Pengertian Thibbun Nabawi (Pengobatan Ala Nabi/Rasul)

Thibbun Nabawi merujuk pada tindakan dan perkataan (hadits) Nabi Islam Muhammad mengenai penyakit, pengobatan, dan kebersihan, maupun genre tulisan oleh para sarjana non-medis untuk mengumpulkan dan menjelaskan tradisi-tradisi tersebut.[Muzaffar Iqbal, Science and Islam (Westport, CT: Greenwood press,2007),59] Istilah Thibbun Nabawi ini dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan pada Allah, sehingga terjaga dari kesyirikan, takhayul dan khurafat.[muslimah.or.id]

Definisi

Terdapat beberapa pengertian mengenai thibbun nabawi yang telah didefinisikan oleh ulama di antaranya:[muslimafiyah.com][masress.com]
  1. Thibbun nabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih yang berkaitan dengan kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan.
  2. Thibbun nabawi adalah kumpulan apa shahih dari petunjuk Rasulullah Muhammad dalam kedokteran yang yang beliau berobat dengannya atau untuk mengobati orang lain.
  3. Definisi thibbun nabawi adalah (metode) pengobatan Rasulullah yang beliau ucapkan, beliau tetapkan (akui), beliau amalkan, merupakan pengobatan yang pasti (bukan sangkaan), bisa mengobati penyakit jasad, ruh dan indera.
  4. Thibbun Nabawi adalah metode pengobatan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada orang yang mengalami sakit tentang apa yang beliau ketahui berdasarkan wahyu. (Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 102)
Istilah Thibbun Nabawi sebenarnya istilah baru (didalam ilmu agama disebut bidah) yang mulai diperkenalkan oleh Syekh Ibnu Qoyyim Al Jauziah didalam kitabnya Zaadul Maad sekitar abad ke-13 Hijriah. Istilah tersebut berawal dan diinspirasi dari pemahaman Syekh Ibnu Qoyim yang merupakan murid dari Syekh Ibnu Taimiyah terhadap redaksi-redaksi hadis Nabi yang secara lafadz langsung berhubungan dengan sebagian pengobatan penyakit.

Didalam kitab Zaadul Maad pada bab Tibbunnabawi (Buku Terjemah: Kedokteran Nabi), Ibnu Qoyim menjelaskan beberapa macam cara pengobatan yang pernah dilakukan oleh Rosulullah seperti Bekam, Madu dan ruqyah dan sebagainya yang mana kelihatan ada penyempitan beberapa cara pengobatan penyakit. Sehingga muncul orang yang salah memahami, akan mengatakan bahwa jika tidak disebut dalam Zaadul Maad maka itu bukan thibbun Nabawi / pengobatan Nabi. Bahkan ada yang mengatakan jika pengobatan tersebut tidak ada dalam kitab Thibunnabawi -nya Zaadul Maad maka pengobatan itu sudah jauh bahkan keluar dari Islam. Hal inilah yang tidak inginkan!

Menurut Syekh Ibnu Kholdun didalam muqodimahnya mengatakan bahwa yang disebut dengan istilah Thibbun Nabawi atau kedokteran Nabi adalah segala macam bentuk cara pengobatan (alami dan modern) baik yang dari Yunani, Persia, India, China dan Mesir yang sudah diwarnai jiwa keislaman dan ketakwaan sehingga metode tersebut terjaga dari hal kesyirikan dan tidak membahayakan tubuh. Maka wajar ketika didalam redaksi hadis lain ada beberapa yang membahas tentang masalah pengobatan yang diluar kitab Zaadul Maad. Sehingga didalam kalangan umat Islam sendiri banyak sekali bentuk-bentuk dan cara pengobatan yang lain yang dilakukan oleh para Ulama-ulama besar sekaligus dokter-dokter dan terapis Islam.

Berikut beberapa Ulama Besar yang juga pakar dalam pengobatan Islam:
  1. Hunain bin Ishaq Al Ubadi (810-878) karyanya dalam hal pengobatan Mata
  2. Ali bin Sahl Atthobari (785-861) penyatu cara pengobatan Yunani, Mesir, Persia dan India
  3. Abu Bakar Ar Rozi (854-932) pengobatan umum, anak dan lain-lain
  4. Albiruni (961-1048) dalam hal pengobatan dengan batu-batu yang berkhasiat
  5. Ibnu Sina (980--1037) pengarang Qonuun Fithib / Canon of Medicine
  6. Zahrowi (936-1013) pengobatan Bedah
  7. Ibnu Maimun (1134 - 1204) pengobatan Kejiwaan
  8. Ibnu Bithar (1197-1240) pakar pengobatan dengan tanaman
  9. Kahin Al Aththor (1360) dan sebagainya.
Karangan dan metode pengobatan mereka rata-rata dijadikan rujukan utama oleh orang-orang Barat / Eropa. Sehingga jelas kelihatan bahwa pengobatan islam atau pengobatan Nabi tidak hanya berbicara yang tradisional akan tetapi juga sudah berbicara yang modern dan mereka tidak mengelompokan menyeleksi bahwa hanya pengobatan itu saja yang boleh dilakukan atau sesuai dengan Nabi.

Dasar Hukumnya

Setiap penyakit itu ada obatnya, seperti hadits Rasulullah yang artinya:
“ Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.” (HR. Bukhari no. 5678 dan Muslim, dari Abu Hurairah)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hadits ini mencakup berbagai macam penyakit hati, rohani, dan jasmani, beserta obatnya. Sebagaimana Nabi menjelaskan bahwa kebodohan adalah sebuah penyakit, beliau menjelaskan pula bahwa bertanya kepada ulama adalah obatnya” (Ad-Daa Wa Ad-Dawaa, Ibnul Qayyim, hal. 11-12)
“ “Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453.Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451) ”
“ “Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim no. 5705) ”
“ "Barangsiapa berpura-pura jadi thabib (dokter) sedangkan ia tidak tahu mengenal pengobatan, maka dia harus bertanggung jawab (jika terjadi mala praktek)." (HR. Ibnu Majah no.3457 dan Abu Daud no.3971, dengan derajat hadits ...) ”
Al-Qur`anul karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini. [Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi]

Karena itulah Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata:
 “Sungguh para tabib telah sepakat bahwa ketika memungkinkan pengobatan dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan (kimiawi). Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks. Mereka mengatakan: ‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan’.”
Ibnul Qayyim juga berkata: 
“Berpalingnya manusia dari cara pengobatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat.” (Ath-Thibbun Nabawi, hal. 6, 29)
Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah sekedar sebagai pengobatan alternatif. Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat lisan Rasul-Nya . Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan thibbun nabawi. Pengobatan yang diajarkan Nabi diyakini kesembuhannya karena bersumber dari wahyu. Sementara pengobatan dari selain Nabi kebanyakannya dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba. [Fathul Bari, 10/210]

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah berkata dalam Zaadul Ma’ad (IV/33),
“Pengobatan cara Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memiliki perbedaan dibanding dengan metode pengobatan lainnya. Karena metode ini bersumber dari wahyu, misykat kenabian dan akal yang sempurna, maka tentu memiliki derajat kepastian yang menyakinkan di samping memiliki nilai keilahian, berbeda dengan metode pengobatan lainnya yang umumnya hanya berdasarkan pikiran, dugaan atau pengalaman semata-mata.” [Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, 2009]
Berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seseorang tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu. Dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya, tapi kepada Dzat yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim tentang Tuhannya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (Asy-Syu’ara`: 80)

Metode pengobatan ini sangat meyakinkan untuk menjadi sebab kesembuhan, sedangkan pengobatan lain lebih banyak merupakan hipotesis (dugaan) karena para dokter merupakan manusia biasa, sedangkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah seorang Nabi sekaligus Rasul dimana segala sesuatu yang beliau katakan dan lakukan mutlak kebenarannya.

Pernyataan tersebut berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (qs. AL-Najm: 3-4)

Pengobatan ini bersandar kuat kepada akidah Islamiyah yang menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pemilik alam semesta ini. Kesembuhan terletak di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia yang memberikan kesembuhan kepada manusia. Seperti Firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala,

إِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (QS. Al-Syu’aro’: 80)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Bagi setiap penyakit yang diturunkan Allah ada obatnya yang juga diturunkan-Nya.” (HR. Al-Bukhari) 

Pernyataan ini merupakan penegasan tentang hakikat dan akidah yang seyogyanya tidak hilang dari hati setiap muslim.

Pernyataan di atas diperkuat oleh Ibnul Qoyyim yang mengatakan,
“Metode pengobatan Nabawi tidak sebagaimana metode para dokter. Pengobatan Nabawi sifatnya pasti, qoth’i, dan ilahi, bersumber dari wahyu, pelita kenabian, dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lainnya kebanyakan berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan-percobaan. Memang tidak perlu dibantah bahwa banyak orang sakit yang tidak merasakan manfaat pengobatan Nabawi, karena yang bisa mendapatkan manfaat pengobatan Nabawi adalah siapa yang mau menerimanya dengan percaya dan yakin akan diperolehnya kesembuhan. Ia menerimanya sepenuh hati, dengan keimanan dan kepatuhan. Al-Qur’an yang merupakan penyembuh apa yang ada di dalam hati ini, jika tidak diterima dengan penerimaan sepenuh hati, juga tidak akan bisa mewujudkan kesembuhan hati dari berbagai macam penyakit, bahkan tidak menambahkan kepada orang-orang munafik selain dosa-dosa dan penyakit-penyakit yang bertumpuk-tumpuk.” [Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005 : 107]
Sebenarnya juga, sudah banyak hadits tentang Thibbun Nabawi yg menyentuh masalah herbal dengan pengobatan. Tapi, Al-Albani memasukkan sejumlah hadits-nya ke dalamSilsilah Hadits Dha'if. [Salah satu contoh, Hadits riwayat Nasa'i yg menyatakan tentang pengobatan memakai madu. Sebenarnya, hadits ini tidak salah, cuma sanad-nya saja yang bermasalah.]

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberi petunjuk tentang banyak obat-obatan, mengajari cara untuk memanfaatkannya, sehingga diperoleh kesembuhan dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika kita mencermati sabda-sabda beliau tentang pengobatan, baik pengobatan yang beliau laksanakan untuk mengobati diri sendiri atau beliau anjurkan kepada orang lain, maka di dalamnya akan kita temukan hikmah yang tidak mampu diterima oleh akal kebanyakan dokter.

Klasifikasi

Klasifikasi Athibbun Nabawi terbagi atas dua :

1. preventif (Pencegahan)
adalah Klasifikasi tradisi yang berhubungan dengan pengobatan yang tergantung pada kondisi ilmu pengetahuan serta perubahannya mengikuti ruang dan waktu. Jalaluddin al Suyuti menulis sebuah buku tentang thibbun nabawi dan membagian pengobatan menjadi 3 jenis: tradisional, spiritual dan pencegahan. Kebanyakan thibbun nabawi merupakan pencegahan. Konsepnya tergolong ilmu pengetahuan yang sangat maju pada masa hidup Rasulullah serta diyakini merupakan ilham yang turun langsung dari Allah.

Athibbun Nabawi Spiritual: Penelitian thibbun nabawi menyatakan bahwa ada aspek-aspek spiritual dari penyembuhan dan pemulihan. Doa, pembacaan Al Qur’an, dan mengingat Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Penyakit psikosomatik dapat merespon pendekatan spiritual. Penggunaanruqyat (surat al fatiha, al mu’awadhatain) jatuh di antara proses penyembuhan fisik dan spiritual. Bagian penyembuhan dari ruqyat bisa difahami dalam istilah modern : bahwa jiwa mampu mengendalikan mekanisme kekebalan tubuh yang mencegah penyakit.

2. Kuratif (Penyembuhan)
adalah: Ibnul Qayim al Jauziyah menyebutkan banyak penyakit yang tindakan medisnya direkomendasikan dari thibbun nabawi. Penyakit-penyakit oleh thibbun nabawi dapat diobati dengan pengobatan alami: demam, dropsy, luka, tekanan darah tinggi, iritasi kulit, selaput dada sakit kepala dan hemikrania, sidau and shaqiiqat; radang tenggorakan, pembesaran jantung, keracunan makanan, dan lain-lain.

Perawatan medis yang disebutkan adalah madu, al 'asal; air dingin untuk demam, al mau albarid;diet, ghadha; susu, al laban; susu unta, urine unta. Biji gelap, al habba al sauda, yang dijelaskan khususnya. Perawatan bedah yang disebutkan adalah: bekam, al hijaam; kauterisasi, al kayy;veneseksi dengan kauterisasi qatiu al uruuq wa al kayy. [riniakhwatmuslim.blogspot.com]

Jenis Obat Dalam Thibbun Nabawi

Ruqyah
Ruqyah adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan sesuatu pada orang yang sakit akibat dari ‘ain (mata hasad), sengatan hewan, sihir, racun, rasa sakit, sedih, gila, kerasukan, gangguan jin, dan lainnya. Dari Aisyah radiallahu ‘anhaa berkata;

“ “Bahawasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam apabila sakit baginda membaca sendiri Al-Muawwizat, kemudian meniup padanya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari surah-surah tersebut.” (HR. Al-Bukhari) ”

Bekam
Bekam adalah mengeluarkan darah kotor dari tubuh dengan cara menyedot pada sayatan ringan di kulit tubuh.

“ "Kesembuhan itu terdapat pada tiga hal, yakni minum madu, sayatan alat bekam, dan kay (sundutan) dengan api, sesungguhnya aku melarang umatku dari kay." (HR. Bukhari) ”

Mengkonsumsi Habbatus Sauda
Manfaat mengkonsumsi Habbatus Sauda’ (Jintan hitam/Syuwainiz) menurut hadits nabi: Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. bahwa ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“ “Sungguh dalam habbatus sauda’ itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam.” Saya bertanya, “Apakah as-sam itu?” Beliau menjawab, “Kematian”. (HR.Bukhari) ”

Mengkonsumsi Madu

“ “Dari perut lebah itu keluar cairan dengan berbagai warna, di dalamnya terdapat kesembuhan bagi manusia.” (QS. An-Nahl: 69) ”

Menggunakan Minyak Zaitun
“ “Konsumsilah minyak zaitun dan gunakan sebagai minyak rambut, karena minyak zaitun dibuat dari pohon yang penuh berkah.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). ”

Mempergunakan Siwak (Miswak)
Bersiwak adalah menyikat gigi dengan Miswak, yakni sejenis ranting pohon yang lunak dan tidak melukai gigi dan memiliki kandungan getah yang tidak lengket dan berfungsi seperti pasta gigi.

“ “Jika tidak memberatkan umatku, (pasti) akan aku perintahkan mereka (mempergunakan) siwak pada setiap kali berwudhu.” HR. al-Bukhari

Kitab-Kitab Tentang Thibbun Nabawi

Ibnul Qayyim pada tahun 1300-an menulis karya yang penting dalam bidang thibbun nabawi, yang berjudul Ath-Thibbun Nabawi yang berisi 277 bab. Dia membahas beragam perawatan sesuai rekomendasi dari nabi, juga berkenaan dengan adabnya, malpraktik dan pentingnya kompetensi dari seorang dokter.[Cyril Elgood (1962) The Medicine Of the Prophet. PubMed Central, 146-153.].

Kandungan kitab Ath-Thibb An-Nabawi dapat dikategorikan menjadi tiga tema besar:

Pertama, Penjelasan mengenai pengobatan dengan obat alamiah. Cara ini bersumber pada kekayaan hayati dan nabati. Misalnya pengobatan dengan air, madu, dan susu. Ibn Qayyim menguraikan jenis pengobatan ini dalam tiga puluh lima pasal pada kitabnya tersebut.

Kedua, Penjelasan tentang perawatan dan terapi menggunakan kekuatan spiritual. Cara ini mengandalkan pada kekuatan nasihat dan hikmah yang dieksplorasi dari Alquran dan Sunnah Nabi. Cara pengobatan ini diperuntukkan bagi jenis penyakit yang bersumber dari hati (qalb). Penjelasan untuk model kedua ini ada sekitar 23 pasal.

Ketiga, Penjelasan tentang indikasi obat-obatan dan makanan yang disebutkan Nabi untuk mengobati penyakit dan penyembuhan. Kitab ini menguraikannya menjadi 132 pasal.

Dalam kitab ini juga diterangkan tentang definisi sakit. Dengan merujuk pada beberapa ayat Alquran dan Hadis Nabi, Ibn Qayyim mendefinisikan penyakit dengan mengaitkannya pada fungsi biologis dan spiritual dari hati (qalb). Konseptualisasi ini diturunkan dari hadis yang berbunyi, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika rusak, rusak pula tubuh. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibn Qayyim membagi jenis penyakit menjadi dua macam, penyakit hati dan penyakit badan (fisik).

Penyakit hati (psikis) hakikatnya merupakan gejala dari berbagai penyakit yang dirasakan orang yang sedang sakit. Jenis penyakit ini sulit dideteksi secara empiris medis. Misalnya orang yang mengeluh sakit, tetapi tidak ditemukan wujud penyakitnya. Menurut Ibn Qayyim, gejala ini muncul karena faktor eksternal dalam tubuh manusia, seperti rasa takut.

Penjelasan ini dirujuk dari hadis Nabi bahwa penyakit hati memiliki indikasi seperti adanya rasa waswas, ragu, munculnya hasrat berlebih, serta kehendak melakukan penyelewengan dalam hati manusia. Dengan hadis itu, Ibn Qayyim membagi penyakit hati pada dua kelompok, rasa ragu dan waswas serta hasrat untuk berlaku menyimpang.

Alquran banyak menjelaskan kategori penyakit ini. Misalnya orang munafik sebagai contoh orang yang berpenyakit hati.

Jenis yang kedua adalah penyakit badan (organ tubuh). Sakit pada fisik terkait dengan kondisi hati. Jika hati dalam keadaan galau dan waswas akan bedampak pada tubuh fisik. Kesehatan tubuh juga terkait dengan kecukupan asupan pada tubuh. Selama kebutuhan asupan terpenuhi, tubuh dalam kondisi normal.

Dalam organ tubuh manusia terdapat mekanisme pertalian (antibodi) untuk menjaga stabiltas tubuh. Mekanisme seperti buang air dan rasa lelah merupakan salah satu dari cara tubuh menjaga kestabilannya.

Stabilitas tubuh dapat terganggu karena faktor internal seperti penyakit hati tadi serta faktor eksternal seperti masuknya racun, suhu udara yang ekstrim, dan luka fisik.

Prinsip pengobatan Nabi bersifat integral (menyeluruh). Pengobatannya mencakup terapi tubuh sekaligus mental-psikis. Konsep integral ini terkait dengan hakikat manusia yang terdiri atas tubuh fisik dan mental psikis. Oleh karena itu, pengobatan cara Nabi bersifat holistik.

Dalam praktiknya, pengobatan menyangkut dua bagian itu, yakni tubuh dan mental. Dalam terapi cara Nabi tidak hanya mengandalkan doa, apalagi hanya mengeksploitasi ayat Alquran menjadi jampi-jampi dan takhayul. Semestinya, proses pengobatan cara Nabi juga menyertakan tindakan yang bersifat medis, meskipun sederhana. Di antara tindakan medis yang diyakini sebagai warisan Nabi adalah bekam. [Dede Syarif, peneliti Institut for Study Religion, Culture, and Public Affair, UIN Bandung. “Pikiran Rakyat” didalam Contact Me

1. PONDOK THIBB AL-UMMAH, Medan
[terapi Bekam & Herbal]
Jln. Jamin Ginting KM.8 Gg.Gembira Bawah Kwala Bekala Padang Bulan Medan Johor, MEDAN
terapis wanita:081335520321, terapis pria: 081397404109
(Terapis pria & wanita bisa di panggil ke rumah pasien, terapis anggota ABI-Asosiasi Bekam Indonesia)

(ancer-ancernya; +/- 200m dari Masjid Nurul Huda, masuk dari gang disebelah toko “smart ponsel” seberang kuburan kristen-dekat sekolah “dharma bakti” (jika pake speda motor) ATAU masuk dari Jln/gang “parang ras” sebelum “pedagaian” kwala bekala)

2. PONDOK HERBAL AL-IKHWAN, Medan
[terapi Bekam, Ruqyah Syar'iyyah & Herbal]
Jln. Medan Helvetian, MEDAN
Hotline Service 24 jam Non-Stop:
087882850482, 085270691192, 081361423558
(Terapis pria & wanita bisa di panggil ke rumah pasien)

- Daftarkan diri anda -

Daftar Artikel Thibbun Nabawi



Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Belum ada Komentar untuk "Pengertian Thibbun Nabawi (Pengobatan Ala Nabi/Rasul)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel