Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)
Berikut ini adalah berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN). Download file format PDF.
Pedoman Penilaian Oleh Pendidik |
Pedoman Penilaian Oleh Pendidik
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik:
Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Penilaian merupakan alat evaluasi yang berfungsi sebagai gambaran ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam kurikulum 2004 maupun 2013 memiliki cakupan yang sama untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk dapat mengembangkan penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikator- indikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya.
Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik – Balitbang Kemendikbud yang bergerak di bidang penilaian, menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil belajar yang sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan baru berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini dapat dijadikan acuan oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan dapat digunakan untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang lebih rinci lagi tentang teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman penilaian hasil belajar ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh para pendidik di lapangan dalam merancang, mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus dilakukan oleh pendidik di kelas.
Jakarta, Januari 2015
Kepala Pusat,
Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Penilaian merupakan alat evaluasi yang berfungsi sebagai gambaran ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam kurikulum 2004 maupun 2013 memiliki cakupan yang sama untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk dapat mengembangkan penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikator- indikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya.
Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik – Balitbang Kemendikbud yang bergerak di bidang penilaian, menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil belajar yang sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan baru berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini dapat dijadikan acuan oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan dapat digunakan untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang lebih rinci lagi tentang teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman penilaian hasil belajar ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh para pendidik di lapangan dalam merancang, mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus dilakukan oleh pendidik di kelas.
Jakarta, Januari 2015
Kepala Pusat,
Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
D. Manfaat Pedoman Penilaian
BAB 2 STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS
A. Perkembangan Kurikulum
BAB 2 STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS
A. Perkembangan Kurikulum
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
C. Penilaian Kelas
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
BAB 3 MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
A. PENILAIAN SIKAP
BAB 3 MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
A. PENILAIAN SIKAP
B. PENILAIAN PENGETAHUAN
C. PENILAIAN KETERAMPILAN (KINERJA)
D. PENILAIAN PORTOFOLIO
BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN
A. Pengolahan Hasil Penilaian
BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN
A. Pengolahan Hasil Penilaian
B. Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil Penilaian
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang
Penilaian (assessment) merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation). Pada hal ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan suatu hirarki. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan sesuatu sejenis yang digunakan sebagai kriteria; penilaian adalah proses menafsirkan dan mendeskripsikan bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah kegiatan memutuskan atau menetapkan sesuatu berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Di abad XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya, menyebabkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma. Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada penilaian kognitif. Penilaian berbagai keterampilan belajar dan berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan masalah kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak cukup hanya menilai “apa yang diketahui siswa” tetapi juga harus menekankan pada “apa yang dapat dilakukan oleh siswa”. Karena itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus mencapai level berpikir tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving) pada konteks kehidupan nyata.
Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum bersifat otentik, karena belum menggunakan konteks kehidupan sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran seperti di atas menjadi semakin tidak bermakna karena ternyata instrumen penilaian yang digunakan guru bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang menggunakan konteks kehidupan sehari-hari (daily life).
Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil studi internasional TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa trend kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah rata-rata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum tetapi belum mampu mengimplementasikannya untuk menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan permasalahan kehidupan nyata.
Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya dilakukan di akhir proses pembelajaran atau hanya menilai hasil belajar (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian juga merupakan proses belajar (assessment for learning), apalagi jika proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka siswa akan belajar menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa dalam proses belajar adalah dirinya sendiri. Bila penilaian dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang cenderung berdimensi kognitif, tetapi pasti juga menilai proses yang berdimensi keterampilan dan sikap.
Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diperlukan berbagai metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada satu metode penilaian yang mampu menyajikan semuanya. Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru, sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian, mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 seperti sekarang ini, hadirnya Standar Penilaian sebagai acuan utama dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian menjadi sangat diperlukan.
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebenarnya sudah dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013, Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK).
Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan karena masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, misalnya tentang konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya permasalahan tentang penilaian dalam menerapkan kurikulum 2013 menyebabkan permendikbud 104 tentang penilaian dikaji kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 tentang standar penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan.
Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan berpotensi menimbulkan kekurangpahaman guru dan pemangku kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data empiris yang menunjukkan kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen penilaian yang dibuat guru masih dominan mengukur penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis Direktorat Pembinaan SMP (2014) yang menunjukkan guru-guru SMP di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 baru berkisar 30%-42%, sedangkan yang mampu menerapkan penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%-37%.
Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu mengembangkan pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi dengan contoh-contoh yang mudah diadaptasi dan diimplementasikan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi panduan untuk pendidik dalam melakukan penilaian kelas yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat sangat umum. Tetapi contoh-contohnya mengacu pada kurikulum 2013 yang digunakan oleh pendidik di beberapa sekolah.
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh pendidik adalah:
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo PP Nomer 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan (sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroom- based assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri.
Penilaian kelas oleh pendidik mencakup penilaian sikap (attitude), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual, Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3): Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan, misalnya untuk SD/MI instrumen penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masing- masing pembelajaran.
D. Manfaat Pedoman Penilaian
Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah ini diharapkan memberikan manfaat:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti Standar Penilaian. Standar penilaian adalah standar nasional pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat dasar dan menengah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara berkala melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004 yang dianggap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan, baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (school-based management) dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum 2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta didik memiliki kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga dapat menghadapi berbagai persoalan dan tantangan menghadapi perkembangan abad 21.
Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga mandiri. Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada pendidik agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran berikutnya.
A. Perkembangan Kurikulum
Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar, serendah apapun suatu standar tetap diperlukan karena berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan.
Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan bagian dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang. Dalam Kurikulum 2013 Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk ketercapaian kompetensi peserta didik.
Diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian ‘target kurikulum’ semata.
Pendekatan standar kompetensi memiliki ciri, antara lain:
Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi pendidik harus mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah,
Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna.
Prinsip-prinsip penilaian otentik.
C. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh pendidik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Hasil penilaian berbasis kelas dapat menggambarkan kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas.
Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis utama penilaian yaitu:
Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pembelajaran, pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama juga memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut.
1. Karakteristik Penilaian Kelas
Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut adalah karakteristik penilaian kelas.
Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar, dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar.
Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya. Pendidik memotivasi peserta didik agar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya dapat menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu peserta didik belajar lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih dekat dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka pendidik dapat memperbaiki skill mengajarnya.
Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu belajar peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar peserta didik.
Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik dalam kelas.
Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.
2. Tujuan Penilaian Kelas
Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991).
Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada saat pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti di akhir semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor peserta didik atau bentuk lainnya.
3. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis oleh pendidik memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran, dan umpan balik.
Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar.
Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar peserta didik
Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping untuk memantau kemajuan belajar peserta didik, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil.
Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh pendidik sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri.
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian (assessment) merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation). Pada hal ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan suatu hirarki. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan sesuatu sejenis yang digunakan sebagai kriteria; penilaian adalah proses menafsirkan dan mendeskripsikan bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah kegiatan memutuskan atau menetapkan sesuatu berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Di abad XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya, menyebabkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma. Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada penilaian kognitif. Penilaian berbagai keterampilan belajar dan berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan masalah kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak cukup hanya menilai “apa yang diketahui siswa” tetapi juga harus menekankan pada “apa yang dapat dilakukan oleh siswa”. Karena itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus mencapai level berpikir tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving) pada konteks kehidupan nyata.
Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum bersifat otentik, karena belum menggunakan konteks kehidupan sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran seperti di atas menjadi semakin tidak bermakna karena ternyata instrumen penilaian yang digunakan guru bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang menggunakan konteks kehidupan sehari-hari (daily life).
Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil studi internasional TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa trend kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah rata-rata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum tetapi belum mampu mengimplementasikannya untuk menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan permasalahan kehidupan nyata.
Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya dilakukan di akhir proses pembelajaran atau hanya menilai hasil belajar (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian juga merupakan proses belajar (assessment for learning), apalagi jika proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka siswa akan belajar menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa dalam proses belajar adalah dirinya sendiri. Bila penilaian dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang cenderung berdimensi kognitif, tetapi pasti juga menilai proses yang berdimensi keterampilan dan sikap.
Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diperlukan berbagai metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada satu metode penilaian yang mampu menyajikan semuanya. Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru, sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian, mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 seperti sekarang ini, hadirnya Standar Penilaian sebagai acuan utama dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian menjadi sangat diperlukan.
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebenarnya sudah dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013, Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK).
Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan karena masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, misalnya tentang konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya permasalahan tentang penilaian dalam menerapkan kurikulum 2013 menyebabkan permendikbud 104 tentang penilaian dikaji kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 tentang standar penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan.
Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan berpotensi menimbulkan kekurangpahaman guru dan pemangku kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data empiris yang menunjukkan kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen penilaian yang dibuat guru masih dominan mengukur penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis Direktorat Pembinaan SMP (2014) yang menunjukkan guru-guru SMP di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 baru berkisar 30%-42%, sedangkan yang mampu menerapkan penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%-37%.
Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu mengembangkan pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi dengan contoh-contoh yang mudah diadaptasi dan diimplementasikan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi panduan untuk pendidik dalam melakukan penilaian kelas yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat sangat umum. Tetapi contoh-contohnya mengacu pada kurikulum 2013 yang digunakan oleh pendidik di beberapa sekolah.
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh pendidik adalah:
- memberikan arah dan kesatuan persepsi terhadap konsep penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
- memberikan panduan tahap-tahap pengembangan instrumen beserta contohnya untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah, mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
- memberikan panduan dalam mengembangkan instrumen penilaian beserta contoh formatnya, sehingga diperoleh instrumen yang standar dan berkualitas;
- memberikan panduan analisis hasil penilaian beserta contohnya, untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah; dan
- memberikan panduan mekanisme pelaporan capaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga mampu memberikan informasi yang akurat dan akuntabel.
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo PP Nomer 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan (sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroom- based assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri.
Penilaian kelas oleh pendidik mencakup penilaian sikap (attitude), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual, Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3): Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan, misalnya untuk SD/MI instrumen penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masing- masing pembelajaran.
D. Manfaat Pedoman Penilaian
Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah ini diharapkan memberikan manfaat:
- tidak terjadi perbedaan persepsi atau ketidaksinkronan antar bentuk-bentuk penilaian yang dituangkan pada aturan penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang menimbulkan kebingungan di lapangan;
- tersedia acuan yang operasional bagi guru dalam mengembangkan instrumen penilaian, melakukan penilaian, mengolah, dan melaporkan hasil penilaian secara akurat dan akuntabel; dan
- tersedia contoh-contoh instrumen penilaian yang standar beserta formatnya sehingga memberikan kemudahan bagi pendidik untuk mengadaptasi atau mengembangkan sendiri instrumen-instrumen yang sejenis.
BAB 2
STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti Standar Penilaian. Standar penilaian adalah standar nasional pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat dasar dan menengah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara berkala melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004 yang dianggap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan, baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (school-based management) dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum 2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta didik memiliki kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga dapat menghadapi berbagai persoalan dan tantangan menghadapi perkembangan abad 21.
Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga mandiri. Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada pendidik agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran berikutnya.
A. Perkembangan Kurikulum
Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar, serendah apapun suatu standar tetap diperlukan karena berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan.
Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan bagian dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang. Dalam Kurikulum 2013 Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk ketercapaian kompetensi peserta didik.
Diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian ‘target kurikulum’ semata.
Pendekatan standar kompetensi memiliki ciri, antara lain:
- Adanya visi, misi dan tujuan pendidikan yang disepakati secara bersama di tingkat nasional
- Adanya standar kompetensi lulusan (exit outcome) yang secara konsisten dan jelas dijabarkan dari tujuan pendidikan
- Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan artikulasi yang ketat dari kompetensi lulusan
- Adanya sistem penilaian acuan kriteria (criterion-referenced assessment) dan standar pencapaian (performance standard) yang diterapkan secara konsisten.
Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi pendidik harus mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah,
Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna.
Prinsip-prinsip penilaian otentik.
- Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction),
- Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work- kind of problems),
- Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar,
- Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik)
C. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh pendidik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Hasil penilaian berbasis kelas dapat menggambarkan kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas.
Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis utama penilaian yaitu:
- Penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning), terjadi ketika pendidik menggunakan dugaan-dugaan mengenai perkembangan peserta didik sebagai bahan untuk mengembangkan pengajaran mereka (formatif)
- Penilaian sebagai pembelajaran (assessment as larning) terjadi ketika para peserta didik melakukan refleksi dan mengamati perkembangan pembelajaran mereka sebagai bahan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran mereka dimasa depan (formatif)
- Penilaian hasil pembelajaran (assessment of learning) terjadi ketika para pendidik menggunakan bukti-bukti dari pembelajaran para peserta didik untuk menilai pencapaian peserta didik atas tujuan-tujuan dan standar-standar pembelajaran (sumatif).
Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pembelajaran, pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama juga memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut.
1. Karakteristik Penilaian Kelas
Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut adalah karakteristik penilaian kelas.
Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar, dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar.
Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya. Pendidik memotivasi peserta didik agar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya dapat menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu peserta didik belajar lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih dekat dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka pendidik dapat memperbaiki skill mengajarnya.
Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu belajar peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar peserta didik.
Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik dalam kelas.
Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.
2. Tujuan Penilaian Kelas
Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991).
- Penelusuran (Keeping track), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan rencana. Pendidik mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilian kelas agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
- Pengecekan (Checking-up), yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal pendidik melakukan pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang peserta didik telah kuasai dan apa yang belum dikuasai.
- Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
- Pendidik harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif.
Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada saat pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti di akhir semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor peserta didik atau bentuk lainnya.
3. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis oleh pendidik memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran, dan umpan balik.
Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar.
Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar peserta didik
Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping untuk memantau kemajuan belajar peserta didik, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil.
Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh pendidik sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri.
4. Prinsip Penilaian Kelas
Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan.
Langkah yang pendidik lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi penyusunan rencana mengajar, proses belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan pendidik adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini hal- hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metoda serta prosedur untuk menilai ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana mengajar tersusun dengan baik, pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika ini dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung. Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan dapat dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait dengan siklus pembelajaran berikutnya.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di antara metode dimaksud adalah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test) baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap; dan Portofolio.
Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
- Mengacu pada kemampuan (competency referenced), Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur apakah peserta didik telah menguasai kemampuan sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara langsung dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut.
- Berkelanjutan (Continuous), Penilaian yang dilakukan di kelas oleh pendidik harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar pendidik selama satu semester dan tahun ajaran.
- Didaktis, Alat yang akan digunakan untuk penilaian kelas berupa tes maupun non-tes harus dirancang baik isi, format maupun tata letak (layout) dan tampilannya agar peserta didik menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian.
- Menggali Informasi, Penilaian kelas yang baik harus dapat memberikan informasi yang cukup bagi pendidik untuk mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metoda, teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas.
- Melihat yang benar dan yang salah, Dalam melaksanakan penilaian, pendidik hendaknya melakukan analisis terhadap hasil penilaian dan hasil kerja peserta didik secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada peserta didik dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan peserta yaitu peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan, pengetahuan, dan pengalaman sangat mungkin memberikan jawaban dan penyelesain masalah yang tidak tersedia pada bahan yang diajarkan di kelas. Analisis terhadap kesalahan jawaban dan penyelesaian masalah yang diberikan peserta didik sangat berguna untuk menghindari terjadinya mis-konsepsi dan ketidakjelasan dalam proses pembelajaran. Pendidik harus hendaknya memberikan penekanan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat umum tersebut.
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan.
Langkah yang pendidik lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi penyusunan rencana mengajar, proses belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan pendidik adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini hal- hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metoda serta prosedur untuk menilai ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana mengajar tersusun dengan baik, pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika ini dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung. Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan dapat dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait dengan siklus pembelajaran berikutnya.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di antara metode dimaksud adalah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test) baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap; dan Portofolio.
BAB 3
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak. Beragam konsep dan metode penilaian sejauh ini telah dilakukanpendidik di sekolah.Konsep dasar penilaian dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, yang menekankan pada penilaian kemampuan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Tema pengembangan kurikulum adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa), dan keterampilan (tahu bagaimana). Proses pencapaian ketiga aspek ini perlu dilakukan secara terintegrasi.
Penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kurikulum sebelumnya,dan mendorong peserta didik mampu lebih baik dalam mencapai kompetensinya. Pada kutikulum 2013 ketercapaian kompetensi ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)apa yang diperoleh atau diketahui peserta didik.
Berdasarkan analisis kemampuan yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, maka penilaian didesain terutama untuk mendukung proses pembelajaran kreatif. Oleh karena itu, ketika menggunakan penilaian berbentuk tes atau tugas tertentu, maka pendidik hendaknya memberi ruang kreativitas jawaban yang beragam untuk melatih daya kritis dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, tugas yang diberikan tidak didesain tertutup dalam arti hanya punya satu jawaban yang benar, bahkan pendidik diharapkan dapat mentolerir jawaban yang dianggap “tidak biasa”.Selain itu ekspresi pengetahuan, seni, olahraga, dan lainnya juga harus mendapat ruang dan apresiasi dari pendidik. Selain itu peserta didik juga dilibatkan untuk melakukan penilaian sebagai bagian dari tanggung jawab peserta didik untuk bahan refleksi diri dari kemampuan yang sudah dicapainya.
Konsep penilaian yang diajukan dalam Kurikulum 2013 adalah penilaian yang konstruktifatau menunjang pengembangan aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.Untuk mencapai hal tersebut,pendidik harus menggunakan berbagai model dan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan penilaian dengan tepat melalui metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajarannya, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan.
Berikut ini akan dipaparkan berbagai model dan teknik penilaian kelas yang dapat digunakan pendidik dalam menilai aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
A. PENILAIAN SIKAP
1. Pendidikan Sikap Dalam Perspektif PendidikanSikap menurut konsep psikologi didifinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap sesuatu objek (Anastasi, 1982). Sementara Birren et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang, atau masalah tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang diekspresikan. Lebih lanjut Birren menjelaskan bahwa sikap berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang dapat didefinisikan sebagai pola kebiasaan atau cara bereaksi terhadap sesuatu. Sikap lebih merupakan "stereotype" seseorang. Oleh karena itu, melalui sikap seseorang, kita dapat mengenal siapa orang itu yang sebenarnya.Penilaian sikap sebagai salah satu bentuk penilaian kelas ditujukan untuk pendidik dalam melakukan pembentukkan dan pembinaan terhadap sikap peserta didik.
Dalam perspektif pendidikan, pendidikan sikap merupakan proses holistik yang diarahkan pada berkembangnya sikap dan karakter peserta didik yang dilandasi nilai-nilai dasar yang diperlukan dalam hidupnya sebagai seorang individu, warga negara, dan warga masyarakat global. Sementara sikap dalam konteks pendidikan karakter tidak hanya dibatasi pada pengertian kecenderungan individu baik yang berupa aspekafektif, kognitif, maupun konatif (behavioral tendency), melainkan lebih dimaknai dalam konteks internalisasi nilai, serta pembiasaan dan pembudayaan nilai sebagai landasan untuk bertindak dan berperilaku secara baik dan benar (Bahrul Hayat, 2015).
Sebagai proses internalisasi dan pembiasaan serta pembudayaan nilai, pendidikan sikap sosial dan spiritual seringkali menggunakan empat (4) pendekatan secara integratif:1) membuat kurikulum khusus, 2) memberi kesempatan peserta didik untuk beraktivitas sesuai kehidupan nyata, 3) menyisipkan unsur-unsur non-kognitif pada seluruh kurikulum mata pelajaran, dan 4) mengembangkan iklim sekolah dan organisasi sekolah yang mendukung.
Integrasi pendidikan sikap pada berbagai mata pelajaran di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.
Nilai-nilai dasar yang hendak diinternalisasi secara implisit menyatu dengan spirit dari isi mata pelajaran. Pendidikan sikap harus membedakan antara attitude knowledge and reasoning dengan attitude and moral behavior yang merupakan proses pembiasaan.
Sebagai contoh, sikap menghormati pendapat teman, menghindari perilaku menyontek, membantu meminjamkan pulpen kepada teman yang kehilangan pulpen, dsb merupakan sikap yang bersifat generik untuk semua mata pelajaran. Tetapi, menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan merawat tanaman di sekolah merupakan sikap spesifik kepedulian lingkungan yang sangat terkait dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.
Hasil pendidikan sikap harus dipahami sebagai:
- outcome bukan sebagai output proses pendidikan yang secara instant dapat diniliai oleh pendidik pada setiapkali menyelesaikan suatu proses pembelajaran.
- proses akumulatif yang bersifat judgmental pendidik terhadap perilaku peserta didik selama periode waktu tertentu (per semester) yang didasarkan pada observasi dan rekaman catatan harian dengan indikator perilaku yang disepakati dan ditetapkan.
Kurikulum 2013 membagi aspek sikap menjadi dua yaitu (1) sikap spiritual yaitu sikap yang terkait dengan pembentukan perilaku peserta didik sebagai orang yang beriman dan bertakwa, dan (2) sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Penilaian terhadap sikap spiritual dapat dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitanmenghargai, menghayati ajaran agama, dannilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama sepertikejujuran, menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan penghayatan tidak dapat dilakukan karena bersifat abstrak.
Penilaian terhadap sikap sosial dapat dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap sebagai berikut: (1) sikap yang berhubungan dengan perilaku interpersonal; (2) sikap yang berhubungan dengan kesuksesan akademik; (3) sikap terhadap penerimaan teman sebaya; dan (4) sikap-sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, dan percaya diri.
2. Pembentukan Sikap
Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap yang sesuai dengan kepentingan penerapan dalam dunia pendidikan yaitu:
Mengamati dan meniru
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini dengan pembelajaran melalui model (learningthroughmodeling). (Menurut Bandura, banyak tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang yang berpengaruh
Menerima penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan operan, yakni dengan menerima atau tidak menerima atas suatu respon yang ditunjukkan.Penguatan dapat berupa ganjaran (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatan negatif). Dalam proses pembelajaran, pendidik atau orang tua dapat memberikan ganjaran berupa pujian atau hadiah kepada peserta didik yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu, atau sebaliknya memberi hukuman jika tidak berbuat sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Menerima informasi verbal
Informasi tentang norma tentang objek tertentu dapat diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang objek tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan.
Melakukan pembiasaan dan pengkondisian
Pembentukan sikap melalui proses pembiasaan bertujuan agar peserta didik terbiasa memiliki sikap yang diharapkan, sedangkan dengan pengkondisian pesera didik akan lebih mudah untuk menunjukkan sikap yang diharapkan.
3. Objek sikap yang perlu dinilai
Penilaian sikap selama proses pembelajaran secara umum dapat dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai objek sikap antara lain sebagai berikut.
- Sikap terhadap mata pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, pendidik perlu menilai tentang sikap peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
- Sikap terhadap pelajaran.pendidik mata. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap pendidik, yang mengajar suatu mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap pendidik, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap pendidik pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh pendidik tersebut.
- Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit peserta didik yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi pelajarannya.
- Sikap terhadap pendidik mata pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sifat positif terhadap pendidik yang mengajar mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap pendidik akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan berdampak sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan pendidik tersebut.
- Sikap terhadap materi pembelajaran yang ada. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran.
- Sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi suatu kompetensi dasar tertentu untuk kepentingan pembinaan sikap spiritual dan sosial.
4. Sikap yang dinilai
Perkembangan sikap dapat dilihat dari perilaku peserta didik yang diungkapkan dalam bentuk ucapan, cara berpikir, dan perbuatan.
- Dalam bentuk ucapan. Setiap saat ketika peserta didik menggunakan kata-kata dan kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau sikap tertentu.
- Dalam cara berpikir. Cara berpikir peserta didik dapat dilihat ketika berbicara dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis jawaban atas suatu pertanyaan.
- Dalam bentuk perbuatan. Bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara, dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman, pendidik, pegawai administrasi dan orang lain yang ada di sekolah.
5. Penilaian Sikap dalam pembelajaran di kelas
Penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai dengan pendekatan evaluative judgment pendidik terhadap perilaku peserta didik melalui salah
- holistic format: judgment terhadap perilaku peserta didik secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik) yang mencakup semua aspek sikap yang dinilai.
- analytic format: judgment terhadap perilaku peserta didik secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator perilaku yang eksplisit yang menggambarkan perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik).
Gunakan catatan harian, mingguan, bulanan, ataupun semester pendidik sebagai dasar dalam melakukan pertimbangan penilaiandan catatan pendidik tersebut juga menjadi instrumen dalam pembinaan perilaku peserta didik.
Komunikasikan ringkasan catatan harian pendidik dalam bahasa yang positif kepada peserta didik dan orang tua peserta didik melalui laporan semester dalam rangka mengembangkan perilaku peserta didik ke arah positif. Penilaian sikap peserta didikdiarahkan pada fungsi pembinaan peserta didik secara individual.
Contoh Instrumen
Penilain sikap peserta didik dapat dilakukan pendidik dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan), baik observasi tertutup maupun terbuka. Namun untuk melengkapi hasil penilaian sikap tersebut, pendidik juga dapat menggunakan penilaian diri danpenilaian antarteman sebagai penunjang.Untuk memperkaya pengetahuan pendidik tentang instrumen penilaian sikap lainnya, berilut juga akan diuraikan tentang skala Likert dan Skala Diferensiasi Semantik.
Berikut akan diuraikan contoh-contoh instrumen yang dapat digunakan pendidik dalam menilai sikap peserta didik.
1. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pendidik untuk memudahkan dalam membuat laporan hasil pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Catatan pengamatan yang dilakukan pendidik hanya dilakukan pada perilaku peserta didik yang “tidak biasa”. Berdasarkan catatan tersbut pendidik dapat membuat deskripsi penilaian sikap peserta didik yang bersangkutan. Sedangkan bagi peserta didik yang secara umum memperlihatkan sikap yang termasuk kategori berperilaku “baik sekali, baik, cukup,ataupun kurang” pendidik dapat membuat deskripsi untuk masing-masing kategori tersebut dan berikut saran pembinaan (bimbingan) yang akan dilakukan.
Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati sikap peserta didik di kelas maupun di luar kelasdapat berupa lembar observasi terbuka maupun tertutup.
Observasi terbuka, yaitu pendidik mengamati perilaku secara langsung peserta didik yang diobservasinya. Pendidik dapat mencatat butir-butir inti dari perilaku peserta didik yang diamati secara terbuka. Hasil catatan tersebut kemudian dikonstruksi kembali di akhir pengamatan. Cara terbaik untuk melalukan observasi ini adalah menyusun catatan sefaktual mungkin dan tidak melakukan interpretasi apa pun sehingga hasil observasi ini valid;
Observasi tertutup yaitu pendidik mengamati peserta didik melalui panduan yang sudah disiapkan sebelum pengamatan. Panduan tersebut dapat berupa rating scale (skala rentang) atau daftar cek dsb.
Dalam melakukan observasi terhadap sikap, hal yang perlu direkam adalah suasana atau keadaan ketika suatu perilaku terekam. Informasi tersebut penting karena perilaku itu terekam dalam suasana bebas tetapi terencana. Suasana terencana yang dimaksud adalah suasana yang tercipta sebagai kegiatan dalam proses pembelajaran yang direncpeserta didikan pendidik, seperti pada proses pembelajaran di kelas atau ulangan.
Download Pedoman Penilaian Oleh Pendidik
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Pedoman Penilaian oleh Pendidik.pdf
Panduan Penyusunan Soal USBN
Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN) |
KATA PENGANTAR
Instrumen penilaian yang berkualitas merupakan faktor penting dalam pelaksanaan penilaian. Oleh karena itu, kemampuaan guru dalam mengembangkan instrumen penilaian perlu terus menerus ditingkatkan agar informasi yang diperoleh dari hasil penilaian dapat dipertanggungjawabkan. Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan instrumen penilaian, Pusat Penilaian Pendidikan menyusun panduan pengembangan instrumen penilaian khususnya untuk Ujian Sekolah Berstandar Nasional. Seperti telah diketahui sejak tahun pelajaran 2016/2017, ujian satuan pendidikan pada beberapa mata pelajaran ditingkatkan menjadi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pada jenjang SMP/SMA/SMK sederajat, sedangkan pada jenjang SD/MI USBN baru diterapkan pada tahun pelajaran 2017/2018. Penyusunan soal USBN berdasarkan kisi-kisi yang ditetapkan BSNP. Pada beberapa mata pelajaran, 20% - 25% soal USBN berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan 75% - 80% soal disusun oleh pendidik yang selanjutnya dikonsolidasikan di KKG/MGMP. Panduan ini berisi teknik penyusunan indikator soal, penyusunan soal tes tertulis dan penyusunan soal tes praktik. Karena saat ini bentuk soal USBN pada tes tertulis terdiri atas pilihan ganda dan uraian, fokus panduan ini adalah pada penyusunan kedua bentuk soal tersebut, meskipun terdapat berbagai bentuk soal tertulis lainnya.
Pusat Penilaian Pendidikan mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun, tim penelaah, dan kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam menyelesaikan panduan ini. Semoga panduan ini dapat memberikan manfaat bagi guru dan pihak-pihak relevan dalam rangka meningkatkan mutu penilaian pendidikan.
Jakarta, Januari 2018
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan
Moch. Abduh, Ph.D
NIP 196712221995121001
KATA PENGANTAR
NIP 196712221995121001
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KISI-KISI SOAL USBN
BAB III PENYUSUNAN SOAL TES TERTULIS
Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)
BAB III PENYUSUNAN SOAL TES TERTULIS
Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)
Teknik Penulisan Soal Uraian
Hal-Hal Yang Perlu Dihindari Dalam Penulisan Soal
Contoh Soal Pilihan Ganda dan Uraian
BAB III. PERAKITAN DAN PENILAIAN TES TERTULIS
BAB III. PERAKITAN DAN PENILAIAN TES TERTULIS
Perakitan Soal
Pemberian Nilai
BAB IV PENYUSUNAN TES PRAKTIK
Perencanaan Tes Praktik
BAB IV PENYUSUNAN TES PRAKTIK
Perencanaan Tes Praktik
Pedoman Penskoran Tes Praktik
Contoh Kisi-kisi USBN, Kisi-kisi Penulisan Soal dan Soal
LAMPIRAN
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Bahasa Indonesia SD
LAMPIRAN
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Bahasa Indonesia SD
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Matematika SMP
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Biologi SMP
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal PKn/PPKn SMA
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Praktik Seni Budaya SMA
BAB I
PENDAHULUAN
Penilaian hasil belajar merupakan proses pengumpulan informasi/data tentang capaian belajar peserta didik. Penilaian tersebut dapat dilakukan oleh Pendidik, Satuan Pendidikan, dan Pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik (guru) dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan pengukuran pencapaian satu atau lebih Kompetensi Dasar. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN) dan/atau bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu pendidikan.
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) merupakan ujian akhir dari satuan pendidikan yang berstandar nasional. Oleh karena hasil USBN menentukan kelulusan dari satuan pendidikan maka soal USBN diharapkan memenuhi syarat instrumen yang baik sehingga memberikan informasi yang valid dan objektif. Soal ujian yang kurang baik memberikan informasi yang tidak sesuai dengan capaian siswa sehingga dapat merugikan siswa dan memberikan informasi yang tidak tepat atau menyesatkan untuk pengambil keputusan. Penulisan soal USBN menjadi kritikal karena ditulis oleh guru pada masing-masing satuan pendidikan. Dalam usaha meningkatkan kualitas soal USBN perlu dijelaskan tahapan yang harus dilalui dalam penulisan soal serta kaidah penulisan soal.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya pada Pengantar, penilaian terhadap peserta didik dapat menggunakan berbagai bentuk penilaian, tergantung pada tujuan dan kompetensi yang dinilai. Untuk USBN pada tahun pelajaran 2017/2018, ujian menggunakan tes tertulis (pilihan ganda dan uraian) dan tes praktik. Oleh karena itu, pembahasan dalam modul ini dibatasi pada tes tertulis bentuk pilihan ganda dan uraian serta tes praktik.1
Penilaian melalui USBN merupakan penilaian yang terstandar. Untuk penilaian terstandar, harus ada acuan yang sama, baik dalam penyusunan soal maupun dalam pelaksanaan ujian. Dalam pelaksanaan ujian yang menjadi acuan adalah Prosedur Operasional Standar (POS) USBN. Dalam penyusunan soal, yang menjadi acuan adalah kisi-kisi USBN yang disusun berdasarkan kriteria pencapaian Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan kurikulum yang berlaku. Namun kisi-kisi USBN hanya merupakan awal dari pengembangan soal USBN, beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk memperoleh soal USBN yang berkualitas sebagai berikut.
1. Penyusunan indikator soal
Indikator soal merupakan jabaran lingkup materi dan level kognitif dari kisi-kisi USBN, sebagai pedoman bagi penulisan atau perakitan soal.
2. Penulisan soal
Soal ditulis oleh guru mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan berdasarkan indikator soal yang disusun oleh KKG/MGMP. Penulisan soal termasuk pedoman penskoran untuk soal uraian dan tes praktik.
3. Penelaahan Soal
Penelaahan soal dilakukan secara kualitatif berdasarkan kaidah penulisan soal oleh penelaah soal, dilakukan oleh KKG/MGMP. Hasil telaah soal diklasifikasikan menjadi soal baik, soal kurang baik, dan soal ditolak. Soal baik langsung diterima/dapat digunakan, soal kurang baik perlu diperbaiki, dan soal yang ditolak dikembalikan ke penulis atau tidak digunakan.
4. Perakitan soal
Soal-soal baik selanjutnya dirakit menjadi beberapa paket soal untuk digunakan dalam ujian. Pada perakitan, dilakukan penggabungan antara soal dari Kementrian dan soal yang ditulis oleh pendidik. Perakitan dapat dilakukan di satuan pendidikan atau KKG/MGMP.
BAB II
KISI-KISI SOAL USBN
Kisi-kisi merupakan suatu pedoman untuk menulis atau merakit soal. Kisi-kisi USBN yang ditetapkan oleh BSNP dikembangkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, yaitu kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Format kisi-kisi USBN berisi lingkup materi dan level kognitif. Proses penyusunan kisi-kisi USBN dimulai dengan menganalisis kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum suatu mata pelajaran. Semua materi kemudian dikelompokkan menjadi beberapa lingkup materi. Materi yang tercakup dalam setiap lingkup materi dipetakan ke dalam tiga level kognitif, yaitu pengetahuan, aplikasi, dan penalaran. Pemetaan materi ke dalam level kognitif disesuaikan dengan kompetensi dasar dalam kurikulum.
Contoh Kisi-kisi USBN Lihat preview
Pada kisi-kisi tersebut kompetensi yang diuji masih terlalu luas dan umum sehingga perlu dijabarkan lebih spesifik dalam indikator soal. Pada indikator soal tergambar kompetensi yang diuji sesuai dengan level kognitif dan materi. Dari satu indikator dapat disusun beberapa soal yang pararel. Pada USBN, pengembangan indikator soal dilakukan di KKG atau MGMP.
Indikator soal
Indikator soal yang disusun oleh KKG/MGMP dimasukkan dalam format dengan beberapa komponen, yaitu: kompetensi yang diuji, lingkup materi, materi, level kognitif, indikator, bentuk soal, dan nomor soal.
Penyusunan Indikator
Indikator dijadikan acuan dalam membuat soal. Kriteria perumusan indikator:
- Memuat ciri-ciri kompetensi yang akan diuji.
- Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur (satu kata kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian dan instrumen penilaian keterampilan/praktik).
- Berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih.
- Dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.
BAB III
PENYUSUNAN SOAL TES TERTULIS
Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)
Soal PG merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban (option) yang telah disediakan. Setiap soal PG terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban merupakan jawaban benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, tetapi peserta didik yang tidak menguasai materi memungkinkan memilih pengecoh tersebut.
1. Keunggulan dan keterbatasan
Beberapa keunggulan dari bentuk soal PG adalah:
- dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektivitas yang tinggi;
- dapat mengukur berbagai tingkatan kognitif;
- mencakup ruang lingkup materi yang luas;
- tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri.
Beberapa keterbatasan dari bentuk soal PG adalah:
- perlu waktu lama untuk menyusun soal;
- sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi;
- terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban.
2. Kaidah Penulisan Soal Bentuk PG
Dalam menulis soal bentuk PG, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
Materi
- Soal harus sesuai dengan indikator.
- Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
- Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Konstruksi
- Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
- Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
- Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
- Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
- Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
- Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah” atau “Semua pilihan jawabandi atas benar”.
- Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya.
- Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
- Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Bahasa
- Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
- Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
- Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
- Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Teknik Penulisan Soal Uraian
Soal bentuk uraian menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis.
1. Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian
Keunggulan
Dapat mengukur kompetensi peserta didik dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri.
Keterbatasan
Jumlah materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan tingkat reliabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.
Berdasarkan penskoran, soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.
- Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskoran dapat dilakukan secara objektif.
- Soal bentuk uraian non objektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban berupa pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskoran dapat mengandung unsur subjektivitas).
Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskoran berisi kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskoran berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.
2. Kaidah penulisan soal uraian
Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:
Materi
- Soal harus sesuai dengan indikator.
- Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.
- Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
- Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik, misal kompetensi pada jenjang SMA tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SMP tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMA.
Konstruksi
- Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
- Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
- Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
- Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.
Bahasa
- Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
- Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu.
- Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
- Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
- Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.
3. Penyusunan Pedoman Penskoran
Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal.
4. Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran
Uraian Objektif
- Tuliskan semua kemungkinan jawaban benar atau kata kunci jawaban dengan jelas untuk setiap nomor soal.
- Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu).
- Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Kata-kata kunci ini dibuatkan skornya masing-masing 1.
- Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal.
Uraian Non objektif
- Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pedoman atau dasar dalam memberi skor. Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/pandangan pribadi peserta didik yang berbeda dapat diskor menurut mutu uraian jawabannya.
- Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besar rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian berdasarkan kualitas jawaban, misalnya untuk rentang skor 0 - 3: jawaban tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria kualitas jawaban (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal.
- Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.
5. Prosedur penskoran
- Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua peserta didik.
- Untuk uraian objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran. Setiap jawaban peserta didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan “Benar” dan diberi skor 1, sedangkan jawaban peserta didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap “Salah” dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada jawaban peserta didik yang kurang sempurna, kurang memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus dapat menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Dengan demikian dapat diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk jawaban tersebut.
- Untuk uraian non objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran. Pemberian skor disesuaikan antara kualitas jawaban peserta didik dan kriteria jawaban. Di dalam pedoman penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban.
- Baik soal uraian objektif maupun soal non objektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal.
- Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur. Skala yang digunakan dalam satu tes adalah 10 atau 100 sehingga jumlah bobot dari semua soal adalah 10 atau 100. Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada saat merakit tes.
- Jumlahkan semua nilai yang telah diperoleh peserta didik dalam perangkat tes. Jumlah ini disebut nilai akhir dari satu perangkat tes uraian yang disajikan.
Hal-Hal Yang Perlu Dihindari Dalam Penulisan Soal
Soal ujian tidak hanya harus memperhatikan kaidah dari segi materi, konstruksi, dan bahasa, tetapi juga hal lain yang dipandang dapat menimbulkan akibat yang negatif. Penulis dan penelaah soal perlu peka terhadap isu-isu, topik, yang mungkin menimbulkan dampak negatif baik terhadap siswa maupun masyarakat. Sebagai contoh, menggunakan nama tokoh yang masih hidup dalam soal dapat diinterpretasikan mempromosikan tokoh tersebut. Demikan juga menggunakan gambar suatu produk dengan merek tertentu dapat dipandang sebagai usaha mempromosikan produk.
Secara ringkas, hal yang perlu dihindari dalam penulisan soal:
- Soal tidak boleh menyinggung suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
- Soal tidak boleh bermuatan politik, pornografi, promosi produk komersil (iklan) atau instansi (nama sekolah, nama wilayah), kekerasan, dan bentuk lainnya yang dapat menimbulkan efek negatif atau hal-hal yang dapat menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu.
Download Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN).pdf
Sumber: https://usbn.puspendik.kemdikbud.go.id
Baca juga:
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN). Semoga bisa bermanfaat.
Baca juga:
Panduan Penulisan Soal SD MI SMP MTs SMA MA SMK (Diterbitkan oleh Balitbang Kemdikbud)
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN). Semoga bisa bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)"
Posting Komentar