Kiblat Dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam
Salah satu syarat sah dalam beribadah adalah dengan menghadap kiblat, yakni menghadap kota Mekkah khususnya Masjidil Haram dan Ka’bah.
Lalu muncul berbagai asumsi-asumsi negatif dari orang-orang yang belum faham dengan mengatakan umat Islam menyembah ka’bah karena ibadahnya menghadap ka’bah.
Faktanya kita ditelusuri dari sumber utama ajaran Islam baik Al-Quran maupun Hadits. Tidak dijumpai adanya perintah untuk menyembah Ka’bah, melainkan menghadap Ka’bah. Artinya agar semua hati umat Islam menyatu pada suatu titik dan tidak berpecah belah. Ka’bah itu hanya soal kemanakah kita menghadap secara kompak dalam beribadah, bukan kepada apa kita sembah.
Karena jikalaupun nanti kamu berada di suatu tempat yang memang sangat sulit untuk menemukan arah kiblat atau kesulitan untuk shalat menghadap kiblat, mungkin saja kamu sedang di hutan atau di kendaraan yang tidak berhenti untuk shalat, maka dibolehkan untuk shalat menghadap kemanapun.
Kalaupun ditanya kenapa Shalat menghadap Ka’bah, maka jawaban yang paling utama adalah karena itu perintah Allah dan Allah ridha dengan aturan itu. Adapun juga kita mencari hikmah yang terkandung dibalik perintah yang satu ini, salah satunya yang paling utama adalah unity atau persatuan umat. Dalam Islam umat Muslim melaksanakan shalat dalam waktu yang bersamaan, dalam keadaan bersama-sama yakni shalat berjamaah serta menghadap pada posisi yang sama yakni kiblat dan ini mengisyaratkan akan persatuan umat, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 213 dan surat Yunus ayat 19 sebagai ummatan wahidah (Umat yang satu).
Alasan lain tetang kiblat ini adalah adanya hubungan dengan Kaidah Tangan Kanan dalam kajian sains. Ketika mempelajari Kaidah Tangan kanan, diketahui bahwa putaran energy jika bergerak berlawanan dengan arah jarum jam yang ditunjukkan oleh posisi 4 jari kanan, maka arah energy akan naik ke atas yang ditunjukkan oleh arah jari jempol.
Sebagaimana kita tahu bahwa perputaran tawaf itu berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Jika perputaran tawaf yang mengelilingi Ka’abah dikaitkan dengan kaidah tangan kanan maka dapat dikatakan bahwa energy dari akibat perputaran tawaf itu akan diteruskan ke arah atas. Dan Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka'bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung).
Teori lain juga mengatakan kiblat berada di tengah-tengah bumi. The Egyptian Scholar of the Sun and Space Reserch Center yang berpusat di Kairo memublikasikan hasil penelitian Prof Hussain Kamel yang menemukan sebuah fakta bahwa Makkah adalah pusat bumi. Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah dataran bumi.
Awal penelitiannya hanya untuk mengetahui arah kiblat di kota-kota besar dunia dengan menggunakan perkiraan matematika dan kaidah yang disebut "spherical triangle" ia mulai menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebuah titik pusatnya, dan garis luar lingkaran adalah benua-benuanya. Dia dibantu dengan topografi tahun 90-an yang telah menjadi teori yang mapan bahwa secara ilmiah lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab.
Lempengan-lempengan itu secara terus-menerus memusat ke arah Makkah. Berdasarkan hasil penelitian ini, Arab Saudi meresponsnya dengan memulai proyek besar untuk mengganti rujukan waktu dunia dari GMT (Greenwich Mean Time) menjadi Makkah Mukarromah Time ( MMT). Dengan demikian, Kota Makkah bukan hanya sekadar arah kiblat, tetapi juga sebagai pusat koordinasi hitungan waktu. Jika waktu MMT ini diterapkan, akan memudahkan bagi setiap Muslim untuk mengetahui waktu shalat.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya konsep kiblat ini bukanlah sebuah konsep yang baru. Konsep kiblat ini juga diaplikasikan oleh syariat-syariat nabi-nabi terdahulu khususnya Nabi Musa dan umat bani Israil, dimana konsep Kiblat ini juga dimiliki oleh penganut agama Yahudi dan Kristen.
Konsep Kiblat dalam agama Yahudi yang disebut dengan Mizrah (מִזְרָח). Dimana ketika mereka beribadah khususnya dalam ibadah Tefilahnya mereka diharuskan menghadap Yerusalem, dan yang berada di Yerusalem mereka harus menghadap ke Temple Mount, serta yang berada di Temple Mount mereka diharuskan menghadap Ruang Mahakudus yang disebut Qodesh HaQodashim. Ruangan ini merujuk kepada suatu ruangan terdalam di mana Tabut Perjanjian ditempatkan dan dalam keyakinan Yahudi meyakini kemuliaan Tuhan berdiam di sana.
Aturan ini disebutkan dalam Perjanjian Lama tepatnya di Kitab Daniel 8:10, Mazmur 5:8, Mazmur 138:2 dan Yehezkiel 44:4. Biasa umat Yahudi memberi tanda arah Mizrah atau arah Kiblat mereka di dinding rumah mereka seperti di ruang berdoa, ruang tamu dan kamar tidur.
Mizrah sendiri dalam bahasa Ibrani berarti Timur. Sebenarnya yang dimaksud menghadap timur adalah menghadap ke Yerusalem. Itu karena ketika Yahudi berdiaspora mereka berada di daerah barat dan ketika beribadah menghadap Yerusalem mereka harus menghadap timur. Begitu sebaliknya jika mereka berada di daerah timur mereka akan menghadap ke barat ke arah Yerusalem. Intinya dimanapun mereka berada diharusnya menghadapt Yerusalem saat beribadah.
Agama Kristen sendiri secara umum tidak memiliki konsep kiblat tersendiri secara khusus seperti model kiblat agama Yahudi dan Islam.
Bagi agama Kristen kiblat itu adalah Yesus, jadi walaupun pada ajaran sebelumnya yakni Yahudi mereka menghadap ke timur atau Yerusalem maka dalam ajaran Kristen diubah kiblatnya menjadi Yesus bukan lagi Temple Mount seperti Yahudi.
Namun tidak semua sekte Kristen yang demikian. Kristen Ortodok khususnya, mereka masih mempertahankan tradisi kiblat ini dengan tetap menghadap timur.
Alasan mereka menghadap timur karena mereka meyakini pada saat kedatangan Yesus kedua kali dibumi, Yesus akan atang dari awan-awan arah Timur seperti yang disebutkan dalam Matius pasal 2 ayat 1-2 dan Yehezkiel pasal 43 ayat 4.
Serta juga menurut mereka, bahwa Yesus ketika disalib menghadap barat, oleh karenanya saat beribadah menghadap yesus maka menghadap ke arah timur. [Orthodox.net]
Jika Kristen khususnya Ortodoks menghadap timur begitu pula Yahudi menghadap Yerusalem. Maka dalam agama Islam kita menghadap Masjidil Haram, atau arah Barat bagi kita yang tinggal di Timur seperti Indonesia.
Namun tahukah bahwa dahulu ternyata umat Islam shalat juga menghadap ke arah Yerusalem, tepatnya Masjidil Aqsa yang kita kenal sekarang ini.
Ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa oleh Musa, Taurat dan Nabi-Nabi Bani Israil kepada bangsa Yahudi ada korelasinya dengan syariat yang dibawakan oleh Nabi Muhammad.
Selama 16 hingga 17 bulan Rasulullah tiba di kota Madinah, Rasulullah masih shalat menghadap Baitul Maqdis di Yerusalem ketika itu. Rupanya hal ini membangkitkan kecongkakan umat Yahudi di kota Madinah karena Umat Islam shalatnya sama seperti syariat Musa dengan menghadap Yerusalem.
Akhirnya kemudian ketika Rasulullah shalat Dzuhur di Masjid Bani Salamah di Madinah, turun wahyu ketika rakaat kedua terakhir surat Al-Baqarah ayat 144 untuk memalingkan kiblat ke Masjidil Haram.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. [al-Baqarah/2:144]
Maka ketika itu berubahlah posisi kiblat sejauh 180 derajat menghadap Masjidil Haram di kota Mekkah, dan Masjid ini menjadi saksi dimana saat itu umat Muslim shalat dengan menghadap dua kiblat dan dinamai Masjid Qiblatain (masjid 2 kiblat).
Jika Yerusalem adalah kiblatnya bagi syariat umat bani Israil, maka Ka'bah adalah kiblatnya bagi nabi Ibrahim. Oleh karenanya ketika Rasulullah shalat di kota mekkah beliau tidak pernah membelakangi Ka'bah. Beliau mengambil posisi shalat yang sejajar garis lurus dengan ka'bah dan masjidil aqsa.
Hingga sampai sekarang umat Muslim beribadah menghadap Masjidil Haram, sedangkan Masjidil Aqsa di Yerusalem merupakan tempat suci kedua setelah Haramain (Mekkah-Madinah).
Oleh karenanya tuduhan Umat Islam menyembah Ka’bah sama sekali tidak objektif. Yahudi dan Kristen Ortodok juga beribadah menghadap ke suatu arah tertentu. Bahkan dalam agama Yahudi meyakini bahwa dalam Qodes HaQodeshim bersemayan kemuliaan Tuhan disana, sedangkan dalam Islam tidak ada satupun sumber yang mengatakan jika dalam Ka'bah terdapat unsur-unsur ketuhanan. Artinya jika mengatakan umat Islam menyembah Ka'bah, maka umat Yahudi lebih cocok dengan alasan itu karena bagi mereka dalam kiblatnya bersemayam kemuliaan Tuhan didalamnya.
Konsep kiblatnya umat Muslim lebih masuk akal baik secara sebab dan hikmatnya. Baik dari hikmah persatuan hingga teori-teori sains yang matching dengan posisi Ka’bah sebagai Kiblat.
Belum ada Komentar untuk "Kiblat Dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam"
Posting Komentar