemudian menetapkan pendekatan, model serta metode yang akan digunakan dalam pembelajaran. Selanjutnya pendidik merumuskan aktifitas belajar, serta menentukan media dan bahan ajar yang akan digunakan dalam aktifitas tersebut.
  3. Mempertimbangkan dan menuliskan langkah-langkah yang akan ditempuh dari awal sampai akhir.
  4. Mempertimbangkan dan menetapkan jenis-jenis penilaian yangakan digunakan untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran. 

Alur Menentukan Strategi Pembelajaran RA

  1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran
  2. Mempertimbangkan karakteristik & prinsip pembelajaran RA, serta menetapkan aktifitas, media dan bahan ajar
  3. Mempertimbangkan dan menuliskan langkah-langkah yang akan ditempuh dari awal sampai akhir
  4. Mempertimbangkan clan menetapkan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran

Strategi pembelajaran berguna untuk melayani kebutuhan anak dalam belajar serta membimbing cara berpikir mereka dengan baik. Selain itu dengan menyusun suatu strategi pembelajaran, maka pendidik RA dapat memiliki gambaran tentang cara membantu anak mencapai aspek perkembangannya dengan terencana.

C. Metode Pembelajaran RA

Al-Quran maupun Alhadis mengisyaratkan adanya beberapa metode pembelajaran antara lain:

1. Metode Bercakap-cakap (hiwar), yaitu:

a. Hiwar khitabi (percakapan pengabdian), yaitu dialog antara Tuhan dan harnba-Nya, seperti firman Allah "Wahai orang-orang yang beriman", dan harnba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan "Kusambut panggilan Enqkau, ya Rabbi:'. Metode ini mengisyaratkan dialog yang disambut oleh lawan bicara dengan pikiran dan perasaannya.

b. Hiwar washfi (percakapan deskriptif), yaitu penggambaran secara jelas situasi orang yang sedang berdialog. Dengan hiwar ini tercipta suatu situasi psikis yang dihayati bersama secara riil oleh mereka yang terlibat berdialog.

c. Hiwar qishashi (percakapan berkisah), yaitu percakapan yang merupakan unsur dan uslub kisah dalam Al-Quran. Hiwar ini lebih tepat diberikan sebagai contoh setelah penjelasan materi pokok untuk menguatkan pesan yang terkandung di dalamnya. Biasanya diterapkan pada materi akidah dan akhlak.

d. Hiwar jadali (percakapan dialektis), yaitu jenis hiwar yang merupakan diskusi atau perdebatan yang bertujuan untuk mamantapkan hujjah kepada pihak lawan bicara. Dalam hiwar ini, segi logika akan nampak berada, namun demikian, sentuhan terhadap perasaan akan tetap dominan.

e. Hiwar nabawi, yaitu hiwar yang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Beliau menghendaki agar para sahabat mau mengajukan pertanyaan guna mendidik dan menyentuh perasaan, atau memuaskan fikiran dan menegakkan hujjah, serta memberi kepuasan kepada pihak lawan bicara.

f. Metode pembelajaran hiwar ini dapat diimplementasikan dengan cara pendidik mengkondisikan anak mau melakukan komunikasi secara interaktif antar anak maupun dengan pendidik.

2. Metode Kisah (peristiwa)
Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasan.

3. Metode melalui Perumpamaan (amtsal)
Metode perumpamaan berarti memberikan perumpamaan dalam suatu pernbicaraan, untuk menjelaskan sesuatu ha! atau isi yang mengungkapkan kebaikan dan keburukan (contoh Al-Quran Surat Al-Baqarah: 26).

4. Metode Latihan dan Pengalaman
Salah satu metode yang digunakan Rasulullah saw dalam mendidik para sahabat, yaitu metode latihan atau pembiasaan. Rasulullah Saw bersabda kepada mereka, "Sesungguhnya aku berbuat yang demikian itu agar kalian mengikutiku dan mempelajari shalatku".

5. Metode Praktis untuk Menghafal
Rasulullah Saw mengajarkan doa-doa yang penting dan ayat-ayat Al-Quran kepada para sahabat secara praktis. Rasulullah Saw membacakannya dan mengulanginya di hadapan mereka disertai dengan mendengarkan ayat dan doa tersebut, dengan maksud mendapatkan pembetulan. Metode praktis untuk menghafal, dimaksudkan menanamkan akhlak yang baik pada jiwa anak, sehingga tumbuh menjadi pribadi yang istiqomah dan bahagia, karena anak dapat merasa sukses dengan perilaku dan pekerjaannya.

6. Metode Hikmah dan Nasihat ('lbrah dan Mau'idzah)
Metode hikmah ('ibrah) adalah suatu kondisi yang memungkinkan peserta didik sebagai pembelajar dari pengetahuan yang kongkrit menuju pengetahuan yang abstrak. Sedangkan metode nasihat (Mau'idah/al-Wa'du), yaitu pemberian nasihat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara yang menyentuh qalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Seperti dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 232:
Artinya: "Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian kepada Allah dan hari kemudian".

7. Metode Targhib dan Tarhib
Tarqhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat. Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah. Metode targhib dan tarhib merupakan upaya menggugah dan mendidik perasaan Rabbaniyah yaitu perasaan khauf kepada Allah seperti dalam Al- Quran Surat Ali Imran ayat 175.

Dalam menentukan metode hendaknya disesuaikan dengan perkembangan anak, contoh: bercerita, bermain, ceramah, tanya jawab, menyanyi, karya wisata, proyek sederhana, bermain peran, demonstrasi, diskusi, dan sebagainya.


BAB IV MODEL PEMBELAJARAN RA

Di dalam suatu model mencakup adanya pendekatan, strategi, metode maupun teknik pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran di RA berkaitan dengan penataan lingkungan belajar anak. Lingkungan belajar anak sangat berpengaruh pada apa dan bagaimana anak belajar. Lingkungan belajar yang direncanakan, dimanfaatkan serta dirawat sedemikian rupa dapat meningkatkan kemampuan belajar anak, kemauan mengeksplorasi, bereksperimen atau memanipulasi alat main secara bermakna, menyenangkan dan menantang.

Terdapat beberapa model pembelajaran berbasis pengelolaan kelas RA. Model pembelajaran yang dipilih ditentukan penataan lingkungan belajar yang memungkinkan anak untuk bekerja, bergerak dan berkembang secara be bas. Model pembelajaran RA tersebut antara lain:

1. Model klasikal
Model pembelajaran klasikal adalah pola pembelajaran dimana dalam waktu dan kegiatan yang sama dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas. Model pembelajaran ini merupakan model yang paling awal digunakan, dengan sarana pembelajaran yang pada umumnya sangat terbatas, serta kurang memperhatikan minat individu anak.

2. Model Kelompok dengan Kegiatan Pengaman
Model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman adalah pola pembelajaran di mana anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Dalam satu kali pertemuan anak harus menyelesaikan 2-3 kegiatan dalam kelompok secara bergantian. Apabila dalam pergantian kelompok, terdapat anak-anak yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari pada temannya, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain sejauh di kelompok lain tersedia tempat. Namun apabila tidak tersedia tempat, maka anak tersebut dapat bermain pada tempat tertentu di dalam kelas yang telah disediakan guru yang disebut dengan kegiatan pengaman. Pada kegiatan pengaman sebaiknya disediakan alat-alat yang lebih bervariasi dan sering diganti disesuaikan dengan tema atau sub tema yang dibahas.

Kegiatan pengaman berfungsi sebagai: (1) Kegiatan alternatif bagi anak yang lebih cepat menyelesaikan kegiatan dikelompoknya; dan (2) Sarana transisi anak untuk berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya; (3) melatih kesabaran dan mengendalikan perilaku anak saat menunggu giliran; serta (4) pemenuhan minat anak terhadap kegiatan yang disediakan pendidik.

Pada kegiatan pengaman, harus mempertimbangkan karakteristik dan minat anak terhadap kegiatan, bahan dan alat main, atau apapun yang ada di lingkungan sekitar anak. Oleh karena itu, penataan seluruh kegiatan, baik kegiatan kelompok maupun kegiatan pengaman, sebaiknya tetap memperhatikan kecukupan tempat dan jenis main yang disediakan dengan menggunakan bahan dan alat-alat yang lebih bervariasi, disesuaikan dengan tema/subtema yang dibahas.

3. Model Sudut
Model pembelajaran ini merupakan model yang memperhatikan minat anak dengan pengelolaan kelas berupa 2-5 sudut di dalam kelas sesuai program yang direncanakan. Sudut-sudut yang dimaksud adalah sudut ketuhanan, sudut keluarga, sudut alam sekitar dan pengetahuan, sudut pembangunan dan sudut kebudayaan.

