Corat-Coret Baju dan Konvoi Selepas Lulus; Alih-Alih Tampil Keren, Padahal Norak!


Tepat tiga tahun dari kelulusan saya dari Sekolah Menengah Atas dan sekarang saya berada di kampus pada semseter 6. Hal yang menjadi ketertarikan saya mengangkat isu ini sebenarnya sudah melekat pada sekian tahun yang lalu. Setidaknya tulisan ini bisa menjai pencerahan untuk adik-adik leting kedepannya.

Sudah menjadi budaya dikalangan pelajar khususnya jenjang SMA untuk merayakan kelulusan sekolah dengan mencoret-coret baju sekolah dan konvoi. Hal yang menjadi titik kritis untuk isu ini adalah disaat budaya ini kemudian menjadi kebablasan.

Seperti yang diberitakan Kompas (03/05) dua orang dilaporkan tewas setelah terjadi tabrakan antara rombongan konvoi siswa SMA yang merayakan kelulusan dan warga di Jalan Umum Jurusan Bangsri-Sumberagung di Desa Bangsri, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Rabu siang.

Selain kecelakaan, budaya ini juga berakhir pada anarkisme yang membuat nyawa melayang. Seperti yang dilansir Media Indonesia (02/05) konvoi pelajar SMA ngamuk dan melukai belasan warga. Mirisnya lagi seperti yang dilansir Merdeka (02/05) Polres Jembrana dengan menggelar operasi yustisi dan berhasil mengrebek pesta seks perayaan kelulusan pada sebuah hotel di Bali.

Jika kejadiannya sudah seperti ini, sebenarnya apa sih yang dibanggakan dari budaya-budaya perayaan kelulusan itu?. Tanpa sengaja mereka sendiri telah merusak nilai-nilai budi luhur yang selama tiga tahun susah payah bangun pagi untuk berangkat ke sekolah dan menanamkannya dalam diri mereka.

Setidaknya dari sana bisa dibedakan, mana produksi gagal dan mana yang berhasil. Saya tidak bermaksud ingin menyinggung pembaca karena saya yakin, bagi para alumni mereka juga menyakini jika budaya ini sama sekali tidak baik seiring dewasanya pemikiran. Artinya, se-nakal-nakalnya anda dahulu dengan budaya itu anda pasti tidak ingin anak anda terjerumus pada kebobrokan yang sama apalagi kebablasan seperti kejadian diatas.

Seperti yang saya kutip dari Brilio. Menurut penuturan Sutarno, yang megalami kelulusan SMA tahun 1973, pada masanya belum ada perayaan konvoi maupun coret-coret seragam. Aksi ini ditengarai bermula pada awal 1990-an sejak diberlakukannya Ebtanas, sebagai perayaan atas terlewatinya satu step ujian yang dirasa sangat menjadi beban.

Semakin ke sini, perayaan ini semakin marak, bahkan seperti tahapan wajib. Jika belum corat-coret belum terbukti lulus, kira-kira demikian penggambarannya. Yang membuat miris ialah adanya aksi coret-coret sebelum tahu lulus atau tidaknya.

Setidaknya ada tiga karakter yang dapat dipetik dari tradisi ini; Pertama, bad celebration dan sikap cepat merasa puas. Euforia coret-coret baju dan konvoi merupakan interpretasi dari sikap meluahkan rasa kepuasan dan kesenangan. Cerminan rasa terlalu puas ini menghasilkan hormon kesenangan sehingga menimbulkan kepuasan atas pelampiasan ketertekanan selama tiga tahun yang dilalui. Mecoba untuk meleburkan memori-memori yang dianggapnya derita seperti tugas, pr dan sebagainya untuk membalas dendam.

Mencoret baju dan kemudian konvoi keliling kota dengan kawan se-gengnya. Mereka mencoba show up dan memamerkan kepada masyarakat dan mencoba memberi pesan atas pencapaian "prestasi" mereka sehingga bisa lulus. Konteks ini sebenarnya tidak lagi relevan pada masa ini, berbeda sekitaran 30 tahun yang lalu dimana SMA merupakan bagian dari pendidikan paling tinggi. Berbeda dengan sekarang yang mana SMA merupakan jenjang pendidikan yang dianggap rendah.

Artinya sebenarnya mereka ini belum ada apa-apanya dan masih dianggap bocah. Sehingga masyarakat yang melihatnya cenderung illfeel. Alih-alih ingin tampil keren dan hebat dengan berkonvoi malah kelihatannya norak dan kampungan.

Seharusnya sebagai lulusan sekolah menengah atas bisa tampil lebih elegan dan anggun. Setidaknya bedakan dengan anak SD dan SMA. Merayakan kelulusan dengan elegan membuat kesan cool dan hebat meningkat. Tidak ada salahnya dengan menyumbangkan pakaian daripada mubazir, memberi sumbangan, kenduri dan kegiatan positif. Ini udah 2017 dek, pemikiran manusia sudah meningkat dan peradaban sudah maju. Cobalah untuk sedikit tampil elegan dan anggun maka kamu akan dibanggakan oleh orang sekitar.

Karakter kedua, show of force. Ada sebuah kecenderungan dalam kalangan pelajar yang masih memelihara mindset zaman batu praaksara dan menjadi penyakit hingga sekarang. Maksudnya, coba lihat dan baca kembali buku pelajaran Sejarahnya. Lihat bagaimana saat peradaban masih kuno dan "manusia" hidup berkelompok-kelompok serta mempertahankan kelompoknya dari kelompok lain, tidak jarang juga saling berkelahi. Kebiasaan ini sebenarnya insting yang dimiliki binatang, bukan manusia.

Tawuran yang sering terjadi antar pelajar merupakan bentuk show of force bagi pelajar-pelajar yang masih tertanam intelektualitas zaman batu. Seperti yang diberitakan diatas, perayaan konvoi bisa saja berakhir pada darah. Dan tradisi unjuk kekuatan ini jika dibudidayakan akan melahirkan tradisi anarkisme kolektif antar kelompok, sehingga tipologi show of force dalam aksi konvoi saya rasa menjadi preseden buruk terhadap mengembangan karakteristik generasi muda.

Karatker ketiga, bad boy and bad girl. Jiwa nakal selalu melekat pada kawula muda, dan dapat dipahami bahwa kebanyakan mayoritas yang merayakan selebrasi ini dari kalangan anak muda nakal. Kenakalan remaja seharusnya sudah terkontrol oleh mereka sendiri seiring bertambahnya ilmu pengetahuan dan semestinya produk lulusan sekolah menghasilkan generasi-generasi yang berperadaban. Output yang tidak semestinya membuktikan bahwa sekolah tidak maksimal menanamkan karakter budi luhur kepada produknya, sehingga jika kejadiannya seperti diatas siapa yang disalahkan?.

Hal yang paling penting harus dipahami bagi adik-adik abang adalah, perayaan selebrasi seperti ini tidak lantas membuat kalian terlihat keren dan gagah. Kelakuan seperti ini malah menurunkan serta memicu image buruk kepada kalian. Cobalah tampil sedikit elegan dan berkelas. Semakin elegan dan berkelas sikap kalian semakin meningkat pula kharisma dan wibawanya. Bayangkan diumur SMA kalian sudah tampil gagah, elegan, dewasa, berwibawa dan keren. Cowok dan cewek mana yang tidak meleleh?. Hahaha.., tulisan ini sepenuhnya opini saya dan tidak untuk bermaksud menyinggung siapapun. Kalian bisa tulis dikolom komentar bagaimana pendapat kalian dibawah ini.

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Belum ada Komentar untuk "Corat-Coret Baju dan Konvoi Selepas Lulus; Alih-Alih Tampil Keren, Padahal Norak!"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel