Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019
Berikut ini adalah berkas Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019. Download file format PDF.
Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019 |
Download Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019 Tentang Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019
Download File:
Download Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019.pdf
Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019 Tentang Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2767 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK
RAUDHATUL ATHFAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,
a. bahwa untuk mewujudkan pendampingan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal di RA diperlukan pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Raudhatul Athfal;
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3670);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606);
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 ten tang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nornor 66 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
- Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 2018 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL.
KESATU
Menetapkan Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KEDUA
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.
KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 2019
DIREKTUR JENDERAL
PENDIDIKAN ISLAM
Ttd.
KAMARUDDIN AMIN
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2767 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL
PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK RAUDHATUL ATHFAL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya marrusia yang berkualitas merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Sumber daya marrusia yang berkualitas ini berasal dari anak yang tumbuh dan berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan secara optimal merupakan hasil dari proses yang panjang, mulai dari dalam kandungan hingga dewasa. Tumbuh kembang anak yang optimal memerlukan proses stimulasi, deteksi dan intervensi yang dapat dilakukan sejak dini.
Sebagai generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang anak di Indonesia perlu mendapatka.n perhatian yang serius, dengan mendapatkan gizi yang seimbang, stimulasi yang kaya, pengasuhan yang baik, terjangkaunya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memperoleh kepastian perlindungan hukum.
Kualitas tumbuh kembang anak di Indonesia mengacu pada konsep Holistik Integratif (HI). Konsep HI perlu didukung melalui stimulasi, deteksi, dan intervensi. Upaya mi dilakukan untuk mengetahui hambatan tumbuh kembang anak, sehingga dapat segera diberikan intervensi/ penanganan secara tepat sejak dini, agar tumbuh kembang anak tercapai secara optimal. Pemberian stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang untuk memenuhi kebutuhan anak yang beragam meliputi berbagai aspek fisik dan non fisik termasuk mental, emosional, dan sosial. Stimulasi atau rangsangan merupakan kegiatan tertentu yang diberikan kepada anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Usia dini merupakan "golden age", yaitu usia emas yang tidak dapat terulang kembali dan sangat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Pada masa ini stimulasi harus diberikan secara maksimal dan berkesinambungan atau terus menerus.
Di dalam proses tumbuh kembang anak, terdapat anak yang sesuai dengan tugas perkembangannya dan terdapat pula anak yang mengalami hambatan atau gangguan yang dikenal dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Al-Quran mengamanatkan kepada para orangtua dan pendidik bahwa hendaknya takut kepada Allah apabila meninggalkan generasi penerus dalam kondisi lemah, baik fisik maupun mental sebagaimana tertuang dalam surat An-Nisa ayat 9 yang artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah proses skrining atau pendeteksian secara dini adanya hambatan atau gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Setelah dilakukan deteksi dini, selanjutnya dilakukan intervensi. Intervensi yaitu penanganan terhadap hambatan atau gangguan tumbuh kembang agar tumbuh kembangnya menjadi Jebih optimal.
Di dalam proses deteksi dini tumbuh kembang anak, perlu pelibatan tenaga profesional seperti dokter, psikolog, terapis dan tenaga ahli lainnya dalam memastikan hambatan atau gangguan yang dialami. Dengan demikian dapat ditentukan tindak lanjut penanganan sesuai dengan indikasi yang ditemukan secara tepat.
Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak harus dilakukan secara menyeluruh, berkelanjutan, dan terkoordinasi dengan baik. Koordinasi dilakukan dalam bentuk kemitraan antara RA, keluarga, masyarakat, dan tenaga profesional.
Indikator keberhasilan pembinaan tumbuh kembang anak tidak hanya meningkatkan status kesehatan dan gizi anak tetapi juga mental, emosional, dan sosial serta kemandirian anak, yang pada akhirnya anak dapat tumbuh dan berkembang optimal.
Dengan demikian penting bagi berbagai pemangku kepentingan seperti orangtua, guru, pendidik, Jembaga, dan pengasuh untuk dapat melakukan stimulasi, deteksi, dan intervensi sejak dini terhadap tumbuh kembang anak, khususnya pada rentang usia 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI perlu menerbitkan Petunjuk Teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK) Raudhatul Athfal.
B.Tujuan
Tujuan dari petunjuk teknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) adalah memberikan panduan operasional untuk melaksanakan deteksi dini tumbuh kembang anak di RA.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup petunjuk teknis DDTK ini mencakup:
- Menjelaskan Konsep Tumbuh Kembang Anak;
- Memahami Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK);
- Melakukan Stimulasi Dini Tumbuh Kem bang Anak;
- Melakukan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK);
- Merancang Intervensi/ Penanganan bagi ABK.
D.Sasaran
Sasaran petunjuk teknis DDTK ini adalah pengelola, pelaksana, penyelenggara, dan pemangku kepentingan RA.
BAB II KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Pengertian Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan (growth) merupakan proses dalam hidup manusia yang terkait dengan masalah perubahan dalam besar , jumlah, ukuran atau massa organ manusia. Semua perubahan ini dapat dilihat melalui perubahan dari ukuran seperti berat badan, dan tinggi badan.
Adapun perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang bersifat lebih kompleks dengan pola yang teratur dan dapat diramalkan. Perkembangan merupakan hasil dar i proses belajar dan pematangan. Peristiwa perkembangan ini berkaitan dengan masalah psikologis seperti kemampuan kognitif, bahasa, fisik-motorik, sosial dan emosional, moral dan seni.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor luar diri. Faktor dari dalam diri berupa faktor genetik dan proses selama kehamilan. Sedangkan faktor luar ber upa gizi, pola asuh dan in teraksi dengan sekitarnya.
2. Fase Tumbuh Kembang Anak Usia 4-6 Tahun
a. Tumbuh kembang anak usia empat tahun.
Anak usia empat tahun umumnya memiliki berat badan (BB) bertambah kurang lebih dua kilogram/tahun, tinggi badannya dua kali tinggi badan saat lahir.
1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu berjalan lurus ke depan dan ke belakang.
b) Berdiri di atas papan titian.
c) Melompat sambil berlari.
d) Mampu berbelok dan berhenti secara efektif.
2) Perkembangan motorik halus :
a) Mampu menggunting mengikuti garis lurus, lengkung atau zig-zag.
b) Mengkoordinasikan jari tanggan dengan mata.
c) Membuat bentuk persegi empat.
d) Menyelesaikan pasel empat keping.
3) Perkembangan kognitif:
a) Anak mampu mengelompokkan benda berdasarkan warna, bentuk, ukuran.
b) Mulai berlatih berfikir logis.
4) Perkembangan bahasa :
a) Kosa kata yang dikuasainya lebih dari 1000 kata, sekalipun yang digunakan tidak sebanyak itu.
b) Tata bahasa sudah mulai komplek, seperti, "Aku mau sholat ashar ".
c) Sering menggunakan kata tanya untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
d) Mulai memperhatikan kata-kata baru dan menanyakan maknanya.
5) Perkembangan sosial kemandirian :
a) Ditandai dengan kemampuan bermain dan berinteraksi dengan anak lain.
b) Menunjukkan perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
c) Mampu memakai dan melepas baju tanpa dibantu.
6) Perkembangan emosi :
a) Mulai mengenal empati.
b) Mulai mampu memahami ekspresi emosi.
c) Mampu menunjukkan rasa sayang.
b. Tumbuh kembang anak usia lima tahun.
Secara fisik, anak usia lima tahun pada umumnya berat badan bertambah kurang lebih dua kilogram/tahun, tinggi badannya dua kali tinggi badan saat lahir.
1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu berlari.
b) Mampu berbelok dan berhenti dengan terkontrol.
c) Melompat ke depan 10 kali tanpa terjatuh.
d) Berjalan di atas papan keseimbangan.
2) Perkembangan motorik halus:
a) Mewarnai dengan lebih rapi.
b) Melipat pakaian.
c) Mulai mampu menggambar dan menulis.
3) Perkembangan kognitif:
a) Mampu menyusun menurut urutan tertentu (sequence).
b) Logika berfikirnya makin sistematis.
4) Perkembangan bahasa:
a) Menguasai minimal 1000 - 1500 kosa kata.
b) Makin lancar berbicara termasuk mengucapkan huruf yang sulit seperti "r".
c) Menggunakan kata ganti "saya" dan "kamu" dengan tepat tanpa terbolak-balik.
5) Perkembangan sosial kemandirian:
a) Bisa makan sendiri dengan lebih tertib.
b) Mandi sendiri.
c) Bisa berbagi seperti membagi bekal yang dibawa dengan teman sekolahnya.
d) Bisa mengucapkan kata permisi, tolong, maaf, dan terima kasih sesuai dengan konteks.
6) Perkembangan emosi:
a) Anak mulai "iri hati" (ingin memiliki benda atau mainan seperti temannya).
b) Kalau sudah mernpunyai adik sesekali ia akan menunjukkan rasa cemburu, namun di lain waktu akan menunjukkan rasa sayangnya.
c. Tumbuh kembang anak usia enam tahun.
Anak usia enam tahun secara fisik berat badan bertambah kurang lebih dua kg/tahun, tinggi badanya 1,5 kali dari tinggi badan saat usia satu tahun.
1) Perkembangan motorik kasar:
a) Mampu mengikuti gerakan senam yang dicontohkan.
b) Berlari.
c) Menendang dan melempar bola dengan baik.
2) Perkembangan motorik halus:
a) Mampu menulis, menggambar, mewarnai lebih rapi.
b) Menggunting sesuai pola lingkar, segitiga, segi empat.
3) Perkembangan kognitif:
a) Mampu mengurutkan bilangan.
b) Memahami perbandingan lebih besar-lebih kecil.
c) Logika berfikirnya makin berkembang dengan baik.
4) Perkembangan bahasa:
a) Kosakata yang dikuasainya makin banyak, minimal memiliki pembendaharaan 2.500 kosakata
b) Bisa memilih kosakata yang lebih santun saat berbicara dengan orang tua, guru dan orang dewasa lainnya.
c) Dapat menceritakan pengalaman yang telah dialaminya dengan baik.
5) Perkembangan sosial kemandirian
a) Bisa makan, mandi dan melakukan rutinitas lainnya sendiri.
b) Membantu orantua untuk hal-hal sederhana seperti merapikan tempat tidurnya, mamasukkan pakaiannya ke dalam lemari.
6) Perkembangan emosi:
a) Anak memiliki emosi yang semakin kompleks: ia bisa merasakan kesedihan orang lain (empati) dan menunjukkan simpatinya.
b) Kalau marah sudah bisa diberikan pengertian supaya tidak mengamuk atau berguling-guling.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak usia empat sampai enam tahun memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:
a. Kemampuan melakukan gerakan kasar dan halus semakin berkembang dan kompleks;
b. Kemampuan menggunakan bahasa untuk memecahkan masalah;
c. Kemampuan menggunakan bahasa untuk memperkuat interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, sehingga dapat bekerjasama dengan orang lain;
d. Kemampuan menggunakan berbagai jenis bahan mainan;
e. Kemampuan bermain sudah mengalami kemajuan dari bermain senson kepada tahap main simbolik (bermain peran) dan konstruktif (pembangunan); dan
f. Mampu menggunakan papan lukis, dan bermacam-macam bahan main pembangunan lainnya.
Setelah pendidik memiliki pemahaman yang baik terhadap tahapan tugas perkernbangan anak, maka dapat menjadi bekal untuk memahami jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.
B. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK):
1. Kehilangan Kemampuan Pendengaran
Kehilangan kemampuan pendengaran dapat digolongkan ke dalam beberapa macam yaitu: Kehilangan pendengaran yang sudah terjadi pada saat lahir disebut sebagai kehilangan pendengaran bawaan (congenital hearing loss), dan kehilangan kemampuan ini terjadi sesudah anak lahir di sebut kehilangan pendengaran (adventitious hearing loss).
a. Karakteristik anak dengan kesulitan mendengar antara lain:
1) Kesulitan dalam berkornunikasi.
2) Pembelajaran melalui pengalaman langsung menjadi terbatas.
3) Secara kognitif tidak terlalu banyak berbeda dengan anak normal.
4) Secara akademik biasanya agak menonjol dibidang matematika, namun untuk bahasa dan membaca masih terus harus mendapat dukungan dari lingkungan sekitar agar terus berkembang.
5) Secara sosial emosional karena mereka terbatas dalam berinteraksi secara langsung di dalam kehidupan sehari- harinya.
6) Anak dengan gangguan pendengaran seringkali tidak diajak bermain oleh teman-teman yang bisa mendengar karena mereka sulit untuk menerima dan memahami perilaku sosial teman-temannya tersebut, sehingga menimbulkan emosi yang kuat.
b. Proses identifikasi anak yang kehilangan kemampuan pendengaran.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memastikan anak itu mengalami gangguan pendengaran. Proses ini disebut dengan evaluasi audioloqis, merupakan rangkaian proses pengukuran dan penilaian yang bertujuan untuk menentukan derajat kehilangan kemampuan pendengaran, tipe kehilangan kemampuan pendengaran, dan konfigurasi dari kehilangan kemampuan pendengaran. Instrument yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran ini adalah Tes Daya Dengar (TDD).
c. Intervensi atau penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan pendengaran antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter agar anak memperoleh penanganan secara medis dan jika memungkinkan dapat memperoleh alat bantu dengar.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga anak dan orang tua mampu memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi.
4) Memperjelas suara, dan lafal/bentuk pengucapan saat berkomunikasi dengan anak (metode phonic)
5) Meminta anak untuk meniru motorik oral (gerakan bibir) yang dilakukan pendidik baik secara berhadapan maupun menggunakan media cermin.
6) Mengenalkan vokal, konsonan, suku kata, kata benda dengan bantuan gambar baik secara lisan (dengan pengucapan yang jelas) maupun tertulis.
7) Mengenalkan suara dari yang pelan ke yang keras pada anak dari jarak pendek maupun jarak jauh.
8) Sering berkomunikasi secara verbal (diajak berbicara langsung) maupun non verbal (menggunakan alat peraga, gambar atau benda) dengan anak dan memotivasi anak lain untuk memulai komunikasi dengan anak.
9) Meminta anak untuk meniru gerakan pendidik sesuai dengan materi di kelas.
10) Mengajak anak untuk mau bermain dengan teman sebayanya.
11) Memberikan motivasi kepada anak yang lain untuk mengajak anak tersebut bermain.
12) Didudukan dekat guru agar suara/penjelasan yang disampaikan oleh guru dapat terdengar lebih jelas.
13) Memberikan tugas pada anak tersebut untuk mau berinteraksi dengan orang dewasa lain yang ada di sekolah.
2. Kehilangan Kemampuan Penglihatan
Kehilangan kemampuan penglihatan adalah suatu kondisi dimana fungsi penglihatannya mengalami penurunan mulai dari derajat yang ringan hingga yang paling berat.
a. Karakteristik anak dengan gangguan penglihatan sebagai berikut:
1) Kemampuan penglihatan rendah (Low Vision) yaitu, orang yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan penglihatan namun dapat rnenyelesaikan tugas terse but dengan menggunakan strategi pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan alat-alat bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar
2) Kebutaan (Blind) yaitu, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan atau hanya memiliki kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya atau tidak.
b. Cara identifikasi gangguan penglihatan yaitu melalui dokter mata atau ahli mata terlatih agar diketahui sejauh mana anak tersebut kehilangan kemampuan penglihatannya. Instrument yang digunakan untuk mendeteksi gangguan daya dengar ini adalah Tes Daya Lihat (TDL).
c. Intervensi atau penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan penglihatan yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi ke dokter untuk dapat memperoleh penanganan medis.
2) Memberikan pendekatan personal kepada anak dan orang tua untuk memperoleh kedekatan emosional yang lebih baik dengan pendidik.
3) Memberikan sentuhan (memegang pundak, lengan atau wajah) setiap berkomunikasi dengan anak agar menjaga kontak dengan saling berhadapan saat berkomunikasi.
4) Didudukan di depan, agar materi yang disampaikan oleh guru dapat terlihat lebih jelas.
5) Memberikan pengenalan ruang dan lingkungan kelas, ruang-ruang penting lainnya dan lingkungan sekitar sekolah ditambah dengan tanda-tanda yang dapat menjadi petunjuk bagi anak agar dapat lebih mandiri.
6) Memberikan motivasi pada anak lainnya untuk membantu dan mengerti kondisi anak tersebut serta mendukungnya agar dapat lebih mandiri.
7) Memberikan materi akademik secara individual dengan bantuan alat peraga dan benda-benda nyata dan meminta anak untuk meraba benda tersebut.
8) Apabila tingkat kehilangan penglihatan memang nngan bisa dibantu dengan menggunakan kacamata sesuai dengan kadar keabnormalan matanya, namun jika tingkat gangguan penglihatan sangat tinggi, maka sebaiknya dianjurkan ke sekolah khusus untuk mendapatkan materi mengenal huruf Braille.
3. Gangguan Berbicara dan Berbahasa
Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997, gangguan ini mengacu pada gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak.
a. Karakteristik gangguan berbicara dan berbahasa, adalah:
1) Secara kognitif dapat berada dalam tingkat kemampuan kognisi yang tinggi hingga yang terbelakang.
2) Secara akademik, anak akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan basil pikirannya secara verbal. Diketahui bahwa keterampilan berbicara dan berbahasa itu akan dipergunakan dalam setiap aspek kegiatan sekolah. Diantaranya untuk belajar membaca dan menulis, untuk mempelajari subyek matematika, seru , dan kesadaran lingkungan bahkan saat istirahat.
3) Secara sosial emosional, bia sanya anak akan memiliki masalah terutama berkaitan dengan konsep diri. Apabila lingkungan mencemooh maka anak cenderung akan memiliki konsep diri yang negatif. Ketika anak kesulitan dan menggunaan artikulasi yang salah dalam menyampaikan isi pikirannya, menyebabkan orang lain tidak dapat memahaminya. Keadaan ini membuat anak merasa terisolasi oleh lingkungannya.
4) Tingkah lakunya seringkali tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Anak yang mengalami kesulitan bicara ketika keinginannya tidak dapat dimengerti oleh orang lain maka akan berperilaku agresif dan tingkah laku ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya.
b. Cara mengidentifikasi anak yang mengalami gangguan berbicara dan berbahasa melibatkan tenaga profesional seperti psikolog, dokter tumbuh kembang anak, terapis dan lain-lain.
c. Intervensi yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan berbicara dan berbahasa yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten (psikolog, dokter spesialis tumbuh kembang) agar anak mendapatkan terapi wicara dan terapi lainnya yang dapat dijalankan secara holistik.
2) Memberikan masukan kepada orang tua untuk melatih anak dapat mandiri melakukan semua hal yang berkaitan dengan dirinya sehari-hari.
3) Lingkungan sekitar memotivasi anak untuk berkomunikasi verbal secara dua arah dan tidak memberikan yang diinginkan terlebih dahulu sebelum anak berusaha untuk menyampaikan keinginannya secara verbal.
4) Pada saat berkomunikasi usahakan tubuh orang tua atau orang dewasa lainnya sejajar dengan anak.
5) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi
6) Memperjelas suara dan bentuk lafal/pengucapan saat berkomunikasi dengan anak (metode phonic).
7) Sering berkomunikasi secara verbal (diajak berbicara langsung)maupun non verbal (menggunakan alat peraga, gambar, atau benda) dengan anak dan memotivasi anak lain untuk komunikasi dengannya.
8) Memberikan stimulasi organ oral secara individual seperti melatih meniup sobekan tisu, sobekan kertas, lilin, peluit, seruling, dan sebagainya. Melatih gerakan organ oral, seperti buka tutup mulut, adu gigi, menjulurkan lidah ke depan, ke atas, ke kanan dan ke samping. Menirukan pengucapan, seperti vokal, konsonan, suku kata dan kata. Mengubah pola makan, seperti mulai memakan makanan yang padat dan bertekstur/keras yang sesuai dengan asupan gizi seimbang.
9) Lingkungan terdekat anak, seperti pendidik, orang tua, teman, saudara dan lingkungan sekitar memberikan media bermain yang lebih sesuai dengan usia perkembangan anak antara lain bermain lego, kartu bergambar, ular tangga, bermain sepeda, bermain bola dan sebagainya.
4. Gangguan Fisik
Gangguan fisik 1n1 dapat bersifat nngan atau berat, tergantung faktor yang mempengaruhinya.
a. Karakteristik anak dengan gangguan fisik atara lain:
1) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik memiliki fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi. Sehingga anak-anak yang mengalami gangguan fisik dengan kemampuan kognitif yang baik ia dapat berkembang optimal, asalkan gangguan fisiknya dapat ditangani secara tepat.
2) Secara perilaku, gangguan atau hambatan perilaku dapat muncul seiring adanya hambatan gerak, interaksi dengan orang lain. Sehingga anak perlu mendapat keterampilan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan diperlukannya.
3) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan memiliki konsep diri yang rendah. Oleh karena itu harus terus didukung dan dikembangkan konsep diri yang positif pada anak
4) Seca rasosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Mereka memerlukan akses yang se suar sehingga gangguan fisik yang dimilikinya tidak menghambat.
5) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan perhatian yang khusus.
b. Cara mengidentifikasi anak dengan gangguan fisik adalah dengan melakukan terhadap kondisi medis dan fungsi fisiknya. Selain itu perlu juga dilakukan terhadap fungsi intelektual, prestasi akademik, bahasa dan area-area lain yang terkait. Semua ini dilakukan oleh ahlinya seperti psikolog, dokter tumbuh kembang anak.
c. lntervensi yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan fisik yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk mau berkonsultasi kepada dokter agar anak memperoleh penanganan sescara medis ses uai dengan gangguan fisiknya.
2) Memberikan masukan kepada orang tua untuk melatih anak dapat mandiri melakukan semua ha! yang berkaian dengan dirinya sehari-hari.
3) Merujuk pada gangguan fisik yang ada pada anak, dilakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua untuk dapat memperoleh kedekatan emosional pada pendidik.
4) Memberikan stimulasi fisik melalui pendekatan individual sesuai dengan kekhususan masing-masing.
5) Memberikan masukan kepada orang tua untuk memberikan fasilitas treatment kepada anak sesuai dengan kekhususan yang dimiliki.
6) Memberikan fasilitas di lingkungan sekolah yang ramah se suai dengan gangguan fisik anak dan mengajarkan kepada anak agar dapat menggunakan fasilitas tersebut secara mandiri.
7) Dapat memberikan beberapa terapi oleh terapis profesional sesuai dengan kebutuhan anak misalnya terapi fisik berupa terapi motorik kasar atau halus, terapi okupasi, dan lain-lain.
5. Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental adalah anak-anak yang memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata secara bermakna, terlihat memiliki kesulitan dalam perilaku adaptif yang dimunculkan melalui kesulitan membuat konsep, keterampilan sosial dan praktik perilaku adaptif.
a. Karakteristik anak dengan keterbelakangan mental antara lain:
1) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal. Berdasarkan penggolongan IQ dapat dikai:egorikan sebagai berikut:
(a) Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55 - 69) (b) Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40 - 54) (c) Keterbelakangan mental berat (IQ = 25 - 39)
(d) Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25)
Dengan derajat keterbelakang mental yang berbeda maka tingkatan dari layanan dukungan terhadap mereka juga berbeda.
2) Secara sosial anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
3) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan di masyarakat.
4) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi ringan.
5) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
b. Proses identifikasi anak dengan keterbelakangan mental dilakukan dari taraf fungsi intelektualnya dan tingkah laku adaptif atau tes intelegensi yang dapat dilakukan oleh psikolog, sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai dengan kebutuhannya agar dapat tumbuh kembang secara optimal.
c. lntervensi yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan keterbelakangan mental yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten, agar dapat mengetahui tingkat intelegensi anak atau kerusakan otak apa yang dialami anak beserta penyebabnya.
2) Memberikan terapi seperti terapi edukasi, terapi sen son integrasi, terapi okupasi, atau terapi lainnya secara holistik sesuai dengan diagnosa dari hasil asesmen pihak yang berkompeten.
3) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga mampu memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
4) Mengarahkan anak secara individual dengan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi.
5) Memberikan materi edukasi dengan menambah perbendaharaan kata, mengenalkan benda sekitar, mengenalkan konsep warna, angka, huruf, benda, transportasi, nama binatang, nama buah dan sebagainya dengan menggunakan kartu bergambar secara individual.
6) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang dewasa lainnya di sekitar lingkungan.
6. Gangguan Emosional dan Perilaku
Gangguan ini dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu externalizing behavior (perilaku ke luar) dan internalizing behavior (perilaku ke dalam). Perilaku ke luar memiliki pengaruh langsung ataupun tidak langsung misalnya agresi, suka melawan, mencuri, dan kurangnya kontrol diri. Perilaku ke dalam mempengaruhi sikap misalnya kecemasan atau depresi yang parah, perubahan suasana hati yang berlebihan, atau menarik diri dari interaksi sosial.
a. Karakteristik dari anak dengan gangguan emosional adalah:
1) Secara tingkah laku, biasanya mereka tidak berbeda dengan anak kebanyakan.
2) Secara emosional, biasanya mereka memiliki pengalaman kecemasan yang bersumber dari rasa ketakutan yang berlebihan (depresi).
3) Secara sosial, ada hambatan dalam mempertahankan interaksi dengan orang lain.
4) Secara kognitif, akan memiliki rentang kemampuan dari yang rendah hingga yang tinggi. Namun seringkali gangguan emosi terse but menghambat hasil pembelajarannya.
b. Proses identifikasi anak dengan gangguan emosi dilakukan dengan formal apabila anak tersebut sudah masuk sekolah. Instrument yang dapat digunakan adalah Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE).
c. Intervensi yang dapat dilakukan oleh orangtua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan emosional antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten agar anak mendapatkan terapi seperti terapi perilaku, terapi aba, terapi bermain, terapi musik, terapi Al-Quran dan terapi Jainnya.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual dengan mengajarkan anak agar dapat menyalurkan ekspresi emosi clan mampu bersikap dengan benar melalui dongeng, bercerita, pengkondisian lingkungan, perigajaran disiplin, reward konsekwensi, dan sebagainya
4) Diharapkan orangtua dan lingkungan memberikan pola asuh yang tepat dan tidak selalu menuruti keinginannya.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang dewasa lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan rasa aman dan nyaman dengan kasih sayang yang diberikan sehingga anak merasa diterima dan tenang.
7. Gangguan Spektrum Autisme Autism Spectrum Disorders (ASD) merupakan kelainan yang memiliki karakteristik gangguan dalam tiga area dengan tingkatan yang berbeda-beda. Ketiga area tersebut adalah kemampuan komunikasi, interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repetitif dan stereotip.
a. Karakteristik Autisme antara lain le bih senang menyendiri dan enggan atau bahkan menolak untuk secara aktif menjalin hubungan sosial, misalnya menyapa atau berbasa-basi dengan orang di sekitarnya, sulit untuk memberikan respon atau berperilaku sesuai dengan harapan orang-orang di sekitarnya, memiliki sensitivitas tinggi terhadap kebisingan, cenderung membeo ucapan orang lain atau malah tidak mampu berbicara sama sekali, melakukan perbuatan yang stereotipe dan repetitif atau perilaku khas tertentu yang dilakukan berulang-ulang, misalnya mengepakkan tangan dan melompat-lompat, terpaku secara tidak wajar dalam waktu yang lama dan terus-menerus pada bagian tertentu dari suatu benda. Selain mengalami gangguan interaksi, komunikasi, dan perilaku, individu ASD juga memiliki karakteristik-karakteristik tambahan, yaitu: gangguan dalam kognisi, persepsi sensori, motorik, afeksi atau mood, tingkah laku agresif dan berbahaya, serta gangguan tidur dan makan.
b. Identifikasi anak autis sampai saat ini tidak ada tes diagnosa autisme yang digunakan secara universal. Biasanya, menggunakan kriteria American Psychiatric Association (APA) tahun 2000 yang berfokus pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial, pola-pola tingkah laku repetitif dan stereotip, dalam ha! ini instrument yang digunakan adalah Modified-Cheklistfor Autism Toddlers (M-CHAT).
c. Intervensi yang dapat dilakukan oleh orangtua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan autisme antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten agar anak mendapatkan terapi seperti terapi bermain, terapi perilaku, terapi perkembangan, terapi ABA, terapisensori integrasi, terapi okupasi, terapi sosial, terapi music, terapi wicara dan terapi lainnya.
2) Memegang kepalanya lalu mengarahkan penglihatannya kepada hal yang kita tuju, misalnya kepada kartu kata huruf "A", lalu kita memintanya untuk melafalkan huruf "A", dan jika berhasil maka kita dapat memberikan penghargaan berupa "gerakan tos" atau "gambar bintang" atau bahkan hal lain yang ia sukai untuk memperkuat perilaku yang berhasil dilakukannya, yaitu perilaku yang kita harapkan.
3) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
4) Mengarahkan anak secara individual untuk mengajarkan anak agar dapat menyalurkan ekspresi emosi dengan benar dan mampu bersikap dengan benar, melalui pola pembiasaan yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
5) Diharapkan orangtua dan lingkungan memberikan pola asuh yang tepat dan tidak selalu menuruti keinginannya apabila tidak sesuai dan memenuhi kebutuhannya secara proposional tidak perlu berlebihan.
6) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang dewasa lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
7) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya saat ini dan sesuai dengan kebutuhannya melalui pendekatan individual.
8) Diharapkan orang tua, pendidik dan lingkungan sosial terdekat anak tidak membiarkan anak untuk asyik bermain sendiri dan selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
9) Mempolakan anak supaya mandiri mampu melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri secara mandiri.
l0)Memberikan masukan kepada orang tua untuk diet dengan menghindari makanan utamanya coklat, tepung dan gula yang dapat memberikan efek menambah hiperaktifitas dan gangguan konsen trasi pada anak.
ll)Apabila muncul flapping atau gerakan berulang yang tidak bermakna, maupun menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh anak, diharapkan pendidik dan orang tua harus mengingatkan dan memberikan pengalihan perhatian agar anak tidak melalukannya lagi.
8. Kesulitan Belajar
Anak dengan kesulitan belajar adalah anak yang mengalami gangguan di satu atau lebih proses dasar psikologi, termasuk memahami dan menggunakan bahasa verbal dan tulisan yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan kalkulasi matematika. Termasuk juga gangguan persepsi, fungsi minimal otak, disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), diskalkulia (kesulitan berhitung), disphasia (kesulitan bahasa) dan lain-lain.
a. Karakteristik dari anak dengan kesulitan belajar rnencakup:
1) Secara kognitif, berkaitan dengan atensi, persepsi, gangguan memori, proses informasinya.
2) Secara akademik, bermasalah pada kegiatan membaca, menulis, matematika dan berbahasa verbal
3) Secara sosial dan emosional, umumnya memiliki harga diri yang rendah karena dianggap sebagai anak yang tidak mampu.Dengan kesulitannya ini anak menjadi mengganggap dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu.
4) Secara perilaku, mereka menjadi sulit untuk mengendalikan gerak tubuhnya, tidak mau duduk diam, berbicara terus, melakukan agresi fisik dan verbal.
b. Proses identifikasi, apabila ditemukan anak dengan ciri-ciri seperti yang telah diuraikan di atas, maka orangtua atau guru disarankan segera membawa kepada ahlinya agar dapat segera ditindaklanjuti.
c. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten untuk mengetahui kapasitas intelektual yang dimiliki oleh anak sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
3) Diharapkan orangtua dan lingkungan memberikan pola asuh yang tepat dan tidak selalu menuruti keinginannya.
4) Memberikan masukan kepada orang tua agar memberikan jadwal rutin belajar anak di rumah untuk mengulang materi yang diberikan di sekolah melalui media bermain yang menyenangkan.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman- temannya dan berinteraksi sosial dengan orang dewasa lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya saat ini dan sesuai dengan kebutuhannya melalui pendekatan individual.
7) Mempolakan anak supaya mandiri mampu melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
8) Jika anak mengalami gangguan Disgrafia (tidak dapat menulis, dimana tulisannya tidak terbaca sama sekali) maka yang dapat kita lakukan adalah membetulkan posisi kertas dan pinsilnya, melatih huruf-huruf yang sering terbalik seperti "b" dan "d", lalu latihan menarik garis, seperti garis lurus, lengkung, zig zag, melingkar dan lainnya, untuk melatih motoriknya.
9) Jika anak mengalami gangguan Diskalkulia (anak tidak dapat berhitung dan tidak mengenal angka], maka kita dapat mengenalkan angka melalui kartu angka yang ukurannya yang besar-besar atau dapat juga menggunakan kalkulator untuk melatih pola hitungan sederhana.
9. Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder / ADHD) dapat juga disebut dengan gangguan Hiperaktifitas.
a. Karakteristik Hiperaktifitas sebagai berikut:
1) Menghindari, enggan dan mengalami kesulitan melaksanakan tugas-tugas yang mem butuhkan ketekunan yang berkesinambungan
2) Sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas atau kegiatan lain.
3) Sulit mempertahankan dan memusatkan perhatian pada waktu melaksanakan tugas atau kegiatan bermain (perhatian sangat mudah teralih).
4) Seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak berbicara.
5) Mengalami kesulitan berkonsentrasi di dalam kelas.
6) Pada waktu melaksanakan tugas, tampak sering melamun.
7) Tidak mampu mengikuti perintah atau gagal menyelesaikan tugas sekolah, bukan disebabkan tingkah laku menentang atau kegagalan untuk memahami petunjuk.
8) Sering mencari alasan untuk berhenti sejenak pada waktu melaksanakan tugas.
9) Selalu dalam keadaan 'siap gerak' atau aktivitas seperti digerakkan oleh mesin
10) Sulit duduk diam.
11) Mudah terangsang dan impulsif.
12) Sering menimbulkan kegaduhan pada waktu melakukan sesuatu atau bermain.
13) Sulit menunggu giliran.
14) Sering memaksakan diri terhadap orang lain. Perilaku agresif, mudah over stimulasi.
15) Rendah diri dan sangat mudah frustrasi.
b. Identifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku harus dilakukan dengan formal di dalam kelas apabila anak tersebut sudah masuk sekolah. Penanganan dilakukan oleh ahlinya. Salah satu cara pendeteksian dapat dilakukan melalui instrumen formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Abreviated Conners Ratting Scale, selain itu dapat dilakukan pemeriksaan kepada ahlinya.
c. Intervensi yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya pada anak dengan gangguan Hiperaktif yaitu:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten agar anak dapat mendapatkan terapi perilaku, terapi edukasi, sensori integrasi, terapi wicara dan terapi lainnya.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual untuk mengajarkan anak agar dapat menyalurkan ekspresi emosi dan mampu bersikap dengan benar melalui pola pembiasaan yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
4) Menyalurkan energinya pada hal yang anak minati misalnya anak senang bermain bola, maka biarkan ia bermain bola sampai energinya tersalurkan.
5) Mendudukan anak beberapa menit untuk memfokuskan perhatiannya.
6) Memegang kepalanya lalu mengarahkan penglihatannya kepada hal yang kita tuju misalnya kepada kartu kata huruf "A", lalu kita memintanya untuk melafalkan huruf "A", dan jika berhasil maka kita dapat memberikan reward berupa "gerakan tos" atau "gambar bintang" atau bahkan hal lain yang ia sukai untuk memperkuat perilaku yang berhasil dilakukannya, yaitu perilaku yang kita harapkan.
7) Diharapkan orangtua dan lingkungan memberikan pola asuh yang tepat dan tidak selalu menuruti keinginannya.
8) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi sosial dengan orang dewasa lainnya di sekitar lingkungan sekolah dengan baik.
9) Memberikan materi akademik yang sesuai dengan kemampuannya melalui pendekatan individual.
10) Diharapkan orang tua, pendidik dan lingkungan sosial terdekat anak selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
11) Mempolakan anak supaya mandiri mampu melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
12) Memberikan masukan kepada orang tua untuk diet atau menganalisa dan menghindari makanan utamanya coklat, tepung dan gula yang dapat memberikan efek menambah hiperaktifitas dan gangguan konsentrasi pada anak.
13) Memotivasi dan mengarahkan anak secara terus menerus.
10. Anak dengan Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CI/BI)
Anak cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah anak yang memiliki kemampuan melebihi anak sebayanya dan mampu menunjukkan hasil kerja yang sangat tinggi. Cerdas istimewa berbakat istimewa ini dapat dilihat dari berbagai area seperti kemampuan intelektual secara umum, akademis yang khusus, berfikir kreatif, kepemimpinan, sent, dan psikomotor. Seorang anak dapat dikatakan berbakat apabila ia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata, memiliki komitmen terhadap tugas yang tinggi dan juga kreatif.
a. Karakteristik yang dimiliki oleh anak berbakat adalah:
1) Secara kognitif, nak-anak berbakat secara umum memiliki kemampuan dalam memanipulasi dan memahami simbol abstrak, konsentrasi dan ingatan yang baik, perkembangan bahasa yang lebih awal dari pada anak-anak seusianya, rasa ingin tahu yang tinggi, minat yang beragam, lebih suka belajar dan bekerja secara mandiri, serta memunculkan ide-ide yang original.
2) Secara akademis, mereka sangat termotivasi untuk belajar di area-area dimana menjadi minat mereka. Namun mereka bisa kehilangan motivasinya apabila dihadapkan pada area yang tidak mereka minati.
3) Secara sosial emosional, terlihat sebagai anak yang idealis, perfeksionis dan peka terhadap rasa keadilan, Selalu bersemangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan peka terhadap seni.
b. Untuk mengetahui atau mengidentifikasi Anak tersebut tergolong anak yang cerdas istimewa atau berbakat istimewa, maka anak harus mengikuti serangkaian tes
yang dilakukan oleh psikolog, salah satunya melalui tes intelegensia dan apabila anak tersebut memang dikategorikan sebagai anak berbakat maka ia harus memperoleh pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya agar dapat berkembang dengan optimal.
c. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1) Memberikan masukan kepada orang tua untuk berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten untuk mengetahui kapasitas intelektual (IQ), arah minat dan bakat yang dimiliki oleh anak sehingga dapat diberikan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhannya dan dapat dikembangkan sehingga potensinya dapat teraktualisasikan secara optimal.
2) Melakukan pendekatan personal pada anak dan orang tua sehingga memiliki kedekatan emosional pada pendidik.
3) Mengarahkan anak secara individual agar dapat menyalurkan ekspresi emosi dengan benar dan mampu bersikap dengan benar melalui pola pembiasaan yang rutin dengan reward dan konsekwensi.
4) Diharapkan orangtua dan lingkungan memberikan pola asuh yang tepat dan tidak selalu menuruti keinginannya apabila tidak sesuai dan memenuhi kebutuhannya secara proposional tidak perlu berlebihan.
5) Memberikan motivasi pada anak untuk bermain dengan teman-temannya dan berinteraksi dengan orang dewasa lainnya di sekitar l.ingkungan sekolah dengan baik.
6) Memberikan materi akademik tambahan apabila anak memiliki kapasitas di atas anak seusianya dan memberikan tanggung jawab padanya untuk membantu temannya dan membantu pendidik yang sederhana di kelas seperti membagikan media belajar kepada temannya, membantu merapikan kelas dan lain sebagainya serta memberikan lingkungan yang lebih menantang.
7) Diharapkan orang tua, pend.idik dan lingkungan sosial terdekat anak selalu mengintervensinya dengan diajak berinteraksi dan berkomunikasi.
8) Mempolakan anak supaya mandiri mampu melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan dirinya sendiri secara mandiri.
9) Memberikan masukan kepada orang tua untuk menganalisa dan menghindari makanan utamanya coklat, tepung dan gula yang dapat memberikan efek menambah hiperaktifitas dan gangguan konsentrasi pada anak bila memungkinkan berkonsultasi dengan dokter tumbuh kembang.
BAB III IMPLEMENTASI DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG
A. Stimulasi Dini Tumbuh Kembang Anak
Stimulasi dini yaitu kegiatan merangsang berbagai kemampuan yang dilakukan sejak dini mulai dari usia nol bulan sampai dengan enam tahun agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Stimulasi harus dilakukan sejak dini dan terus menerus pada setiap kesempatan, artinya stimulasi harus dilakukan mulai pada fase prenatal (dalam kandungan) dan dilakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek dengan berbagai variasi.
Aspek dalam stimulasi diantaranya adalah Asah, Asih Asuh. Asah terkait dengan pemberian rangsangan terhadap kemampuan motorik, kognitif, bahasa, sosio-emosional, moral spiritual, seni dan kemandirian. Asih terkait dengan pemberian cinta dan kasih sayang yang diikat oleh Mahabbah fillah yaitu hubungan yang mengharapkan ridho Allah SWT sehingga memiliki dampak yang sangat dalam baik di dunia maupun kelak di akhirat sebagaimana tertuang dalam AI-Quran surat Ath-thuur ayat 21 yang berbunyi: "Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya". Asuh terkait pemberian kesehatan dan gizi, perawatan, pengasuhan, serta perlindungan dan kesejahteraan anak, ha! ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang PAUD Holistik Integratif (HI), sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjamin terpenuhinya hak tumbuh kembang anak usia dini dalam hal pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, serta perlindungan dan kesejahteraan anak. Pelaksanaan program HI RA dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan untuk mendukung tumbuh kembang anak yang optimal.
Beberapa layanan Holistik Intergratif yang dilakukan di RA, terdiri dari:
Layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan berbagai potensi anak yang mencakup nilai-nilai agama dan moral, fisik- motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seru. Penyelenggaraan layanan pendidikan mengacu pada Standar Nasional PAUD. Penyelenggaraaan HI RA harus dapat memanfaatkan berbagai potensi yang ada di lingkungan sekitar dan bekerjasama dengan instansi dan mitra terkait dalam menstimulasi tumbuh kembang anak.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini sebagai berikut:
a. Belajar melalui bermain
Anak di bawah usia 6 tahun berada pada masa bermain. Pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang tepat melalui bermain, dapat memberikan pembelajaran yang bermakna pada anak. Anak mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan mainnya.
b. Berorientasi pada perkembangan anak; Pendidik harus mampu mengembangkan semua aspek perkembangan sesuai dengan tahapan usia anak.
c. Berorientasi pada kebutuhan anak; Pendidik harus mampu memberi rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai dengan kebutuhan anak, termasuk anak-anak yan mempunyai kebutuhan khusus.
d. Berpusat pada anak; Pendidik harus menciptakan suasana yang bisa mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi, dan kemandirian sesuai dengan karakteristik, minat, potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.
e. Pembelajaran aktif
Pendidik harus mampu menciptakan suasana yang mendorong ana aktif mencari, menemukan, menentukan pilihan, mengemukakan pendapat, dan melakukan serta mengalami sendiri.
f. Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter yang positif pada anak. Pengembangan nilai-nilai karakter tidak dengan pembelajaran langsung, akan tetapi melalui pembelajaran untuk mengem bangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan serta melalui pembiasaan dan keteladanan.
g. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kemandirian anak. Pengembangan kecakapan hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan maupun pembiasaan dan keteladanan.
h. Didukung oleh lingkungan yang kondusif melalui Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh, dan anak lain dengan baik.
i. Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis Pembelajaran yang demokratis sangat diperlukan untuk rasa saling menghargai antara anak dengan pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
j. Pemanfaatan media dan sumber belajar, serta narasumber Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber yang ada di lingkungan RA bertujuan agar pembelajaran lebih kontekstual dan bermakna. Termasuk narasumber adalah orang-orang dengan profesi tertentu yang dilibatkan sesuai dengan tema, misalnya dokter, polisi, nelayan, dan petugas pemadam kebakaran.
Adapun beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan stimulasi/rangsangan terhadap anak, antara lain yaitu:
a. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
b. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan menirukan tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
c. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok usia anak.
d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
e. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai usia anak.
f. Gunakan alat ban tu/ permainan yang sederhana, yang aman dan ada di sekitar anak.
g. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
h. Anak selalu diberi puJ1an, bila perlu diberi hadiah atas ke berhasilannya.
i. Orientasi stimulasi bermain melalui perrnaman di dalam maupun di luar ruangan seperti balok-balok konstruktif, bahan-bahan untuk mcnggunting, merekat, melipat, bermain peran mikro dan peran makro, benda-benda untuk mengenal angka dan huruf, dan alat permainan di luar seperti papan jungkat jungkit, papan luncur, ayunan, papan titian dan lain-lain.
i. Stimulasi yang dilakukan oleh orangtua, pengasuh, dan pendidik dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengadakan hubungan dengan orang dewasa dan anak lainnya menyediakan pengalaman dengan musik, sajak, dongeng, dan main peran untuk memperkuat perkembangan bahasa dengan mencontohkan pemecahan masalah, menyediakan bermacam-macam bahan main seperti main sensorimotor, main peran dan main pembangunan dengan menyediakan kesempatan harian untuk anak bermain dengan bermacam-macam bahan main.
2. Layanan Kesehatan, Gizi dan Perawatan
Layanan kesehatan, gizi, dan perawatan di RA menjadi bagian dari kurikulum yang diwujudkan dalam kegiatan rutin seperti:
a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dicatat dalam buku khusus secara berkala setiap bulan.
b. Pembiasaan makanan yang sehat dan seimbang atau pemberian makanan tambahan secara berkala
c. Pembiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
d. Pengenalan makan gizi seimbang dengan melibatkan orang tua dalam menyiapkan bekal untuk anak sehari-hari.
e. Mcmantau asupan makanan yang dibawa anak setiap harinya termasuk jajanan yang dikonsumsi anak selama ada di sekolah.
f. Penyediaan alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) untuk penanganan pertama pada anak yang mengalami Iuka di ruang usaha kesehatan sekolah (UKS).
g. Mengontrol kondisi fisik anak secara berkala dengan mendatangkan dokter atau bidan dari Puskesmas.
h. Memberi fasilitas tenaga medis untuk melakukan sosialisasi tentang gizi seimbang seperti pemberian vitamin A, imunisasi, pemeriksaan kesehatan mata, telinga, dan mulut dan lain-lain.
3.Layanan Pengasuhan
Pengasuhan dilakukan melalui kerjasama antara guru dengan orangtua melalui Program Parenting, dengan jerns
kegiatan sebagai berikut:
a. Penyuluhan, diskusi, simulasi, seminar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, pengenalan makanan lokal yang sehat, pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penanggulangan cacingan, penggunaan garam beryodium, pencegahan penyakit menular, dan sebagainya.
b. Konsultasi antara guru dan orangtua berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Kunjungan guru ke rumah peserta didik (home visit).
d. Keterlibatan orangtua di dalam kelas misalnya membantu menata lingkungan main, membuat media pembelajaran, menjadi model profesi sesuai dengan tema pembelajaran.
e. Keterlibatan orangtua dalam menyediakan program makan bersama secara bergilir sesuai rekomendasi ahli gizi tentang penyediaan menu makanan dengan pemenuhan gizi seimbang.
f. Keterlibatan orangtua di luar kelas misalnya menjadi panitia kegiatan lapangan, dan menyediakan pemberian makanan tambahan (PMT).
g. Kegiatan bersama keluarga, yaitu kesanggupan orang tua dalam melaksanakan pengasuhan bersama.
4. Layanan Perlindungan
Perlindungan anak harus menjadi bagian dari Misi lembaga, artinya semua anak yang ada di lembaga RA harus terlindung dari kekerasan fisik dan kekerasan non fisik,
antara lain:
a. Memastikan digunakan lingkungan, anak dalam alat, dan bahan main kondisi aman, nyaman yang dan menyenangkan.
b. Memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan psikologis ataupun ucapan teman, guru, atau orang dewasa lainnya di sekitar lembaga.
c. Mengenalkan kepada anak bagian tubuh yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh.
d. Mengajarkan anak untuk dapat menolong dirinya apabila mendapat perlakuan tidak nyaman, misalnya meminta pertolongan atau menghindari tempat clan orang yang dirasakan membahayakan.
e. Semua area di sekitar lembaga berada dalam jangkauan pengawasan guru.
f. Semua anak mendapat perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.
g. Memastikan semua guru terbiasa ramah, menghormati, menyayangi, peduli kepada semua anak dengan tidak melabelkan sesuatu pada anak.
h. Menumbuhkan situasi di area lembaga dengan penuh keramahan, santun, dan saling menyayangi.
i. Memastikan saat anak pulang sekolah dalam posisi aman.
j. Menangani dengan segera ketika anak mengalami kecelakaan.
5. Layanan Kesejahteraan
Layanan kesejahteraan diartikan bahwa lembaga RA memperhatikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap anak yakni kepastian identitas, kebutuhan fisik dan kebutuhan rohani untuk malaksanakan layanan kesejahteraan bagi anak, satuan pendidikan melakukan hal-hal berikut:
a. Membantu keluarga yang anaknya belum memiliki akta kelahiran dengan cara melaporkan ke kelurahan untuk diproses pembuatan aktenya.
b. Menyisihkan dana bantuan operasional dan dana dari sumber lainnya untuk program makanan tambahan sehat sederhana berbahan baku lokal.
c. Penyiapan makanan tambahan dilakukan dengan cara melibatkan orangtua atau komite.
d. Membantu keluarga yang belum memiliki akses layanan kesehatan dengan mendaftarkan keluarga tersebut sebagai penerima jaminan kesehatan.
e. Memperlakukan semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki, kemampuan yang dicapai, dan pemberian dukungan yang sesuai untuk menumbuhkan rasa percaya diri, keberanian, dan kemandirian anak.
f. Membiasakan untuk memberi penghargaan kepada anak atas apa yang berhasil dilakukannya.
8. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan gambaran kemampuan anak usia dini sesuai dengan tugas perkembangannya. Dengan melakukan deteksi dini, maka kita dapat menemukan gangguan/ hambatan pada tumbuh kembang anak tersebut. Misalnya deteksi dini terkait pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui status gizi buruk (stunting). Deteksi dini gangguan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak, misalnya keterlambatan bahasa, daya tangkap, konsentrasi, gangguan daya lihat, gangguan daya dengar, gangguan mental emosional dan lain-lain.
C. Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
Secara sederhana intervensi dapat diartikan sebagai bantuan, penanganan, layanan atau tindakan campur tangan terhadap masalah atau krisis yang dihadapi individu, dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya permasalahan lebih lanjut dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Sedangkan istilah dini berarti usia awal, sehingga intervensi dini adalah serangkaian tindakan tertentu yang dilakukan orangtua, pengasuh dan pendidik anak usia dini untuk memperbaiki dan mengatasi gangguan perkembangan tersebut sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Melalui intervensi dini orang tua dapat meningkatkan sikap, terhadap dirinya sendiri maupun terhadap anaknya, sehingga memberikan dampak yang baik terhadap perkembangan anak, mencegah bertambahnya gangguan atau hambatan pada tahap lanjut, pada akhirnya mampu meningkatkan kemandirian dan konsep dirinya.
Hambatan atau gangguan perkembangan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga perlu dilakukan intervensi dini secara benar dan intensif secara holistik integratif dengan melibatkan seluruh pemegang kepentingan, stakeholder (orangtua, guru, masyarakat, pemerintah, dan lainnya) sebagai media dalam melakukan intervensi.
Contoh praktek intervensi tumbuh kembang anak, berupa stimulasi perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif di rumah selama dua minggu, yang diikuti dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan.
1. Intervensi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tindakan intervensi pertumbuhan dan perkembangan anak dilakukan atas indikasi :
a. Perkembangan anak meragukan (M) artinya kemampuan anak tidak sesuai dengan yang seharusnya dimiliki anak, yaitu bila umur skrining 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya, pemeriksaan KPSP jawaban "YA"= 7 atau 8.
Lakukan intervensi sebagai berikut:
1) Pilih kelompok umur, stimulasi yang lebih muda dari umur anak. Misalnya: menurut KPSP, anak umur 12 bulan belum bisa berdiri, maka dilihat kelompok umur stimulasi 9 - 12 bulan atau yang lebih muda (bukan kelompok umur stirnulasi 12 - 15 bulan). Karena kemampuan berdiri merupakan motorik kasar, maka lihat kotak "kemampuan motorik kasar"
2) Ajari orangtua cara melakukan intervensi sesuai dengan penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut. Misalnya, anak mempunyai penyimpangan motorik kasar, maka yang diintervensi adalah motorik kasarnya. Pada contoh di atas, anak harus dilatih berdiri.
3)Beri petunjuk pada orangtua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan kasih sayang, bervariasi dan sambil bermain dengan anak agar ia tidak bosan.
4) lntervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari sekitar 3-4 jam, selama dua minggu. Bila anak terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi dapat ditambah. Bila anak menolak atau rewel, intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan apabila anak sudah dapat diintervensi lagi.
5) Minta orangtua atau keluarga datang kembali atau kontrol dua minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah ada kemajuan/ perkembangan atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan KPSP yang seuai dengan umur skrining yang terdekat.
BAB IV PENUTUP
Agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai dengan optimal, maka stimulasi sejak dini harus dilakukan. Stimulasi ini dilakukan secara terus menerus pada berbagai aspek perkembangan dan tidak sebatas pada aspek pendidikan saja melainkan aspek kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, serta perlindungan dan kesejahteraan anak.
Tidak semua pertumbuhan dan perkembangan anak berjalan dengan baik atau sesuai dengan tahapan usianya, namun ada beberapa yang mengalami gangguan atau hambatan di dalam tumbuh kembangnya yang kita kenal dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Setelah dilakukan deteksi dini, selanjutnya dilakukan intervensi dini terhadap gangguan tumbuh kembang anak, yaitu upaya penanganan yang dilakukan sejak dini terhadap gangguan tumbuh kembang anak agar tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal.
Dengan diterbitkannya petunjuk teknis ini, diharapkan guru, orang tua, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dapat melakukan detekdi dini tumbuh kembang serta memahami karakteristir anak berkebutuhan khusus dengan tepat sehingga dapat memberi layanan pendidikan yang optimal.
Belum ada Komentar untuk "Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak RA 2019 - SK Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2767 Tahun 2019"
Posting Komentar