Model pembelajaran sudut memberikan kesempatan kepada anak didik belajar dekat dengan kehidupan sehari-hari. Model ini bersumber pada teori pendidikan dan perkembangan Montessori. Berikut karakteristik model sudut:

a. Praktek kehidupan
Anak-anak dikenalkan dengan berbagai kegiatan ha! dalam kehidupan sehari-hari untuk melatih keterampilan dan kemandirian, seperti mengikat tali sepatu, menyiapkan bekal makan mereka, pergi ke toilet tanpa bantuan, dan membersihkan diri sendiri ketika mereka menumpahkan sesuatu, dan berbagai keterampilan hidup lainnya.

b. Pendidikan kesadaran sensori
Anak-anak dilatih untuk peka dalam menggunakan Jima indera yang mereka miliki.

c. Seni berbahasa
Anak-anak diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka secara verbal. Anak-anak juga mengembangkan kemampuan membaca, mengeja, tata bahasa, dan kemampuan menulis.

d. Matematika dan geometri
Anak-anak dikenalkan tentang konsep matematika dasar, baik itu dengan menggunakan tangan maupun dengan alat.

e. Budaya.
Anak-anak dikenalkan dengan berbagai budaya yang mencakup geografi, hewan, waktu, sejarah, musik, gerak, sains, dan seni.

Selaras dengan fokus pengelolaan program pembelajaran di atas, maka model sudut-sudut kegiatan yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

a. Sudut Latihan Kehidupan Praktis (Practical Life Comery)
Sudut latihan kehidupan praktis memberikan kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitar mereka setiap hari. Misalnya, mereka menyapu, mencuci, memindahkan suatu barang dengan berbagai alat yang berbeda (sendok, sumpit dan lain-lain), membersihkan kaca, membuka dan menutup kancing atau resleting, membuka dan menutup botol/kotak/kunci, mengelap gelas yang sudah di cuci dan sebagainya.

Melalui berbagai aktivitas yang menarik ini, anak-anak belajar untuk membantu diri mereka sendiri (self help), berkonsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja dengan baik.

b. Sudut Sensorik
Sudut sensorik mengembangkan sensitifitas penginderaan anak, yakni penglihatan, pendengaran, penghiduan, perabaan, dan pengecapan. Di sudut sensorik fokus pada pengenalan benda seperti berbagai perbedaan warna, merasakan berat ringan, berbagai bentuk dan ukuran, merasakan tekstur halus-kasar, tinggi-rendah suara, berbagai bebauan dari benda-benda, dan mengecap berbagai rasa dari benda yang dijumpai sehari-hari.

c. Sudut Matematika (Pre Math and Perception Corner)
Sudut matematika memberi kesempatan kepada anak-anak mengenal konsep-konsep matematika mulai dari hal yang kongkrit hingga abstrak. Anak-anak belajar memahami konsep dasar kuantitas/jumlah dan hubungannya dengan lambang-lambang serta mempelajari angka-angka yang lebih besar dan operasi matematika seperti penjurnlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian secara alami. Selain itu, di sudut ini anak dapat belajar matematika melalui pengukuran, seperti mengukur jarak, mengukur literan, mengukur besar kecil dan lain-lain.

d. Sudut Bahasa (Language and Vocabulary Corner)
Sudut bahasa mengembangkan kemampuan anak dalam belajar mendengar dan menggunakan kosa kata yang tepat untuk seluruh kegiatan, mempelajari nama-nama susunan, bentuk geometris, komposisi, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Selain itu, anak-anak mulai diperkenalkan tentang komposisi/susunan kata, kalimat dan cerita.

e. Sudut Kebudayaan (Culture and Library Corner)
Sudut kebudayaan memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengenal Geografi, Sejarah, Ilmu tentang tumbuh-tumbuhan dan IImu pengetahuan yang sederhana. Anak-anak belajar secara individual, kelompok dan diskusi mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu. Pengenalan akan tumbuh-turnbuhan dan kehidupan binatang seperti juga pengalaman sederhana untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu pengetahuan alam. Selain itu, anak-anakpun diperkenalkan tentang masakan khas daerah, melalui kegiatan memasak.

Sudut-sudut di atas saling berkaitan dan dibuka secara bersamaan setiap harinya. Anak-anak dibolehkan untuk mernilih sudut mana yang paling diminatinya. Mereka dapat berpindah ke sudut lainnya dengan tidak mewajibkan untuk menguasai kemampuan di sudut sebelumnya. Namun demikian sudut sensorik dan sudut latihan kehidupan praktis merupakan fondasi yang mendasar bagi sudut yang lain. Artinya anak usia yang lebih muda membutuhkan lebih banyak waktu dan kesempatan bermain di dua sudut tersebut.

Sepanjang hari terdapat aktivitas-aktivitas yang memungkinkan anak-anak menikmati dan mengembangkan keahlian dan kepekaan sosial mereka. Untuk mengenalkan nilai-nilai dan kegiatan ritual keagamaan, maka di Indonesia ditambahkan dan dikembangkan sudut ketuhanan.

4. Model Area
Model area adalah model pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih atau melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya.

Model Pembelajaran Area dikembangkan oleh Highscope di Amerika Serikat dan dikembangkan di Indonesia oleh Children Resources International, Inc. Model Pembelajaran Area dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus bagi setiap anak dan dapat menjunjung tinggi keragaman tradisi budaya. Model pembelajaran area menekankan akan individualisasi pengalaman belajar bagi anak, membantu anak mengambil keputusan melalui kegiatan yang direncanakan serta melibatkan peranserta keluarga.

Filosofi model pembelajaran berdasarkan area adalah sebagai berikut:
a. Melibatkan anak secara alamiah dalam proses belajar.
b. Lingkungan dirancang secara cermat dengan menggunakan konsep "Tahap Demi Tahap" mendorong anak untuk Bereksplorasi, Mempelopori, dan Menciptakan.
c. Dalam menciptakan lingkungan dan menyediakan bahan ajar, pendidik menggunakan pengetahuan yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.
d. Peran pendidik adalah menyusun tujuan yang sesuai bagi masing-rnasing anak secara individu dan kelompok, yang bertujuan untuk: (1) Menanggapi minat anak; (2) Menghargai kelebihan-kelebihan dan kebutuhan setiap anak; (3) Menjaga keingintahuan alami anak untuk bertahan hidup; (4) Mendukung pembelajaran bersama.

Dalam proses pelaksanaannya model area menggunakan pendekatan perkembangan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Anak adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapatkan informasi mengenai dunia melalui kegiatan bermain.
b. Anak mengalami kemajuan melalui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat diperkirakan.
c. Anak bergantung pada kognitif melalui interaksi sosial.
d. Anak adalah individu unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda.

Lingkungan belajar pada model pembelajaran area merupakan lingkungan belajar yang berpusat pada anak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan minat masing-masing anak (individualisasi), sementara itu pula memperhatikan pentingnya pembelajaran antar teman sebaya dan pembelajaran dalam kelornpok-kelompok kecil.

Proses individualisasi dicapai dengan menghargai tahapan perkembangan setiap anak dan merencanakan serangkaian kegiatan yang sesuai untuk memastikan pengalaman yang berhasil dari masing-masing anak. Anak-anak berindividualisasi saat mereka memilih pusat kegiatan atau kegiatan/permainan tertentu.

Pendidik mengamati anak dengan cermat selama kegiatan berlangsung. Pendidik dapat merubah atau menyesuaikan bahan ajar dan kegiatan yang diperlukan. Kelompok kecil akan lebih memaksimalkan tingkat individualisasi dan meningkatkan efektifitas pendidik.

Area ditata secara menarik dan mengundang minat anak. Peralatan, bahan-bahan ajar, jadwal harian, dan tata letak kelas sesuai dengan kebutuhan dan meningkatkan pertumbuhan setiap anak. Setiap area memiliki beberapa kegiatan yang menggunakan alat dan bahan yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan tujuan area tersebut. Semua anak dapat memilih area mana yang paling sesuai dengan minatnya. Untuk semua area difasilitasi oleh seorang pendidik. Pendidik mengamati dan memberi dukungan anak-anak yang berrnain di semua area yang dibukanya.

Model pembelajaran berdasarkan area, terdiri dari:

a. Area Balok
Area balok memfasilitasi anak untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir matematik, pola, bentuk geometri, ilmu tentang peta (topologz), hubungan satu dengan yang lain, penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, kreativitas, dan memperkuat daya konsentrasi melalui kegiatan membangun dengan balok.

b. Area Drama
Area drama mernfasilitasi anak untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman anak dalam menuangkan ide, gagasan dan perasaan melalui kegiatan meniru, simbolik atau berpura-pura tentang peran-peran dalam kehidupan sosial dilingkungan sekitar. Bermain drama penting untuk anak usia dini sebagai proses melatih fungsi kognitif seperti mengingat, mengatur diri sendiri, mengembangkan kemampuan berbahasa, meningkatkan kemampuan fokus atau konsentrasi, merencanakan, menentukan strategi, menentukan prioritas, mengembangkan gagasan, dan keterampilan-keterampilan lain yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan di sekolah nanti. Kemampuan mengontrol dan mengatur perilaku diri sendiri termasuk bagian dari kemampuan fungsi eksekutif.

c. Area Seni
Area seni mendukung pengembangan kreativitas dan pengalaman taktil (perabaan) anak dalam menggunakan berbagai bahan dan alat. Inti dari kegiatan seni adalah anak-anak mengeksplorasi dan mengekspresikan apa yang mereka amati, pikirkan, bayangkan, dan rasakan melalui alat dan bahan yang digunakannya.

d. Area Pasir dan Air
Area pasir dan arr lebih kepada pengembangan senson- motorik. Namun demikian sentra ini sangat kaya dengan konsep-konsep matematika dan sain. Anak belajar penuh- kosong, berat-ringan, volume, dan sebagainya. Anak juga dapat belajar tentang perubahan bentuk, perubahan warna dan sebagainya.

Area pasir dan air sangat diminati anak. untuk kelompok anak yang lebih kecil biasanya belum dapat mengendalikan diri sehingga perlu membawa baju ganti untuk digunakan selesai bermain.

e. Area Sains
Area Sains menyediakan banyak kesempatan bagi anak-anak untuk menggunakan panca indera dan menyalurkan langsung minat mereka terhadap kejadian-kejadian alamiah dan kegiatan- kegiatan manipulatif. Area sains juga dapat dilakukan di luar ruangan dengan tanaman, binatang, dan benda-benda di sekitar.

f. Area Keaksaraan
Area keaksaraan mengembangkan kemampuan mengenal konsep huruf, kata, kalimat, dan makna tulisan/bacaan yang ada disekitar anak. Area keaksaraan meliputi buku-buku dan bahan bacaan untuk kegiatan membaca, dibacakan, menyimak, dan menulis. Keaksaraan di pergunakan selama hari-hari belajar anak. Kemampuan keaksaraan dimulai dengan mengenal simbol-simbol sederhana dari benda yang ada di sekelilingnya, atau membuat coretan di atas kertas .

g. Area Matematika
Area matematika sangat kental dengan kegiatan manipulatif. Di area ini anak dapat belajar tentang bentuk, hitungan, angka, jumlah, pengelompokkan, ukuran, pola, memasangkan. Di area ini juga anak belajar pengembangan bahasa, sosial, emosional, dan aspek perkembangan lainnya.

h. Area Gerak dan Musik
Gerak dan musik untuk anak usia dini sangat penting untuk membangun kesadaran akan gerakan diri sensiri, melatih kelenturan, mengikuti irama music, mengenal bunyi alat musik, mengeksplorasi alat-alat sederhana menjadi alat musik bebas. Kegiatan gerak dan lagu merupakan kebutuhan sehari-hari untuk anak usia dini. Dengan berkegiatan yang menyenangkan di area gerak dan lagu, akan berpengaruh pada: kemampuan berpikir dan berbahasa, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan fokus, membangun kesadaran spasial, mengembangkan rasa percaya diri, melatih kekuatan, kelenturan, koordinasi fisik, serta membangun keterampilan sosial.

i. Area Agama
Area Agama merupakan hasil pengembangan model area di Indonesia. Area Agama memfasilitasi anak belajar tentang kegiatan ibadah sesuai dengan agama yang dianut.

5. Model Sentra
Model yang dikembangkan Creative Curiculum mengelola kegiatan pembelajaran yang seimbang antara bimbingan pendidik dengan inisiatif anak. Bermain dipandang sebagai kerja otak sehingga anak diberi kesempatan untuk memulai dari pengembangan ide hingga tuntas menyelesaikan hasil karyanya "start and finish". Dukungan pendidik memfasilitasi anak mengembangkan kecakapan berpikir aktif dan anak diberi keleluasaan untuk melakukan berbagai kegiatan untuk mendapatkan pengalaman tentang dunia sekelilingnya.

Model sentra adalah model di mana pembelajaran fokus pada anak, proses pembelajaran berpusat di sentra bermain dan pada saat anak dalam lingkaran.

Sentra yang dikembangkan tidak berbeda dengan sistem area. Perbedaan nampak dalam pengelolaan kelas. Dalam model area semua anak bebas bergerak di semua area yang dikelola oleh seorang pendidik. Sedangkan dalam model sentra anak bebas memilih bermain yang disiapkan dalam satu sentra.

Di dalam sentra dilengkapi dengan 3 jenis kegiatan bermain yaitu bermain sensorimotorik, main peran, dan main pembangunan. Keragaman main atau disebut juga densitas main memfasilitasi untuk dapat memilih mainan sesuai dengan minatnya.

Proses pembelajaran sentra dilakukan dengan menggunakan 4 pijakan yaitu pijakan penataan alat (pijakan lingkungan), pijakan sebelum main, pijakan saat main, dan pijakan setelah main.

1. Pijakan Penataan Alat
Penataan lingkungan main diperlukan agar lingkungan main anak lebih terstruktur, terencana akan menciptakan kondisi nyaman pada lingkungan main anak. Lingkungan merupakan sernua hal yang mencakup dan dimiliki sekitar arena permainan. Diantaranya lantai, dinding-dinding, bentuk serta ukuran ruangan belajar, taman, perabotan dan bahan-bahan yang akan diperlukan dalam lingkungan main. Ruangan belajar yang secara estetika memberi kesan aman dan nyaman, dapat membantu suasana pembelajaran menjadi nyaman. Rancangan di dalam maupun di luar kelas harus direncanakan dengan baik. Suasana yang telah di tata dan direncanakan dapat mendukung anak untuk proses sosialisasi dan pemecahan masalah. Sehingga anak-anak akan tertarik untuk terus belajar, menelusuri bahan-bahan dan mencari berbagai informasi baru.

Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menata lingkungan main:

a. Suhu Ruangan
Hal pertama yang akan diperhatikan anak ketika memasuki ruang belajar adalah suhu ruangan. Jendela adalah ha! termudah untuk mendapatkan sirkulasi yang baik. Jika sangat memungkinkan, pendidik harus menemukan cara untuk memberikan sirkulasi yang baik.

b. Akustik dan Mutu Suara
Ruang kelas yang tidak dirancang dengan baik akan berpengaruh terhadap kebisingan, gema dan masalah akuistik lainnya sehingga menyebabkan terganggunya perhatian dan disiplin ruang kelas.

c. Penerangan
Penerangan alamiah sesungguhnya lebih baik daripada penerangan lampu listrik karena lebih terang. Terkadang penerangan lampu yang sudah tua dan berkedip akan mengganggu pengelihatan.

d. Ukuran Ruang dan kepadatan
Kepadatan dalam lingkungan kelas dapat menimbulkan stress. Kelas yang penuh sesak akan menyebabkan anak saling bersenggolan, bertabrakan dan menganggu satu sama lainnya.

e. Meubel dan mobilitas tempat duduk
Kursi-kursi yang tidak nyaman dan berat serta tempat duduk yang terpatri mati akan menciptakan lingkungan belajar yang kaku.

2. Pijakan sebelum Main
Pijakan sebelum mam diperlukan untuk menambah semangat anak dalam melakukan pembelajaran. Dalam kegiatan awal main, yang paling menentukan adalah peran seorang pendidik. Adapun beberapa ha! penting yang perlu dilakukan dalam tahapan ini adalah: pendidik bertindak sebagai informan pengetahuan untuk setiap anak yang akan melakukan pembelajaran serta pendidik membuat aturan kesepakatan yang harus dipatuhi oleh setiap anak tanpa pengecualian. Aturan di awal permaman sangat bermanfaat dalam peningkatan kedisiplinan anak serta melatih kemandirian anak.

Berikut ini adalah pijakan sebelum main yang dapat diterapkan sebelum anak melakukan perrn.ainan, sebagai berikut:
a. Salam dan berdoa
b. Mengecek kehadiran siswa
c. Appersepsi
d. Penjelasan konsep
e. Informasi kegiatan main
f. Kesepakatan aturan main

Sebagai contoh pijakan sebelum main, Pada hari tersebut materi yang akan disampaikan kepada anak adalah mengenai "Buah Pepaya", maka sebelum pembelajaran dimulai pendidik melakukan sebagaimana point a dan b, kemudian menggali pengetahuan anak tentang "Buah Pepaya" untuk selanjutnya dihubungkan dengan informasi sebenarnya (appersepsi). Kemudian pendidik memberikan penjelasan kepada anak mengenai "Buah Pepaya", dimulai dari asal Buah Pepaya, bentuk Buah Pepaya, manfaat dan kegunaan Buah Pepaya, dan banyak lagi, sehingga ketika pembelajaran dimulai akan terasa suasana yang sangat rnenyenangkan.

Selanjutnya setelah memberikan penjelasan konsep dan informasi kegiatan main yang akan dilakukan, rnaka pendidik membuat suatu aturan main bersama yang harus dipatuhi oleh semua anak tanpa terkecuali. Misalnya, anak diharuskan menggunakan media crayon secara bergantian. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan sikap peduli dan peka dalam diri anak.

Dampak positif dalam pijakan sebelum main adalah :
a. Meningkatkan daya fikir;
b. Menganalisa masalah;
c. Memecahkan masalah;
d. Meningkatkan rasa percaya diri anak ketika proses pembelajaran berlangsung

3. Pijakan Saat main
Pijakan saat mam berkaitan erat dengan taksonomi pertanyaan, yang terdiri atas fakta, konvergen, divergen dan penilaian. fakta merupakan rangkaian jawaban yang diberikan dan bersifat absolut/sebenarnya. Konvergen adalah jerns pertanyaan yang hanya memiliki satu jawaban. Divergen adalah jenis pertanyaan yang memiliki banyak jawan yang benar. Penilaian adalah bentuk pertanyaan yang memerlukan uraian untuk menjawabnya. Contoh:

  • Fakta: "Apa rasa air laut?" Jawab: "asin"
  • Konvergen: "Bagaimana ikan bergerak di air?" Jawab: "berenang"
  • Divergen: "Apa saja yang hidup di laut?" Jawab: Ikan, Plankton, Ubur-ubur, dan lain-lain.
  • Penilaian: "Apa yang terjadi kalau air laut tercemar?" Jawab: Akan menyebabkan laut menjadi kotor, Akan menyebabkan kematian bagi seluruh biota laut, dan lain-lain.

Selain bentuk pertanyaan, terdapat bentuk pernyataan yang berfungsi sebagai penguatan konsep yang telah dilakukan oleh anak. Pernyataan terbagi atas pernyataan langsung dan tidak langsung. Contoh pernyataan langsung: "Bu guru lihat, Ani sudah melukis di atas kertas menggunakan cat air berwarna jingga, merah dan hitam

4. Pijakan Setelah Main
Pijakan setelah main dilakukan untuk membagi pengalaman antara satu anak dengan yang lainnya, memberikan informasi- informasi baru sehingga akan terlihat perkembangan setiap anak dalam menangkap setiap materi pembelajaran.

Dalam Tahap ini pendidik dapat melakukan hal-hal di bawah ini:
a. Menanyakan kegiatan main yang telah dilakukan anak per individu;
b. Menindaklanjuti jerus main yang diminati atau tidak bagi anak;
c. Menanyakan perasaan setelah main;
d. Mengucapkan terimakasih secara verbal atas keikutsertaan mereka dalam pembelajaran dan menjalani kesepakatan bermain.

Macam-macam sentra diantaranya:
a. Sentra Balok
Sentra balok memfasilitasi anak bermain tentang konsep bentuk, ukuran, keterkaitan bentuk, kerapihan, ketelitian, bahasa, dan kreativitas. Bermain balok selalu dikaitkan dengan main peran mikro, dimana bangunan yang dibangun anak digunakan untuk bermain peran.

b. Sentra Main Peran Kecil (mikro)
Main peran kecil mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berbahasa, sosial-ernosional, menyambungkan pengetahuan yang sudah dimiliki anak dengan pengetahuan baru, menggunakan alat main peran berukuran kecil. Anak berperan sebagai sutradara yang mengatur beberapa peran. Contoh, pendidik menyediakan beberapa pos berrnain, yang di dalamnya terdapat beberapa peran yang dapat dimainkan oleh anak. Dalam satu pos bermain anak dapat memilih secara bebas peranan yang hendak dimainkannya sesuai tema yang berlangsung.

c. Sentra Main Peran Besar (Makro)
Sentra main peran besar mengembangkan kemampuan mengenal lingkungan sosial, mengembangkan kemampuan bahasa, kematangan emosi dengan menggunakan alat main yang berukuran sesuai dengan ukuran sebenarnya. Dalam sentra main peran besar, anak cenderung menjadi pemain (aktor) dan mengikuti alur cerita yang difasilitasi oleh guru atau dikembangkan sendiri oleh anak. Contoh, anak memerankan sebagai dokter atau ayah (sesuai tema), dan merefleksikan segala tugas serta pengalaman sesuai yang diperankannya.

d. Sentra Imtaq
Sentra Imtaq mengenalkan kehidupan beragama dengan keterampilan yang terkait dengan agama yang dianut anak. Sentra Imtaq untuk RA mengenalkan nilai-nilai kehidupan beragama yang terdapat dalam rukun iman, rukun Islam dan Ihsan yang dilakukan secara konseptual maupun praktis.

e. Sentra Seni
Sentra seni dapat dibagi menjadi seni musik, seni tari, dan seni rupa. Penentuan sentra seni yang dikembangkan tergantung pada kemampuan RA. Disarankan minimal ada dua kegiatan yang dikembangkan di sentra seni yakni seni musik dan seni rupa. Sentra seni mengembangkan kemampuan motorik halus, keselarasan gerak, nada, aspek sosial-emosional dan lainnya. Sentra seni memungkinkan pendidik memfasilitasi anak dalam membuat hasil karya sesuai dengan tema yang berlangsung.

f. Sentra Persiapan
Sentra persiapan lebih menekankan pengenalan keaksaraan awal pada anak. Keaksaraan awal adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kemampuan anak dalam menggunakan aksara atau membaca dan menulis yang dikuasai sebelum anak belajar cara membaca dan menulis. Keaksaraan awal di antaranya adalah bahasa lisan ekspresif dan reseptif, makna bunyi, pemahaman visual, konsep matematika dasar, dan logika dasar. Kegiatan persiapan dapat juga diperkuat dalam beberapa kegiatan bermain yang berbeda.

g. Sentra Bahan Alam
Sentra bahan alam lebih menguatkan pengetahuan sain, matematika, dan seni. Sentra bahan alam diisi dengan berbagai bahan main yang berasal dari alam, seperti air, pasir, bebatuan, daun, dan sebagainya. Di sentra bahan alam anak memiliki kesempatan menggunakan bahan main dengan berbagai cara sesuai pikiran dan gagasan masing-rnasing dengan hasil yang berbeda melalui penguatan fungsi panca indera.

Saat bermain di sentra bahan alam ini, pendidik memfasilitasi pemanfaatan berbagai media dalam kegiatan bermain untuk memperkuat organ menulis (motorik halus) dalam rangka persiapan menulis. Organ menulis anak diantaranya adalah pergelangan tangan dan tiga buah jari, yaitu ibu jari, telunjuk dan jari tengah.

h. Sentra Memasak
Sentra memasak kaya dengan pengalaman unik bagi anak dalam mengenal berbagai bahan makanan dan proses sain yang menyenangkan. Sebagai laboratorium mini, sentra memasak memfasilitasi anak belajar konsep matematika, sain, alam, dan sosial, seperti perubahan benda cair ke padat, rasa dan aroma, fungsi panca indera, dan lain sebagainya, sehingga menunjang perkembangan kognitif, sosial-ernosional, bahasa, motorik, sent, dan nilai agama.

Model-model pembelajaran tersebut di atas merupakan hasil penelitian dan penerapan para pakar pendidikan anak usia dini yang berlangsung bertahun-tahun sebelum disosialisasikan lebih luas. Pengkajian oleh para ahli dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas model-model tersebut mampu membantu anak dalam belajar. Setiap model memiliki kekuatan dan keunggulan masing-masing. Oleh karena itu apapun model yang digunakan, anak bisa bermain dengan nyarnan, aman, dan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan perilaku baiknya dapat berkembang dengan baik.


BAB V PENUTUP
Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan spiritual, moral, sosio emosional, kecerdasan, seni, bahasa dan fisik motorik pada anak dicapai melalui pembelajaran yang melibatkan konten dan metode yang digunakan. Metode pembelajaran lebih penting daripada materi yang diajarkan. Karena itu, pendidik dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menggunakan metode dan strategi pembelajaran secara bervariasi.

Tidak ada satu strategi atau metode yang terbaik untuk semua situasi dan kondisi. Pendidik diharapkan dapat memilih strategi dan metode yang tepat sesuai dengan situasi, kondisi, serta karakteristik anak dan kebutuhan pembelajaran.

Petunjuk teknis ini diharapkan dapat dipedomani oleh para pendidik, pengelola, penyelenggara dan pemangku kepentingan untuk mengembangkan dan memfasilitasi penerapan strategi pembelajaran yang tepat.


Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019. Semoga bisa bermanfaat.

Sumber https://www.berkasedukasi.com/

Belum ada Komentar untuk "Juknis Strategi Pembelajaran di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2765 Tahun 2019"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel