Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018

Berikut ini adalah berkas Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Download file format PDF.

 Berikut ini adalah berkas Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas  Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018
Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018

Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018:

Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku guru ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan Kurikulum 2013.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Senang Belajar Matematika : buku guru/siswa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- .
Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Tujuan disusunnya buku guru ini adalah untuk membantu guru agar dapat memfasilitasi siswa belajar dan memahami materi matematika sebagaimana diamanatkan dalam Kurikulum 2013 yang direvisi. Pendekatan yang digunakan menggunakan adalah scientific approach atau 5 M, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Masing-masing tahapan disajikan secara detail untuk membantu siswa dalam melakukan aktivitas ilmiah berbasis berfikir tingkat tinggi.

Dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan literasinya, pemahaman, keterampilan, serta aspek sikap yang baik. Tentu, kemampuan mengkoneksikan apa yang dipelajari dengan lingkungan sekitarnya menjadi perhatian yang tak terabaikan. Beberapa aspek penting yang disampaikan dalam buku ini adalah adanya narasi awal pembelajaran dengan menyajikan masalah-masalah kontekstual, guru memfasiltasi siwa dalam proses pembelajaran problem based learning, discovey learning, dan collaborative learning. Siswa juga didorong untuk dapat membuat kaitan-kaitan penting antar sub materi, dan antar materi dengan alam sekitar anak. Literasi dan koneksi siswa dinilai dengan menggunakan authentic assessment. Di akhir setiap bab, kami sajikan project based learning.

Bagian I Petunjuk Umum

A. PENDAHULUAN
Buku guru terdiri dari 2 bagian. Bagian I, berisi tentang Buku Petunjuk Umum, sedangkan Bagian II berisi tentang Buku Petunjuk Khusus. Pada buku Petunjuk Umum, terdiri atas : pendahuluan, cakupan dan ruang lingkup, strategi pembelajaran, Media, dan penilaian. Pada Buku Petunjuk Khusus pada setiap bab terdiri atas : pengantar bab, pemerolehan konsep, meliputi ayo mengamati, ayo menanya, ayo menalar, ayo mencoba, ayo merangkum, ayo mengkomunikasikan, dan tugas proyek. Pada akhir bab disajikan Latihan.

Pengantar Bab
Isi pengantar bab adalah : advanced organizer, bacaan pengantar, tokoh matematika, tujuan pembelajaran, kata kunci dan materi prasyarat.

Materi prasyarat adalah aktivitas siswa dalam membaca dengan seksama persoalan sehari-hari yang berkaitan dengan pecahan.

Tujuan pembelajaran adalah kemampuan atau keterampilan yang akan dicapai setelah siswa mempelajari bab ini.

Tokoh matematika dipilih sesuai dengan topik bab ini, serta pelajaran berharga apa yang dapat diambil dari sejarah tokoh tersebut.

Pemerolehan Konsep
Berisi kegiatan siswa atau aktivitas siswa secara aktif dengan menggunakan 5M (mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan) dalam upaya memperoleh pemahaman tentang materi dalam masing-masing bab.

Ayo Mengamati
Guru meminta siswa secara berkelompok untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

Ayo Menanya
Guru meminta siswa secara individual untuk membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

Ayo Menalar
Guru meminta siswa secara individual untuk mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

Ayo Mencoba
Guru meminta siswa secara individual untuk mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/ mengembangkan.

Ayo MerangkumGuru meminta siswa secara individual untuk membuat rangkuman sesuai dengan pemahamannya sendiri, kemudian dibandingkan dengan cara membaca rangkuman yang ada di buku siswa. Selanjutnya, siswa membuat rangkuman kembali dengan kalimat sendiri di buku tulis.
Ayo Mengomunikasikan
Guru meminta siswa secara berkelompok untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

Tugas Proyek
Guru meminta siswa secara berkelompok untuk mengerjakan proyek yang diberikan terkait dengan bilangan pecahan dengan menyajikan laporan dalam bentuk laporan tertulis; dan menyajikannya secara lisan.

Tahukah kalian sebagai tambahan informasi terkini kepada siswa, juga untuk melatih kemampuan literasi, serta pengayaan iptek terkini. Tahukah kalian ini selalu ada pada setiap bab. Soal tantangan berisi permasalahan kompleks yang merupakan jumping tas (soal tingkat tinggi) untuk melatih kemampuan higher order thinking (HOT). Soal tantangan ini menjadi pilihan yang ada pada bab-bab tertentu. Tips berisi langkah-langkah praktis dan cepat dalam menjawab persoalan-persoalan matematika dengan tidak mengabaikan prosedur ilmiah dan konseptual matematika. Tips ini menjadi pilihan yang ada pada bab-bab tertentu. Selanjutnya, guru meminta siswa secara berkelompok untuk mengerjakan latihan akhir bab.

B. CAKUPAN DAN RUANG LINGKUP
Berdasarkan Permendikbud tahun 2016 Nomor 24 cakupan dan ruang lingkup buku guru kelas 4 sebagai berikut. Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi Sikap Sosial yaitu, “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya”. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.

C. STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah merupakan prosedur, cara dan teknik untuk memperoleh pengetahuan, serta untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik salah satu tujuannya adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif masalah, mengajukan hipotesis (sebagai pandangan jawaban sementara sebelum melakukan analisis), menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan (Hosnan, 2014:34). Penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui 5M ini melibatkan kegiatan aktif dari peserta didik itu sendiri, tetapi masih membutuhkan bantuan pendidik meskipun semakin dewasanya peserta didik atau semakin tinggi jenjang kelasnya. Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah, proses pembelajaran dapat disamakan dengan suatu proses ilmiah karena alasan itulah kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalm pembelajaran, hal ini diyakini (pendekatan saintifik) sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Proses pembalajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah (saintifik) langkah-langkah pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data dan informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta (tingkat tertinggi setelah 5M). Namun harus tetap diperhatikan proses pembelajaran tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari sifat-sifat non ilmiah.

Adapun secara umum karakter pembelajaran saintifik menurut Hosnan (2014:36) adalah sebagai berikut:a. berpusat pada siswa, b. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, c. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan tingkat tinggi peserta didik, dapat mengembangkan karakter peserta didik.

2. Problem-Based Learning
a. Pengertian
Pembelajaran model Problem-based Learning merupakan salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan juga tentang keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dalam mata pelajaran yang mencakup pengumpulan informasi berkaitan dengan pertanyaan, menyintesa, dan mempresentasikan penemuannya pada orang lain. Siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran (Depdiknas, 2003).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti mendefinisikan bahwa Problem-based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan permasalahan nyata sebagai fokus utama dan sebagai sarana bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, berpikir kritis dan kreatif serta membangun pengetahuan baru melalui penyelesaian yang bersifat terbuka (open ended).

b. Karakteristik Pembelajaran
Problem-based Learning memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan model pembelajaran yang lain. Problem-based Learning berpotensi memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik minat dan menyenangkan bagi siswa. Karakteristik Problem-based Learning menurut beberapa sumber meliputi:
  1. Belajar diawali dengan suatu masalah
  2. Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa atau integrasi konsep dan masalah dunia nyata
  3. Keterkaitan masalah dengan berbagai disiplin ilmu
  4. Penyelidikan yang dilakukan bersifat autentik
  5. Menghasilkan dan memamerkan hasil karya
  6. Adanya kolaborasi antar siswa, maupun siswa dengan guru
  7. Menggunakan kelompok kecil.

c. Sintaks Pembelajaran
Penerapan model Problem-based Learning terdiri atas lima langkah utama yang pada dasarnya dimulai dengan guru memperkenalkan kepada siswa situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kegiatan pembelajaran Problem-based Learning diawali dengan aktivitas siswa untuk menyelesaikan masalah nyata ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru.

Tahapan-tahapan pembelajaran Problem-based Learning yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu.

d. Kelebihan dan Kelemahan
Menurut Kurniasih & Sani (2015: 49) keunggulan model Problem-based Learning, yaitu:
  1. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif siswa
  2. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah para siswa dengan sendirinya,
  3. meningkatkan motivasi siswa dalam belajar,
  4. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi yang serba baru,
  5. mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
  6. mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah siswa lakukan,
  7. terjadi pembelajaran yang bermakna,
  8. siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan,
  9. meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok,
  10. mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Kelemahan Problem-based Learning meliputi:
  1. siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan enggan untuk mencoba,
  2. waktu pelaksanaan yang relatif panjang
  3. tanpa adanya pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (pencapaian isi pembelajaran yang rendah) Untuk mengatasi kelemahan pembelajaran berbasis masalah, guru hendaknya membuat persiapan yang matang sebelum menerapkannya dan memberikan penjelasan yang detail agar siswa memahami permasalahan yang dihadapi dengan baik dan mampu menumbuhkan motivasi pada diri siswa agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk berhasil.
e. Manfaat Pembelajaran
Smith (dalam Taufiqur, 2009) mengungkapkan manfaat dari pembelajaran Problem-based Learning yaitu:
  1. siswa menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahaman atas materi belajar,
  2. meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan,
  3. mendorong siswa untuk berpikir,
  4. membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan (soft skills) sosial,
  5. membangun kecakapan belajar,
  6. memotivasi siswa belajar. Dengan banyaknya manfaat dalam pembelajaran Problem-based Learning yang dapat mempengaruhi kualitas kinerja siswa, kemampuan siswa dalam upaya meningkatkan prestasinya. Sehingga pada akhirnya, pembelajaran Problem-based Learning dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan kreativitas dari siswa.

3. Discovery Learning
a. Definisi/ Konsep
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self ” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui oBuku Siswaervasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219). Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.

b. Sintaks Pembelajaran
Adapun langkah-langkah pembelajaran discovery learning sebagai berikut.

1). Stimulation (memberikan rangsangan)
Proses kegiatan yang dilakukan pada tahap pertama ini yaitu, guru memberikan rangsangan kepada siswa melalui penyajian masalah-masalah kontekstual dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

2). Problem Statement (pernyataan/Identifikasi Masalah) Langkah selanjutnya yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang telah disajikan sebanyak mungkin hingga menentukan pemecahan masalahnya.

3). Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika proses eksplorasi berlangsung, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan proses pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya secara relevan.

4). Data Processing (Pengolahan Data) Data processing befungsi untuk membuat konsep generalisasi.

5). Verivication (Pembuktian)Siswa melakukan pengkajian ulang secara cermat yang telah ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

c. Kelebihan Penerapan Discovery Learning
Berikut ini kelebihan dari penerapan Discovery Learning.
  1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan akalnya dan motivasi sendiri.
  5. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  6. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  7. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  8. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
  9. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  10. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  11. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
  12. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
  13. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

d. Kelemahan Penerapan Discovery Learning
Berikut ini kelemahan dari penerapan Discovery Learning.
  1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan aBuku Siswatrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  4. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
  5. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

4. Project-Based Learning
a. Pengertian
Project Based Learning adalah model pembelajaran inovatif dan lebih menekankan pada pembelajaran yang konstektual melalui rangkaian kegiatan yang kompleks. Model pembelajaran ini memiliki potensi yang besar untuk memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Project Based Learning atau model pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media. Guru menugaskan siswa untuk melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sistesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Model pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata (Hosnan, 2014:319). Aiedah & Audrey (2012:38) menyatakan bahwa Project Based Learning merupakan penugasan kompleks dengan memberikan pertanyaan berupa tantangan atau permasalahan yang melibatkan siswa untuk mendesain, memecahkan masalah dan melakukan kegiatan penyelidikan. Thomas J.W. Moursund, et al. (dalam Hosnan, 2014:321) menyebutkan bahwa PjBL adalah model pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam suatu proyek. Hal ini memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri untuk membangun pembelajarannya sendiri dan kemudian akan mencapai puncaknya dalam suatu hasil yang realistis, seperti karya yang dihasilkan siswa sendiri.

Project Based Learming dapat didefinisikan: (a) fokus pada konsep-konsep utama dari suatu materi; (b) melibatkan pengalaman belajar yang melibatkan siswa dalam persoalan kompleks, namun realistik yang membuat mereka mengembangkan dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki; (c) pembelajaran yang menuntut siswa untuk mencari berbagai sumber informasi dalam rangka pemecahan masalah; (d) pengalaman siswa belajar untuk mengelola dan mengalokasikan sumber daya, seperti waktu dan bahan.

Guru atau mentor memfasilitasi, tidak membantu secara langsung, siswa mengeksplorasi sistem, mengajukan pertanyaan, melihat masalah dalam sistem itu, menentukan solusi, rencana dan akhirnya menerapkan proyek. Pada pembelajaran proyek ini siswa memilih, merencanakan, menyelidiki, menghasilkan produk dan presentasi. Dalam proses ini siswa diperkenankan untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam membuat produk autentik yang bersumber dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

b. Ciri-ciri Pembelajaran
Menurut Buck Institute for Education (dalam Hosnan, hal 322), belajar berbasis proyek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. siswa berusaha memecahkan sebuah masalah atau tantangan yang tidak memiliki jawaban yang pasti,
  2. siswa ikut merancang proses yang akan dilakukan untuk menemukan solusi,
  3. siswa didorong untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, berkolaborasi, serta mencoba berbagai macam bentuk komunikasi,
  4. siswa beertanggung jawab mengelola sendiri informasi yang telah dikumpulkan,
  5. evaluasi dilakukan secara terus menerus selama proyek berlangsung,
  6. produk akhir dari proyek dipresentasikan didepan umum,
  7. di dalam kelas dikembangkan suasana penuh toleransi terhadap kesalahan dan perubahan, serta mendorong bermunculnya umpan balik serta revisi.

c. Kelebihan dan Kekurangan
Menurut Moursund (Made Wena, 2011: 147) model pembelajaran proyek mempunyai kelebihan sebagai berikut:
  1. increased motivation. Meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai,
  2. increased problem-solving ability. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
  3. improved library research skills. Membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks,
  4. increased collaboration. Meningkatkan kolaborasi,
  5. increased resource-management skills. Mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan ketrampian komunikasi.
Kelebihan lain dari Project Based Learning adalah dapat mengembangkan keprofesionalan guru dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Guo & Yang dalam Kusumawati, 2015).

Sedangkan dalam materi pelatihan guru implementasi Kurikulum 2013 Matematika SMP/MTS (2013: 218) disebutkan bahwa Project Based Learning mempunyai kekurangan:
  1. memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah,
  2. membutuhkan biaya yang cukup banyak,
  3. banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana instruktur memegang peran utama dikelas,
  4. banyaknya peralatan yang harus disediakan,
  5. Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
  6. ada kemungkinan siswa kurang aktif dalam kerja kelompok,
  7. ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

Kelemahan dari pembelajaran Project Based Learning ini bisa diatasi dengan cara memberi fasilitas pada siswa dalam menghadapi masalah, misalnya dalam penelitian ini dengan cara membatasi waktu siswa dalam menyelesaikan tugas proyek, menyediakan alat sederhana yang ada di sekitar, dengan memilih penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, agar guru dan siswa merasa nyaman dalam proses pembelajaran perlu diciptakan susana pembelajaran yang menyenangkan.

d. Langkah-langkah Pembelajaran
Secara Umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan model Project Based Learning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Education Foundation (dalam Kusumawati, 2015) adalah sebagai berikut :
a. Start With Essential Question (Penentuan Pertanyaan Mendasar)
b. Design a Plan for the Project (Menyusun Perencanaan Proyek)
c. Create A Schedul (Menyusun Jadwal)
d. Monitor the Students and The Progress of the Project (Monitoring)
e. Asses the Outcome (Menguji Hasil)
f. Evaluate the Experience (Evaluasi Pengalaman)

5. Cooperative Learning
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas akademik (Davidson & Kroll, 1991:262). Selain dapat digunakan untuk siswa yang bersifat heterogen, Johnson & Johnson (1994:44) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat juga digunakan pada setiap jenjang pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, dalam semua bidang materi dan sebarang tugas. Juga, Slavin (1995:4) menyatakan bahwa belajar kooperatif telah digunakan secara intensif dalam setiap subjek pendidikan, pada semua jenjang pendidikan dan pada semua jenis persekolahan di berbagai belahan dunia. Dalam bidang matematika, belajar kooperatif dapat digunakan dalam praktik keterampilan, belajar penemuan, investigasi, pengumpulan data laboratorium, diskusi mengenai suatu konsep, dan pemecahan masalah (Davidson & Kroll 1991:362). Menurut Johnson & Johnson (1994:22-23), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut ini:
  1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antarsiswa.
  2. Interaksi antarsiswa yang semakin meningkat.
  3. Tanggung jawab individual.
  4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.
  5. Proses kelompok.
Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995:5) adalah sebagai berikut:
  1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
  2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
  3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar kooperatif menurut Hill & Hill (1993:1-6) adalah (1) meningkatkan prestasi siswa, (2) memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa, (4) mengembangkan sikap kepemimpinan, (5) mengembangkan sikap positif siswa, (6) mengembangkan sikap menghargai diri sendiri, (7) membuat belajar secara inklusif, (8) mengembangkan rasa saling memiliki, dan (9) mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Dees (1991:411) beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah (1) membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum, (2) membutuhkan waktu yang lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi belajar kooperatif, (3) membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan strategi belajar kooperatif, dan (4) menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama Meskipun belajar kooperatif memiliki kelemahan-kelemahan, namun masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang relatif lebih lama dapat diatasi dengan cara menyediakan lembar kerja siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien, kelompok dibentuk sebelum kegiatan pembelajaran, dan penggunaan waktu diatur secara ketat untuk setiap kegiatan pembelajaran.

c. Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif
Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat : (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995:12-13). Terdapat berbagai model belajar kooperatif di antaranya adalah STAD, Jigsaw, Investigasi kelompok, TGT (Teams Games Tournaments), TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction), LT (Learning Together), TPS (Think-Pair-Share). (Eggen & Kauchak, 1996:277).

d. Perencanaan Pembelajaran Kooperatif
Perencanaan untuk melakukan pembelajaran kooperatif melibatkan lima tahapan, yaitu: (1) menentukan tujuan, (2) merencanakan pengumpulan informasi, (3) membentuk kelompok, (4) mendesain aktivitas kelompok, dan (5) merencanakan aktivitas kelompok secara keseluruhan.

D. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN SEBENARNYA)Untuk menilai kemampuan siswa harus dilakukan authentic assessment atau penilaian sebenarnya. Penilaian sebenarnya dimaksudkan untuk menilai keseluruhan aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut ini beberapa penilaian yang harus dilakukan.

1. Tes Tulis
Tes tulis yaitu tes yang diberikan kepada pihak tes tee (pihak yang akan mengerjakan tes) yang harus dijawab secara tertulis. Bentuk item tes tulis bisa berupa item tes isian, item tes uraian, benarsalah, menjodohkan maupun pilihan ganda (pilihan ganda biasa; pilihan ganda analisis hubungan antarhal; pilihan ganda analisis kasus; pilihan ganda kompleks; pilihan ganda menggunakan diagram, tabel, gambar, dan grafik). Tes tulis yaitu tes yang diberikan kepada pihak tes tee (pihak yang akan mengerjakan tes) yang harus dijawab secara tertulis. Bentuk item tes tulis bisa berupa item tes isian, item tes uraian, benarsalah, menjodohkan maupun pilihan ganda (pilihan ganda biasa; pilihan ganda analisis hubungan antarhal; pilihan ganda analisis kasus; pilihan ganda kompleks; pilihan ganda menggunakan diagram, tabel, gambar, dan grafik).

2. Tes Lisan
Tes lisan merupakan suatu bentuk tes formal yang dilaksanakan secara lisan atau tidak tertulis baik perintah maupun jawabannya dilaksanakan secara lisan. Ini bukan berarti pendidik tidak membuat perencanaan. Namun tester (pihak yang melakukan tes) harus tetap membuat persiapan terlebih dahulu, yaitu dengan menyiapkan sejumlah daftar pertanyaan beserta pedoman penilaiannya. Tes lisan dilaksanakan secara tatap muka langsung antara tester dengan seorang tester atau beberapa orang tester. Keunggulan tes lisan yaitu tester bisa mengetahui tingkat kognitif anak secara otentik. Tester bisa mengembangkan pertanyaan (probing question) sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak. Kelemahannya tes semacam ini bisa bias dan kurang objektif bila tidak direncanakan dengan baik.

3. Tes Kinerja (performance assessment)Sama halnya dengan tes tulis, tes kinerja juga memiliki berbagai bentuk, seperti paper and pencil test, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes uji petik kerja. Dalam tes kinerja, peserta tes diminta untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu sesuai kompetensi yang diungkap untuk mendemonstrasikan performancenya.

4. Paper and Pencil Test
Tes paper and pencil sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari tes kinerja. Oleh sebab itu, sebenarnya tes ini ingin mengetahui prosedur dari suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh peserta didik, namun tidak dipraktikkan. Sebagai gantinya testee harus menuliskan prosedur kegiatan tersebut. Dengan demikian tes jenis ini berusaha mengubah tuntutan perilaku anak dari psikomotorik ke aspek kognitif. Walaupun kemampuan psikomotor dapat dilakukan dengan menggunakan tes tulis, namun akan lebih baik bila tetap diiringi dengan tes uji petik kerja. Kalau hanya mengandalkan pada tes tulis, maka tetap saja yang ditingkatkan adalah aspek kognitifnya saja, sementara aspek yang lebih utama yaitu psikomotor tidak mendapatkan tempat, atau terabaikan.

5. Aspek yang akan Diuji
Proses penyusunan butir tes perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai (menyesuaikan dengan karakteristik indikator kompetensi).

Apakah kompetensi tersebut mengarah pada aspek kognitif, afektif, ataukah psikomotor. Juga perlu mempertimbangkan tingkatan ranah-ranah tersebut. Pada ranah kognitif misalnya memiliki enam tingkatan dari tingkatan yang paling rendah (kurang otentik) sampai ke tingkat tertinggi (lebih otentik), yaitu mulai dari knowledge, comprehension, application, analysis,evaluation, dan creativity.

6. Distribusi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Soal yang disusun jangan terlalu mudah dan jangan terlalu sukar. Penyusunan butir soal yang baik hendaknya diawali dari butir tes yang mudah ke butir tes yang sukar. Di samping itu, distribusi tingkat kesukaran butir tes juga perlu diperhatikan. Hendaknya tingkat kesulitan butir soal disusun secara proporsional berdasarkan pokok materi. Distribusi tingkat kesulitan soal bisa dikelompokkan menjadi mudah, sedang, dan sukar. Struktur soal yang baik misalnya menetapkan jumlah item soal yang mudah 60%, sedang 30% dan soal yang tergolong kategori sukar 10%. Oleh karenanya penyusunan item soal hendaknya didistribusikan sesuai dengan proporsi yang ada. Dengan cara seperti ini paling tidak pembuat soal bisa mengetahui seberapa besar anak telah mengetahui kemampuan dasar.

7. Tingkat Kognitif Peserta Didik
Pada dasarnya tingkat kognitif anak tidak sama. Menurut Piaget tahap perkembangan kognitif (mental) anak melalui 4 tahap yaitu: a) sensorimotor (2 th); b) preoperational (2 – 7 th); c) concrete operational (7 –11 th); dan d) formal operation (11 hingga dewasa) (Slavin, 1997). Tentu saja tingkat kesulitan soal yang akan dibuat harus mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak tersebut.

8. OBuku Siswaervasi
Metode oBuku Siswaervasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa baik selama di dalam maupun di luar kelas. Melalui oBuku Siswaervasi akan dapat diketahui tentang keadaan siswa apakah mereka telah menguasai suatu aspek atau kompetensi yang telah dipelajari selama proses pembelajaran atau belum. Misalnya selama proses diskusi apakah para siswa telah berpartisipasi penuh, berargumen secara rasional. Menanggapi dengan baik, dan mampu menyimpulkan tentang apa yang dipelajari. Dilihat dari sudut pelaksanaannya, kegiatan oBuku Siswaervasi bisa bersifat langsung (partiscipatif oBuku Siswaervation) maupun tidak langsung (non-participatifoBuku Siswaervation). Dalam oBuku Siswaervasi tidak langsung, peneliti tidak terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran (tidak berinteraksi langsung dengan objek yang diteliti), namun hanya merekam segala aktivitas sesuai fokus atau indikator yang diinginkan. Artinya ke depan guru harus berfungsi sebagai peneliti di kelasnya sendiri (sebagai participant oBuku Siswaerver). Dilihat dari teknik pelaksanaannya, oBuku Siswaervasi dapat dibedakan menjadi oBuku Siswaervasi terbuka, terfokus, terstruktur, dan sistematis. OBuku Siswaervasi terbuka biasa dikenal dengan kegiatan oBuku Siswaervasi yang dilakukan dengan membuat catatan bebas tentang segala aktivitas yang berkaitan langsung dengan objek yang diteliti. Misalnya peneliti ingin merekam segala aktivitas yang dianggap penting selama anak sedang melakukan kegiatan diskusi. OBuku Siswaervasi terfokus dilaksanakan dengan merekam segala sesuatu yang maksud dan tujuannya telah ditentukan atau direncanakan sebelumnya, termasuk alat bantu yang akan digunakan. OBuku Siswaervasi ini digunakan untuk mengamati atau merekam baik aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Untuk menghindari subjektivitas oBuku Siswaerver, maka perlu dilengkapi dengan pedoman oBuku Siswaervasi yang begitu rinci, sehingga oBuku Siswaerver tinggal merekam sasaran dengan memberikan coding pada lembar pengamatan seseuai kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. OBuku Siswaervasi terstruktur dilaksanakan dengan dibuatnya suatu lembar atau pedoman oBuku Siswaervasi yang berisi indikator-indikator yang mungkin muncul. Dalam hal ini oBuku Siswaerver tinggal memberi tanda ceklist pada gejala yang muncul selama proses pengamatan. OBuku Siswaervasi model ini untuk menghindarkan subjektivitas dari pengamat. Melalui pengamatan model ini akan teridentifikasi suatu pola atau kecenderungan interaktif baik antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru. OBuku Siswaervasi sistematis berupa suatu pedoman yang bersifat standart atau baku, sehingga mampu mendapatkan data kuantitatif dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Namun kelemahan oBuku Siswaervasi seperti ini dianggap kurang informatif.Alat untuk memperoleh data-data seperti contoh di atas dapat direkam dengan menggunakan alat atau instrumen yang disebut lembar oBuku Siswaervasi. Berikut akan disajikan beberapa contoh lembar oBuku Siswaervasi.

e. Penugasan (assignment)
Penugasan atau assignment yang diharapkan dalam kurikulum berbasis kompetensi adalah yang bersifat divergent. Yaitu suatu tugas yang dapat dikerjakan dengan menggunakan berbagai alternatif jawaban, atau tidak hanya mengandalkan pada satu jawaban benar saja. Langkah-langkah dalam menyusun penugasan yaitu:1). mengidentifikasi pengetahuan & keterampilan yang harus dimiliki; 2). merancang tugas-tugas untuk asesmen kinerja; dan 3). menyusun kriteria keberhasilan (Setiyono, 2006). Tes penugasan ini dapat berbentuk tugas di kelas (lembar kerja), tugas proyek, tugas portfolio, tugas rumah dan lain-lain. Penugasan yang bersifat divergent ini akan mendorong peserta didik untuk berfikir kreatif. Hanya sayangnya penugasan seperti ini belum banyak dirancang oleh para guru. Sebagai akibatnya para lulusan kurang luwes dalam menyikapi berbagai persoalan, karena seolah-olah segala persoalan yang ada hanya bisa didekati dengan satu penyelesaian saja.

f. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang persepsi, pandangan, wawasan, atau aspek kepribadian para peserta didik yang diberikan secara lisan dan spontan. Kegiatan wawancara agar lebih terarah, biasanya dilengkapi dengan pembuatan pedoman wawancara (wawancara bebas terpimpin). Namun demikian wawancara dapat dilakukan secara lebih mendalam atau dikenal dengan istilah deepth interview.

    Download Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018 ini silahkan lihat preview salah satu buku dan unduh file buku lainnya pada link di bawah ini:



    Download File:

    Buku Guru Matematika Kelas 4.pdf
    Buku Guru Matematika Kelas 5.pdf
    Buku Guru Matematika Kelas 6.pdf
    Buku Siswa Matematika Kelas 4.pdf
    Buku Siswa Matematika Kelas 5.pdf
    Buku Siswa Matematika Kelas 6.pdf


    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Semoga bisa bermanfaat.

    Sumber https://www.berkasedukasi.com/

    Belum ada Komentar untuk "Buku Matematika Guru dan Siswa Kelas 4, 5, 6 Kurikulum 2013 Revisi 2018"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel