PENGERTIAN, ASUMSI DASAR ANDRAGOGI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA


PENGERTIAN, ASUMSI DASAR ANDRAGOGI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA


Tujuan Pembelajaran Khusus
Anda diharapkan dapat :
  1. Menjelaskan pengertian andragogi.
  2. Menjelaskan beberapa asumsi paedagogi dan andragogi.
  3. Menjelaskan beberapa implikasi praktis tentang asumsi tersebut terhadap pendidikan orang dewasa.

  1. Pengertian
Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani ”andr” atau ”aner” yang berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani ”agogus” berarti ”memimpin/membimbing”. Agogi berarti ”aktivitas memimpin/membimbing” atau ”seni dan ilmu mempengaruhi orang lain”.
Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani ”paid” (berarti anak) dan ”agogus” (berarti ”memimpin”). Paedagogi berarti ”seni dan ilmu mengajar anak-anak”.
Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andaragogi sebagai ”seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar”. Namun dalam perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut.

  1. Asumsi-asumsi Paedagogi dan Andragogi, dan Implikasinya
Menurut Malcolm S. Knowles ada empat konsep dasar (asumsi) yang membedakan paedagogfi dan andragogi yaitu :
Paedagogi
Andragogi
  1. Konsep diri
Anak ialah pribadi yang tergantung.


Hubungan pelajar dengan pengejara merupakan hubungan yang bersifat pengarahan.

  1. Pengalaman
Pengalaman pelajar sangat terbatas, karena itu dinilai kecil dalam proses pendidikan.

  1. Kesiapan belajar
Guru menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar.

  1. Orientasi Terhadap Belajar
Anak-anak cenderung mempunyai perspektif untuk menunda aplikasi apa yang ia pelajari (digunakan di masa yad.)
Pendekatannya ”berpusat kepada mata pelajaran” (Subject Centered) 


Si pelajar bukan pribadi yang tergantung, tapi pribadi yang telah masak secara psikologis.
Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan hubungan saling membantu yang timbal balik.


Pengalaman pelajar orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang kaya.



Pelajar menentukan apa yang mereka perlu pelajari berdasarkan pada persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka.

Pelajar cenderung mempunyai perspektif untuk kecepatannya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari.

Pendekatannya ”berpusat kepada masalah” (Problem Centered)

  1. Implikasi dari masing-masing asumsi di atas terhadap pendidikan orang dewasa
  1. Implikasi dari asumsi tentang konsep diri
  1. Iklim belajar, perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. à ruangan, peralatan, kerja sama yang saling menghargai.
  2. Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya.
  3. Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya.
  4. Evaluasi belajar dalam proses belajar secara andragogik menenkankan kepada cara evaluasi diri sendiri.

  1. Implikasi dari asumsi tentang pengalaman
  1. proses belajar ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman, seperti diskusi, metode kasus, simulasi, latihan praktek, metode proyek, demonstrasi, bimbingan dan seminar.
  2. Penekanan dalam proses belajar pada aplikasi praktis.
  3. Penekanan dalam proses belajar adalah belajar dari pengalaman.

  1. Implikasi dari asumsi tentang kesiapan belajar
  1. Urutan kurikulum dalam proses belajar orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran atau berdasarkan kebutuhan kelembagaan.
  2. Adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.

  1. Implikasi dari asumsi tentang orientasi terhadap belajar
  1. Para pendidik orang dewasa bukanlah berperan sebagai seorang guru yang mengajar mata pelajaran tertentu, tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang yang belajar.
  2. Kurikulum dalam pendidikan untuk orang bdewasa tidak diorientasikan kepada mata pelajaran tertentu, tetapi berorientasi kepada masalah.
  3. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi pada masalah maka pengalaman belajar yang dirancang berdasarkan pula kepada masalah atau perhatian yang ada pada benak mereka.
  

BEBERAPA ASUMSI MENGENAI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



Tujuan pembelajaran Khusus
Anda diharapkan dapat :
1.      Menyebutkan tiga asumsi mengenai belajar dan pembelajaran.
2.      Menjelaskan masing-masing asumsi tersebut.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai asumsi tentang belajar dan pembelajaran, perlu ditegaskan sekali lagi bahwa andragogi didasdarkan pada sedikitnya empat asumsi tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang didasari paedagogik.
Asumsi ini ialah bahwa ketika individu menjadi dewasa :
1.      Konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah menjadi seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
2.       Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang selalu bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya.
3.      Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada t8ugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka. Menurut Robert J. Havigust peranan sosial pada masa dewasa adalah sebagai pekerja, kawan, orang tua, kepala rumah tangga, anak dari orang tua yang sudah berumur, warga negara, organisasi, kawan sekerja, agam keagamaan dan pemakai waktu luang.
4.      Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengalaman yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi belajar merkea bergeser dari yang berpusat pada mata pelajaran kepada yang berpusat pada masalah.



Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran
Menurut Knowles, pendekatan yang bersifat andragogi dalam proses belajar mengajar, didasarkan kepada tiga tambahan asumsi sebagai berikut :
  1. Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar)
Semula ada anggapan yang didasarkan pada laporan Thorndike yang menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20 tahun. Tetapi hasil studi yang dikemukakan oleh Irving Lorge menyatakan bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan belajarnya dan bukan dalam kekuatan inteleknya.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dasar kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan oleh karena itu apabila sesorang tidak menamplikan kemampuan belajar yang sebenarnya, hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti orang tersebut sudah lama meninggalkan cara belajar yang sistematik atau karena adanya perubahan-perubahan faktor fisiologik seperti menurunnya pendengaran, penglihatan dan tenaganya.
  1. Learning is an internal process (Belajar adalan suatu proses dari dalam)
Ada pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai informasi yang dirtransmisikan dan melihat belajar sebagai suatu proses intelektual dalam menyimpan fakta-fakta. Asumsi yang tersembunyi dari pandangan ini adalah bahwa belajar dipandang sebagai proses yang bersifat ekstrenal, dalam arti peserta didik terutama ditentukan oleh kekuatan-kakuatan dari luar. Seperti guru yang terampil dan bahan bacaan yang bagus.
Pandangan di atas tidak seluruhnya benar. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari dalam yang dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk fungsi intelek , emosi dan fisiknya. Belajar secara psikologis dipandang sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Ini berarti peserta merasakan adanya kebutuhan untuk melihat tujuan pribadi akan dapat tercapai dengan bantuan belajar.
Implikasi dari belajar mengajar orang dewasa dengan melihat belajar jadi proses dari dalam adalah metode atau teknik belajar yang melibatkan peserta secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat. Prinsip pelibatan peserta secara aktif (partisipatif) dalam proses belajar merupakan inti dalam proses andragogik.
  1. Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran)
Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu dianut dalam proses pembelajaran yang bersifat andragogik. Kondisi belajar dan prinsip pembelajaran tersebut oleh Knowles dalam tabel berikut :

Kondisi-kondisi Belajar
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Peserta merasakan kebutuhan untuk belajar.

1.      Fasilitator memperlihatkan kepada peserta kemungkinan-kemungkinan baru untuk pemenuhan kebutuhan diri.
2.      Fasilitator membantu setiap peserta untuk meperjelas aspirasinya untuk peningkatan diri.
3.      Fasilitator membantu peserta mendiagnosa jarak antara aspirasinya dengan tingkat penampilan sekarang.
4.      Fasilitator membantu peserta mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mjereka alami karena kekurangan-kekurangan dalam kelengkapan-kelengkapan pribadi mereka.
Lingkungan belajar ditandai oleh keadaan fisik yang menyenangkan, saling percaya dan menghormati, saling membantu, kebebasan mengemukakan pendapat dan penerimaan adanya perbedaan.
5.      fasilitator menyiapkan kondisi fisik yang nyaman (seperti tempat duduk,tempat merokok, suhu, ventilasi, pencahayaan, dekorasi), dan kondusif untuk interaksi (sebaiknya tidak seorangpun duudk di belakang orang lain).
6.      Fasilitator memandang bahwa setiap peserta sebagai pribadi yang dihargai dan menghormati perasaan dan gagasan-gagasannya.
7.      Fasilitator berusaha membangun hubungan saling percaya dan membantu diantara peserta dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan kerja sama.
8.      Fasilitator menyatakan perasaan-perasaannya dan menyumbangkan sumber pengetahuannya selaku sejawat peserta dalam semangat saling belajar.
Peserta memandang tujuan-tujuan suatu pengalaman belajar sebagai tujuan mereka sendiri.
9.      Fasilitator melibatkan peserta dalam suatu proses merumuskan tujuan belajar dimana kebutuhan pesert6a, lembaga, pengajar dan masyarakat dipertimbangkan.
Peserta dapat menyetujui untuk saling urun tanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pengalaman belajar dan karenanya dan memiliki keterkaitan terhadapanya.
10.  Fasilitator ikut urun pemikirannya dalam merancang pengalaman-pengalaman belajar dan pemilihan bahan-bahan dan metode, serta melibatkan peserta dalam menentukan dalam setiap keputusan bersama-sama.
Peserta berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.
11.  Fasilitator membantu peserta mengorganisir diri (misal kelompok proyek, tim belajar mengajar dan lain-lain) untuk urun tanggung jawab dalam proses belajar bersama.
Proses belajar dikaitkandan memanfaatkan pengalaman peserta.
12.  Fasilitator membantu peserta menggunakan pengalaman mereka sendiri sebagai sumber belajar melalui pengunaan teknik-teknik seperti diskusi, bermain peran, kasus dan sejenisnya.
13.  Fasilitator mengaitkan penyajian dari bahan pengetahuan dari dirinya terhadap tingkat pengalaman peserta.
14.  Fasilitator membantu peserta untuk mengaplikasikan kegiatan belajar barunya pada pengalaman mereka, dengan demikian membuat belajar lebih bermakna dan terpadu.
Peserta merasakan adanya kemajuan kearah tujuan-tujuan mereka
15.  Fasilitator melibatkan peserta dalam mengembangkan kriteria dan metode untuk mengukur kemajuan-kemajuan terhadap tujuan belajar.
16.  Fasilitator membantu peserta mengembangkan dan mengaplikasikan prosedur untuk mengevaluasi diri sendiri berdasarkan kriteria itu.










Handout 3
PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Oleh : Sungkono

Tujuan Pembelajaran Khusus
Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian pendidikan orang dewasa
2. Menjelaskan jenis pendidikan orang dewasa
3. Menjelaskan sikap yang perlu dimiliki pendidik orang dewasa
4. Menjelaskan misi pendidik orang dewasa

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ORANG DEWASA
            Sebelum membahas pengertian pendidikan orang dewasa, perlu kiranya dijelaskan istilah pendidikan dan orang dewasa. Pendidikan diartikan usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui egitan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Usaha sadar dimaksudkan dengan adanya kegiatan perencanaan yang sistematis, penyelenggaraan yang terkoordinir, dan berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian lain bahwa penyelengaraan pendidikan orang dewasa tidak bersifat asal-asalan, dan tidak jelas arah yang akan dicapainya, tetapi justru diselenggarakan dengan mempertimbangkan kondisi tujuan yang akan dicapai, karakteristik bahan belajar, karakteristik orang dewasa, serta sarana penunjang penyelenggaraan kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat dicapai secara tepat.
            Istilah dewasa mempunyai pengertian yang banyak. Menurut Knowles, orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi sosial, dan psikologis. Dari segi biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial seseorang disebut dewasa apabila ia mampu melakukan peran-peran sosial yang biasanya diperankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan.
            Ditinjau dari segi umur, bahawa yang disebut dewasa itu dimulai sejak menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Menurut Hurlock, bahwa dewasa ditujukan pada usia 21 tahun untuk awa masa dewasa, dan sering pula dihitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak masa pubertas. Lebih lanjut Havighust membagi masa dewasa menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa awal 18 – 30 tahun, masa dewasa pertengahan 30 – 55 tahun, dan masa dewasa akhir 55 tahun lebih.
  1. Dari pengertian-pengertian di atas, pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya.
  2. Menurut ahli Behaviorisme, pendidikan orang dewasa diartikan perubahan tingkah laku orang dewasa yang diakibatkan oleh situasi pendidikan tertentu.
  3. Ahli Humanisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan orang dewasa ditujukan kepada usaha untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada diri orang dewasa.
  4. Menurut UNESCO (1976) pendidikan orang dewasa merupakan seluruh proses pendidikan yang terorganisir di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar, tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah, akademik, universitas, atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru, serta mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang dewasa mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbangn dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang.
B. JENIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA
  1. Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education), yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan kebutuhan belajar pada diri orang dewasa. Pendidikan berkelanjutan ini ditujukan pada kegiatan untuk meperbaiki dan meningkatkan kemampuan pengetahuan, dan keterampilan serta profesi, sehingga dapat dijadikan fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Misalnya Pelatihan-pelatihan, Penataran, dan Lokakarya.
  2. Pendidikan Perbaikan (Corrective Education), adalah kesempatan belajar yang disajikan bagi orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yang tidak sempat diperoleh pada usia muda. Misalnya : Kursus-kursus pengetahuan dasar termasuk pemberantasan tuna aksara, latihan berorganisasi, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan usaha.
  3. Pendidikan Populer (Popular Education), adalah kesempatan belajar yang disediakan bagi orang dewasa dan orang tua dengan tujan agar mereka dapat mengenal perubahan dan variasi dalam kehhidupan sehari-hari. Misalnya pergaulan dengan orang lain, rekreasi, dan pendidikan yang berkaitan dengan kepuasan hidup.
  4. Pendidikan Kader, adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan pada umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dibidang politik, ekonomi, kepemudaan, kesehatan, dll. Tujuannya untuk membina dan meningkatkan kemampuan kelompok tertentu yaitu kader, demi kepentingan, misi lembaga yang bersangkutan di masyarakat.
  5. Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education), suatu cabang pendidikan orang dewasa yang kegiatannya berkaitan secara khusus dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga. Tujuannya ialah memperluas dan memperkaya pengalaman anggota keluarga untuk berpartisipasi dengan terampil dalam kehidupan keluarga sebagai satu kesatuan kelompok. Misalnya : Hubungan dalam keluarga; pemeliharaan anak; kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat; dan pendidikan sek.
C. SIKAP PENDIDIK/PEMBIMBING ORANG DEWASA
Menurut William P. Golden Jr. :
1.      Empathy : merasakan apa yang dirasakan peserta, melihat situasi sebagai mana mereka melihatnya., berada dan bersatu dengan peserta.
2.      Kewajaran : bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus tarang, konsisten, terbuka.
3.      Respek : mempunyai pandangan positif terhadap peserta, mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian ; menerima orang lain dengana penghargaan penuh ; menghargai perasaan, pengalaman, dan kemampuan mereka.
4.      Komitmen dan Kehadiran : menghadirkan diri secara penuh ; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan.
5.      Mengakui Kehadiran Orang Lain : tidak menonjolkan diri, mengakui adanya orang lain,
6.      Membuka diri : menerima keterbukaan orang lain, dan secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok.
Sikap pembimbing dewasa yang dipandang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia (Lunandi, 1993 : 19) yaitu :
1.      Tidak menggurui : sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai meremehkan. Misalnya ucapan ”Anda salah, mestinya begini”.
2.      Tidak menjadi ahli, tidak terpancing untuk menjawab semua pertanyaan.
3.      Tidak memutus bicara.
Jika ada pertanyaan yang bertele-tele, pembimbing bisa mengatakan ”Kawan-kawan sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda”
4.      Tidak berdebat.
5.      Tidak deskriminatif.
6.      Variasi (kegiatan tidak menonton).
7.      Pandangan (menyeluruh).
8.      Tangan (jangan tolak pinggang, jangan dimasukkan dalam saku celana, dll).
9.      Langkah (tidak mondar-mandir).
10.  Senyum (merupakan tanda kemarahan dan keakraban dengan peserta).
11.  Pakaian (rapi, tidak jauh berbeda dengan peserta).
D. MISI PENDIDIK ORANG DEWASA
            Menurut Knowles setidaknya tiga misi pendidik orang dewasa sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan tujuan :
1.      Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan individual
2.      Kebutuhan-kebutuhan dan tujuantujuan lembaga
3.      Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan masyarakat



Sumber http://www.teoripendidikan.com/

Belum ada Komentar untuk "PENGERTIAN, ASUMSI DASAR ANDRAGOGI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel